Absurditas, Uang, dan Kecemburuan dalam Derby Manchester

Dari semua aturan sepakbola secara tidak tertulis, salah satu yang paling menawan adalah gagasan ketika menyaksikan derbi lokal. Apapun bisa terjadi meski dalam bentuk yang tidak relevan, seperti kekuatan finansial, kedalaman skuat, kecakapan manajerial dan hal-hal lain yang biasa dianggap relevan dalam sebuah pertandingan sepakbkola. Salah satunya adalah bentrokan antara Manchester United dengan Manchester City yang jarang mengecewakan.

Pertandingan derbi ini telah memberikan banyak momen mengesankan selama bertahun-tahun. Pertandingan Derby Manchester kaya akan sejarah yang mengacu pada pertemuan sejak 1881. Sampai sekarang, telah terjadi 177 pertandingan Derby Manchester di seluruh kompetisi. Sekarang, masing-masing stadionnya pun hanya terpisah sekitar 6,4 km atau 4 mil.

Kecemburuan Tak Membuat Derbi Manchester Harmonis Lagi

Banyak kesebelasan sepakbola di kawasan Manchester. Tapi St Mark’s (West Gorton) dan Newton Hearth LYR (Ardwick) adalah kesebelasan yang paling berkembang pada 1880-an dan mendominasi Piala Manchester. West Gorton didirikan oleh anggota Gereja Santo Markus di Inggris. Awal tujuannya karena para penjaga gereja berusaha untuk mengekang Kota Manchester dari maraknya kekerasan gengster dan mengkonsumsi minuman beralkohol.

Ditambah dengan pengangguran yang menjerat penduduk kawasan Gorton Barat itu. Agar menanggulangi hal-hal tersebut, awalnya pihak gereja membuat kegiatan olahraga kriket untuk penduduk laki-laki tanpa terbatas agama manapun pada 1875. Tiga tahun berikutnya, departemen kereta api di Lanchasire and Yorkshire Railway di Newton Heath melakukan hal serupa.

Namun mereka lebih memilih sepakbola membentuk cabang olahraga sepakbola yang dikenal dengan nama Ardwick. Tidak lama kemudian, inisiasi pihak gereja West Gorton ikut membentuk klub sepakbola yang diberikan nama St Mark’s pada musim dingin 1880. Kedua klub sepakbola ini pun bertanding pada 12 November 1881. Pertandingan ini merupakan pertama kalinya St Marks’s dan Ardwick saling mengalahkan di lapangan sepakbola.

Kendati ada kalah dan menang, keberlangsungan pertandingan diceritakan menyenangkan pada laga yang dimenangkan Ardwick dengan skor 3-0 tersebut. Pertemuan kedua kesebelasan lokal itu semakin sering ketika kedua belah pihak terus berkembang seperti pergantian nama Ardwick menjadi Manchester City pada 1894 dan Newton Heath menjadi Manhcester United (MU) pada 1902.

Selama waktu itu juga pertandingan kedua kesebelasan ini tidak memiliki arti khusus seperti derbi lainnya. Kedua kesebelasan itu juga masih harmonis dan tidak ada ketegangan antara klub maupun pendukungnya. Jika mengingat sejarahnya, baik City maupun MU sama-sama pernah berjuang bersama dengan lebih memilih masuk Football Allaince yang notabene saingan Football League pada 1892.

Bahkan sebagian besar pendukung sepakbola City maupun MU secara bergantian saling mendukung masing-masing pertandingan itu di setiap pekannya. City pun rela meminjamkan stadion Maine Road pada musim 1946/1947 kepada MU yang sedang menunggu proses renovasi Stadion Old Trafford akibat terkena bom. Namun terbelahnya Manchester jadi wilayah barat dan timur diceritakan membuat rivalitas yang menjadi terlalu sarat dengan ketegangan.

Terutama beberapa dekade sejak Perang Dunia II yang menajadi era emosional bagi Derbi Manchester di dalam lapangan. Hal paling kentara waktu itu adalah patahnya kaki Glyn Pardoe (pemain City) karena tekel George Best (pemain MU) pada Desember 1970. Kemudian pertandingan panas terus berlanjut. Seperti Mike Doyle (pemain City) dan Lou Macari (pemain MU) sama-sama tak mau keluar dari lapangan meskipun diganjar kartu merah pada 1973/1974.

Bahkan wasit sampai memerintahkan rekan-rekannya untuk masuk ke ruang ganti dan tidak boleh kembali sebelum Doyle dan Macari legowo keluar dari lapangan. Seiring berjalannya waktu, City mengalami rasa kecemburuan yang luar biasa pada era 1990-an dan 2000-an. MU yang terus mengumpulkan gelar demi gelar, sementara Ciy lebih banyak naik turun divisi Liga Inggris.

City yang merasa kesebelasan dari kota merasa dikalahkan kesebelsan pinggiran. “Siapa raja sebenarnya dari Manchester,” tegas Wayne Rooney seperti dikutip dari The Guardian.

