Dario Hubner, Penyerang Tua yang Pernah Meneror Serie A

Tak banyak pemain yang mampu mempertahankan ketajamannya dalam mencetak gol hingga di usia hampir kepala empat, menjelang akhir periode kariernya. Dario Hubner adalah salah satu dari sedikit pemain hebat itu; berhasil menjadi top skor alias pencetak gol terbanyak Serie A Liga Italia di usia 35 tahun. Hebatnya lagi, penghargaan itu melengkapi rekornya sebagai top skor di tiga divisi Liga Italia.

Hubner meraih gelar Capocannonieri musim 2001/2002. Ketika itu, pemain kelahiran Muggia, Italia pada 28 April 1967 tersebut berbagi trofi dengan striker andalan Juventus, David Trezeguet, sama-sama mencetak 24 gol. Bedanya, sang pesaing saat itu belum usia 25 tahun dan mengakhiri musim sebagai juara. Sedang Hubner hanya bermain di Piacenza, klub yang hampir terdegradasi musim itu.

Berawal dari Bawah

Bersama Igor Protti, rekan senegara yang juga sebayanya, Hubner jadi pemain yang pernah berstatus pencetak gol terbanyak di tiga divisi teratas Liga Italia. Menariknya, mereka malah sama-sama tak pernah dipanggil ke tim nasional. Hanya sedikit bedanya, Hubner memulai itu semua dari bawah, dan sama sekali tak pernah main untuk tim-tim raksasa, sehingga tak punya torif juara bersama klubnya.

Hubner mengawali kariernya bersama Pievigina pada musim 1987/1988 di Interregionale, yang kini menjadi Serie D. Kemudian, dia pindah ke Pergocrema, hingga mendarat di Fano Calcio pada 1989. Berselang dua musim, sang penyerang membuktikan kemampuannya dalam menyarangkan bola ke gawang lawan dengan merebut gelar top skor Girone A Serie C1, setelah sukses mencetak 14 gol.

Kesuksesan itu mengantarkannya ke level profesional, direkrut klub Serie B, Cesena. Empat musim kemudian, Hubner jadi pencetak gol terbanyak Serie B 1995/1996 dengan 22 gol. Berselang semusim, dia naik level lagi ke Serie A, setelah dipinang Brescia. Setelah sempat turun lagi, Piacenza lalu jadi pelabuhan berikutnya pada musim 2001/2022, di mana gelar Capocannonieri berhasil direbutnya.

Meneror Serie A

Hubner dikenal sebagai penyerang oprtunis dengan keinginan mencetak gol yang tinggi, dan seorang finisher yang akurat, baik dengan kaki maupun kepalanya. Pemain berdarah Jerman dari pihak ayah ini sudah mencetak lebih dari 300 gol sepanjang karirnya, meskipun dia terlambat berkembang dan baru pada 1997, di usia 30 tahun, akhirnya bisa menjalani debut Serie A saat bermain untuk Brescia.

Dia mencetak 16 gol dalam musim debut di Serie A saat itu. Sayangnya, I Biancazzurri malah harus turun kasta. Tapi, Hubner memainkan peran penting dalam kebangkitan mereka untuk kembali ke level tertinggi dua musim kemudian. Bersama Roberto Baggio, rekan sebayanya yang baru datang, kedua veteran itu meneror Serie A, mencetak total 27 gol dan membantu Brescia finish posisi tujuh.

Hanya saja, musim berikutnya di usia 34 tahun, Hubner tersingkir oleh penyerang muda Albania, Igli Tare. Dia lalu pindah ke Piacenza yang baru promosi, dengan bayaran sangat murah, hanya 1,5 juta paun. Gelar Capocannonieri menjadikan harganya itu makin murah; jauh dari striker papan atas Serie A seperti Hernan Crespo di Lazio, Andriy Shevchenko (AC Milan), dan Christian Vieri (Inter Milan).

Kemampuan mencari posisi terbaik dan keunggulan dalam duel udara membuatnya jadi mimpi buruk untuk para lawan. Dia tampak lebih seperti penyerang tengah Inggris kuno daripada salah satu striker terbaik Serie A. Karena itu pula, tak salah jika selama ini Hubner telah dijuluki Il Bisone atau Tatanka alias bison, karena tubuh besar dan gaya permainan lugas yang menjadikannya unggul di lapangan.

Pemain Sederhana

Namun, terkadang Hubner juga diperbincangkan karena perilakunya. Dia pernah terlihat merokok saat duduk di bangku cadangan Brescia. Dia kemudian menegaskan bahwa dia akan menghabiskan paruh waktu istirahatnya dengan merokok, menghabiskan sekitar tiga atau empat batang rokok sekaligus. Begitulah kontroversinya, tak peduli dengan apa yang dipikirkan orang tentang dirinya.

Suatu ketika, pada Mei 2002, setelah jadi bintang di Serie, dia akan direkrut oleh Milan. Calon klub barunya itu membawanya dalam pertandingan eksibisi di Amerika Serikat, sementara para pemain utama bergabung dengan negaranya menjelang Piala Dunia 2002. “Saya mencari Hubner (setelah babak pertama berakhir), dan tidak dapat menemukannya,” ungkap pelatih Milan, Carlo Ancelotti.

Pelatih akhirnya mengetahui Hubner ada di kamar mandi, dan melihatnya sedang merokok dengan sekaleng bir. Sang pemain malah dengan santai memberi penjelasan. “Sejujurnya pelatih, saya telah melakukan ini seumur hidup, dan jika saya tak melakukannya saya tak bisa bermain sebaik mungkin,” ucap Ancelotti mengulangnya. Bahkan, dia malah juga ditawari rokok sehingga semua orang tertawa.

Hubner memang sangat sederhana, seperti tak punya misi apapun. Saat pensiun pada 2011 di usia 44 tahun, setelah membela Ancona dan Perugia di Serie A sebelum turun ke liga amatir, dia tak pernah main untuk negaranya dan satu pun klub besar Italia. Tapi, itu sama sekali tak menganggunya. “Saya tidak mengeluh: sebagai pemuda saya adalah seorang pandai besi dan bekerja dengan aluminium, siapa sangka saya bisa berkarier seperti itu? Saya sangat senang dengan itu,” ungkap Hubner pula.

Sumber: Gentleman Ultra, Cult of Calcio