Di era 2000-an, Liga Inggris sempat lekat diasosiasikan dengan bank. Ketika itu, Barclays menjadi sponsor nama liga sejak 2001, hingga berakhir 2016 saat Premier League memutuskan untuk tak lagi memasang sponsor pada nama liga. Namun, yang jelas, hampir tak ada korelasi antara sepakbola dengan bank.
Ini yang menjadi menarik ketika seorang bankir memutuskan untuk menangani sebuah kesebelasan. Bukannya apa-apa, karena umumnya bankir memiliki penghasilan yang stabil dengan tingkatan karier yang jelas. Lain halnya dengan sepakbola karena segala sesuatunya bisa naik dan turun dengan cepat, tak terduga.
Hal ini yang membuat sosok Maurizio Sarri dan Mark Warburton menjadi menarik. Keduanya pernah menjadi bankir, tapi justru banting stir ke sepakbola. Berikut kami sajikan cerita menariknya.
Sarri, Bankir yang Teliti
Ketimbang Mark Warburton, nama Sarri jelas lebih dikenal karena ia pernah menangani Napoli dan kini tengah merajut kejayaan bersama Chelsea. Namun, kalau Sarri tak nekat untuk mendalami sepakbola, barangkali saat ini ia bukanlah siapa-siapa. Namanya, mungkin akan dikenal sebagai bankir yang teliti, tapi itu tak akan menyamai popularitasnya seperti saat ini.
Sarri awalnya cuma bermain bola sebagai amatir. Ia cuma menjadikan sepakbola sebagai hobi, karena sudah punya pekerjaan di Banca Toscana. Meskipun berkantor di Florence, tapi pekerjaannya pernah membawanya ke Inggris, Jerman, Swiss, dan Luksemburg.
Hal ini diingat oleh Aurelio Virgili yang pernah bekerja bersamanya. Seperti dilansir BBC, BBC mengungkapkan kalau Maurizio Sarri merupakan bankir yang sempurna, salah satu yang terbaik. Sama seperti ketika melatih kesebelasan, Sarri adalah sosok yang teliti. Ia adalah sosok yang melakukan pendekatan dengan cara ilmiah.
“Ini adalah hal yang indah. Seseorang yang pernah ada di sini dengan potensi yang besar, telah menunjukkan ke semua orang atas apa yang ia mampu. Kalau Anda menarik mundur ke masa lalu dan berpikir ada di mana dia dulu dan ada di mana dia saat ini, itu seperti dongeng,” kata Virgili.
Virgili bercerita kalau Sarri tak punya latar belakang di bidang keuangan. Ia memulai kariernya dari nol tapi bisa meraih hasil yang sempurna. Di sela-sela kesibukannya tersebut, Sarri masih sempat melatih kesebelasan amatir. Ia terus melakukan dua pekerjaan ini hingga ia mencapai tingkat semi-pro. Setelah itu, ia memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya sebagai bankir.
“Itu adalah perjudian yang besar, tapi karena gairahnya terhadap sepakbola, ia bilang pada dirinya sendiri: ‘Ok, aku mungkin mesti membuat sedikit pengorbanan, tapi aku harus melakukannya’. Pujian buatnya karena aku tak tahu berapa banyak orang yang akan melakukan hal yang sama (berhenti jadi bankir),” kata Virgili.
Percaya Takhayul dan Serba Detail
Memilih sepakbola jelas bukan hal yang salah buat Sarri meskipun semua memang tidak semudah yang kita lihat saat ini. Pilihan Sarri jelas bukanlah hal yang mudah karena pilihannya bukan menjadi karyawan bank atau melatih Napoli. Soalnya, kesebelasan yang ia latih saat itu adalah Stia, kesebelasan divisi kedelapan di Liga Italia.
Sarri pun masih bermain sebelum terjun ke dunia manajerial. Ia adalah seorang bek yang tangguh dan kuat secara fisik. Pada musim 1990/1991 ia pun ditunjuk menggantikan manajer tim yang dipecat.
Sejak awal, Sarri tak pernah berubah. Tekad, hasrat, dan rasa laparnya, masih tetap sama. Ia selalu mempelajari pertandingan. Mantan pemain Sarri, Luciano Innocenti, yakin kalau di Chelsea, Sarri tetap membaca, menonton, dan membuat catatan. “Karena dia hidup untuk sepakbola,” tutur Innocenti.
“Dia sangat percaya takhayul. Aku ingat ketika kami dalam perjalanan ke pertandingan dengan mobil. Dia selalu menyalakan rokok ketika kami memutari belokan tertentu di jalanan.”
Kalau Sarri percaya takhayul memang aneh mengingat ia memilih metode ilmiah dalam pemecahan masalah. Namun, tak ada yang bisa menyangkal kalau ia amat memerhatikan hal kecil.
Hal ini diungkapkan mantan pemainnya, Simone Calori, yang menyebut kalau dalam hal detail, Sarri bagaikan alien. Sebelum bertanding, Sarri sudah melakukan beragam tes dan membaca hasilnya, mulai dari analisis psikologis, analisis fisik, dan hal kecil yang ia perhatikan.
“Dia tahu segalanya soal semua orang. Pernah dia bilang padaku: ‘Simone, Minggu nanti kamu akan menjaga striker yang baru cerai dengan istrinya. Jadi langsung saja ketika masuk lapangan, bilang sesuatu soal istrinya, dan masukkan ke kepalanya!”
“Dia amat tahu detail kecil soal lawan kami. Itu tak bisa dilupakan,” tutur Simone.
Sarri sendiri memutuskan untuk berhenti sebagai bankir pada 2000-an, atau sekitar satu dekade ketika ia mulai melatih. Baru pada 2003, ia mendapatkan pekerjaan yang terbilang serius ketika menangani Sangiovannese. Itu adalah pekerjaan kedelapan dalam kariernya. Bersama Sangiovannese, Sarri promosi ke Serie C1, yang satu tingkat di bawah Serie B.
Namanya melambung ketika ia menangani Empoli dan membawanya promosi ke Serie A. Tak lama, ia ditunjuk sebagai pelatih baru Napoli dan mencapai puncak pencapaiannya sebagai pelatih.
Tidak ada yang instan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Tak ada yang instan pula saat melakukan pengorbanan.