Pada periode itu juga Roy Keane melakukan tekel keras kepada Alf-Inge Haland. Haland sampai harus menerima karirnya meredup karena sulit menjalani proses penyembuhan cedera ligamen lutut. Keane melakukan tekel itu dengan sengaja dan itu diakuinya dalam biografinya. Tragedi itu semakin membuat derbi Manchester kurun waktu 1990-an memanas karena dendam panas di dalam maupun luar lapangan.

Hasil Pondasi yang Dibangun Sheikh Mansour

Pengambilalihan Abu Dhabi Group pada 2008 menandai momen penting dalam keseimbangan kekuasaan mereka di Liga Inggris. Diawali dengan memecahkan rekor transfer untuk mengontrak Robinho seharga 32,5 juta paun. Kedatangan rombongan yang dipimpin Sheikh Mansour itu sangat jelas menambah bumbu dalam rivalitas Derbi Manchester. Gelontoran uang darinya untuk membeli pemain mahal dan mendapuk pelatih kelas atas, membuat City perlahan mampu menyaingi MU.

Di era Mansour juga City berani memanfaatkan situasi panasnya hubungan Carlos Tevez dengan Sir Alex Ferguson. Tevez yang merupakan penyerang andalan Ferguson di MU berhasil dibujuk bergabung dengan City pada 2009. Kemudian disusul dengan kedatangan David Silva, Yaya Toure dan lainnya setelah itu. Kekuatan baru City juga yang membuat MU dipermalukan atas skor 6-1  di Stadion Old Trafford.

Pada saat itu Mario Balotelli mencetak gol pertama dan membuka seragam City untuk menunjukan tulisan “Why always me?”. Pada musim 2011/2012 itu juga City pada akhirnya berhasil menjuarai Liga Primer Inggris. Bahkan gelar itu didapatkan karena unggul selisih gol ketimbang MU di laga terakhir terakhir musim tersebut. Cara-cara City itu menjadi perhatian untuk sebuah kemajuan kesebelasan sepakbola.

Cara City di era Mansour itu meningkatkan skuatnya dan menjadi penantang yang instan. Perebutan pemain memang membuat persaingan antara City dengan MU semakin meruncing. Salah satunya adalah Robin van Persie yang merupakan penyerang Arsenal lebih memilh berlabuh di Stadion Old Trafford. Selama liga Primer, City telah menghabiskan sekitar 300 juta paun untuk belanja pemain.

Lebih banyak daripada MU. Pengeluaran terbesar City datang selama era Josep “Pep” Guardiola dalam dua musim pertamanya. Sementara MU memercikan uang paling banyak selama masa jabatan manajer ditangani Louis van Gaal.

Setelah Kepergian Sir Alex Ferguson

Dinamika persaingan Derbi Manchester telah berubah secara tak terukur dalam beberapa tahun terakhir. Apalagi dengan beberapa waktu terakhir ini, City sama-sama mapan di antara elit sepakbola dunia termasuk musuh lama mereka dari Old Trafford.  Namun 10 tahun berlalu merupakan tanda perubahan zaman dan absurditas keuangan yang besar di dalam dunia sepakbola.

Bahwa kemenangan bagi kesebelasan sepakbola yang paling menguntungkan di dunia hampir dapat terasa sekarang dan menjadi pukulan. Persaingan MU dengan City tidak pernah lebih sengit dari sekarang-sekarang. MU adalah kesebelasan paling sukses di Inggris selama era Liga Primer. Kesebelasan berjuluk The Red Devils itu mengangkat 13 piala dari 26 musim. Namun dominasi MU semakin berkurang sejak Sergio Aguero mencetak pemenang gelar terakhir melawan QPR pada akhir musim 2011/2012.

Sejak itu, City menjadi kekuatan dominan di papan atas Liga Primer Inggris. Sementara itu, ada kejelasan antara proyek City dengan MU. Kontras dengan kemajuan MU yang terisolasi pasca pensiunnya Ferguson. “Penurunan Manchester MU tertajam setelah kepergian Ferguson,” kata Simon Gleave, Kepala Analisis Olahraga Gracenote, seperti dikutip dari BBC.

Derby musim lalu pada putaran pertama, didominasi oleh keributan pasca pertandingan di ruang ganti City. Jose Mourinho meminta City merayakan kemenangan dengan lebih terhormat. Ederson cekcok dengan Mou dan Mikel Arteta terluka di wajahnya terkena lemparan Mou pada pertandingan Desember 2017 itu. Lalu pada putaran berikutnya, giliran pendukung City juga melemparkan bom asap (smoke bomb) dan mengejek pendukung MU ketika unggul 2-0 pada pertandingan April 2018.

Tapi ejekan mampu dibalikan karena MU pada akhirnya memenangkan laga dengan skor 3-2. Sementara pada pertemuan terakhir, Minggu (11/11/2018) tidak ada keributan sengit terjadi saat derbi Manchester tersebut.

Sumber: BBC, Goal, Manchester Evening News, Planet Football, SB Nation, Sky Sports