Belgrade Derby, Rivalitas yang Menyaru dalam Politik dan Sepakbola

“Harga nyawa Anda, bahkan akanlebih murah dibanding harga tiket masuk ke stadion. Apabila situasi memburuk, tidak ada satupun yang bisa menjadi teman,” ungkap ulasan di Tripadvisor soal Belgrade Derby.

Belgrade Derby atau yang biasa dikenal dengan Eternal Derby adalah pertandingan yang mempertemukan dua kesebelasan besar asal Belgrade: Red Star Belgrade dengan Partizan Belgrade. Eternal Derby merupakan derby terbesar di Serbia, sekaligus menjadi derby terbesar kedua di Eropa setelah Old Firm Derby di Skotlandia antara Celtic dan Rangers.

Eternal Derby tidak hanya terkenal di sepakbola. Olahraga lain seperti basket dan bola tangan pun tidak luput mengalami derby ini. Namun di sepakbola semua menjadi lebih buruk.

Eternal Derby dimulai pasca Perang Dunia II berakhir. Awalnya, gerakan anti fasis Yugoslavia membentuk Red Star Belgrade pada 4 Maret 1945. Lalu, dibentuklah Partizan Belgrade oleh militer Yugoslavia JNA pada 4 Oktober 1945.

Derby ini sebenarnya menggantikan derby yang ada sebelum Perang Dunia II antara BSK Belgrade dengan SK Jugoslavija, yang dibubarkan sebelum PD 2. Kemudian, petinggi BSK Belgrade membentuk Red Star, dan SK Jugoslavija kemudian mendirikan OFK Beograd pada 1957. Namun, pamor OFK Beograd tertutupi dengan kehadian Partizan, Hadjuk Split, dan Dynamo Zagreb, yang menjadi empat kesebelasan papan atas Liga Yugoslavia.

Delije

Dua kesebelasan ini memiliki kelompok fanatik suporter yang terkenal keras dan tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan: Delije sebagai suporter Red Star Belgrade dan Grobari sebagai suporter Partizan.

Selain karena fanatisme dari derby terpanas di Serbia, faktor politik juga menjadi pemanas dalam derby ini. Delije terkenal sangat nasionalis terhadap Serbia dan sangat membenci Yugoslavia.

Delije sendiri didirikan oleh gerakan nasionalis Serbia dan sangat dekat dengan Slobodan Milosevic. Milosevic kemudian memanggil pulang kriminal Internasional Yugsolavia yang sangat pro Serbia, Željko “Arkan” Ražnatoić.

Arkan, kriminal yang diincar interpol karena kejahatan kelas berat di Eropa Barat, mengetuai Delije. Arkan sendiri memiliki kekuatan paramiliter yang bernama Arkan’s Tigers. Ini yang membuat sebagian besar Delije secara otomatis memasuki dunia paramiliter, di bawah komando Arkan. Delije juga turut serta dalam perjuangan kemerdekaan Serbia, sekaligus turut serta dalam kejahatan perang di beberapa negara pecahan Yugoslavia, seperti Kroasia, Bosnia, dan Kosovo.

Setali tiga uang dengan Delije, Grobari sebagai pendukung Partizan juga memiliki banyak kasus. Salah satunya kericuhan besar di Split karena adanya penolakan atas kekerasan terhadap supporter Hadjuk Split di kandang Partizan. Kekerasan di luar lapangan pun tidak terhindarkan. Tercatat sebanyak 250 suporter luka-luka.

Apabila Delije adalah suporter yang kontra dengan pemerintahan Yugoslavia, Grobari adalah suporter yang pro dengan pemerintah Yugoslavia. Joseph Broz Tito merupakan salah satu bagian dari Grobari.

Sebagai wujud nasionalisme atas Yugoslavia, Partizan pada tahun 1959 mengubah warna jersey merah-biru ke warna hitam-putih khas Yugoslavia. Mantan pemimpin Grobari, Franjo Tudjman, adalah Presiden Kroasia pertama pada 1991. Hal inilah yang menjadikan Grobari sangat dekat dengan petinggi pemerintahan pecahan Negara Yugoslavia. Beberapa nama besar seperti mantan Perdana Mentri Serbia, Ivica Dačić, petenis Ana Ivanovic, Pemimpin Oposisi Montenegro, Nebojša Medojević, juga merupakan bagian Grobari.

Tensi tinggi selalu tersaji. Flare, keributan sebelum pertandingan, dan lemparan batu, merupakan pertandingan umum yang selalu terjadi di Belgrade Derby. Chant yang mengundang rivalitas selalu berkumandang.

Red Star dan Delije yang sangat nasionalis terhadap Serbia sering mengibarkan ejekan terhadap pecahnya Yugoslavia, yang notabane selalu dielukan oleh Grobari dan Partizan. Jurnalis Inggris, Jonathan Wilson, menceritakan pengalamannya menonton derby yang berujung pada 41 personel polisi terluka dan 35 orang ditahan pada tahun 2003 sebagai “Uncivil War”, karena banyaknya unsur kepentingan di balik bentroknya kedua tim.

Partizan Stadium dan Rajko Mitić Stadium, merupakan saksi bisu kekerasal dan brutalnya suporter kedua kesebelasan saat bertemu. Polisi yang berjaga pun tak luput menjadi korban kekerasan kedua suporter.

Puncaknya adalah saat era pecahnya Yugoslavia. Delije kala itu memasang spanduk bertuliskan “Welcome to Vukovar”. Vukovar adalah bagian negara Kroasia yang merupakan titik utama perang Serbia-Kroasia yang berhasil diambil alih oleh Arkan’s Tiger bersama Delije (mesikpun hanya bertahan 2 bulan). Kericuhan tidak terhindarkan. Tidak ada catatan resmi korban yang berjatuhan, namun beberapa sumber menyatakan setidaknya 40 orang tewas dalam bentrokan tersebut.

Kericuhan tidak pernah surut hingga saat ini. Pemain juga tak luput dari cemoohan. Terkahir, gelandang Partizan, Everton Luiz, menerima ucapan rasis dari Delije dan pemain Red Star

Uniknya, respons dari kedua kesebelasan cuma begini: biasakanlah!

Ini karena Derby Belgrade menghadirkan tensi tinggi sehingga perkataan rasis merupakan hal yang biasa terjadi. Ini pula yang membuat Luiz merasa tak adil. “Orang Serbia sangat ramah terhadap saya, namun apa yang terjadi pasca pertandingan ini, sungguh membuat saya bersedih dan merasa didiskriminasi,” kata Luiz.

Untuk Anda yang penasaran, harga tiket Belgrade Derby berkisar antara 5-15 euro atau 80-240 ribu rupiah, tergantung kelas yang Anda pilih. Harga termurah ada di tribun suporter, sementara termahal di tribun netral.

Dengan harga yang murah tersebut Anda bisa mendapatkan atmosfer dari derby terpanas di serbia, sekaligus harga yang tepat untuk melelang nyawa Anda.