Buenos Aires, Ibu Kota Derby Sepakbola

“Argentina menganut Katolik sebagai agama mayoritas. Namun sepakbola lebih dianut secara religius. Ketika Anda melintasi belahan kota manapun di Argentina di hari minggu pagi, semuanya menampilkan hal yang sama: sepakbola. Di Buenos Aires datang ke stadion dianggap sama pentingnya dengan menghadiri Misa”, ucap Daniel Nielson, wartawan CNN dan Four Four Two, ketika menggambarkan bagaimana warga Buenos Aires sangat memuja sepakbola.

Buenos Aires adalah ibu kota Argentina dengan luas 203 km² (lebih kecil dibandingkan Kota Semarang) Buenos Aires adalah kota penting di Argentina, penuh sejarah, dengan pendapatan perkapita yang cukup tinggi. Buenos Aires juga dianggap sebagai objek wisata yang cukup menarik. Namun semua tiket wisata ke Buenos Aires akan merekomendasikan Anda destinasi yang cukup unik: Superclasico. Sebuah laga derby antara Boca Juniors menghadapi River Plate yang selalu bernuansa panas dengan tensi tinggi.

Padahal, di Buenos Aires bukan cuma Boca dan River, tapi setidaknya ada 15 kesebelasan profesional dengan sembilan di antaranya bermain di dua divisi tertinggi Liga Argentina. Selain Boca dan River, setiap pertandingan yang melibatkan sembilan kesebelasan ini biasanya juga menghadirkan nuansa yang begitu panas. Ini tak lain karena faktor sejarah yang juga dipengaruhi faktor kelas di masyarakat.

Berikut kami sajikan sembilan kesebelasan elit yang berbasis di Buenos Aires.

  1. Boca Juniors

Siapa yang tidak mengenal Boca Juniors? Mereka adalah kesebelasan dengan segudang sejarah, pemain berbakat, juga dengan prestasi baik di tingkat nasional maupun internasional.

Boca Juniors berdiri pada 1905 yang diprakarsai para kelas pekerja. Boca bermarkas di Estadio Alberto J. Armando atau biasa dikenal dengan La Bombonera yang punya kapasits 60 ribu penonton.

Boca adalah kesebelasan kedua tersukses di Argentina dengan raihan 23 gelar liga, 5 Copa Libertadores, dan tiga gelar Piala Dunia Antarklub. Boca juga sukses menelurkan para pemain legendaris seperti Diego Maradona, Carlos Tevez, dan Juan Roman Riquelme.

Awalnya, warna kostum Boca bukanlah Biru-Kuning melainkan merah muda dengan aksen hitam-putih. Namun, karena ada kesebelasan dengan warna dan corak yang mirip, pada 1906 mereka mengubah kostumnya. Perubahan kostum ini pun terbilang unik karena mereka memutuskan akan menggunakan warna dari bendera kapal yang memasuki pelabuhan untuk pertama kali. Saat itu, kapal yang datang ke pelabuhan berbendera Swedia. Akhirnya mereka pun menjadikan corak Biru-Kuning sebagai warna kesebelasan yang digunakan hingga saat ini.

Suporter Boca terbilang fanatik. Rivalitas dengan River Plate kerap menghadirkan korban. Untuk para korban yang wafat, mereka pun dikebumikan dengan ciri khas Boca dengan peti berlogo Boca Juniors sebagai wujud penghormatan.

  1. River Plate

River Plate adalah rival utama Boca Juniors. Mereka mengoleksi 33 gelar liga, 3 piala Copa Libertadores, dan 1 gelar Piala Dunia Antarklub, yang menjadikan mereka sebagai kesebelasan tersukses di Argentina.

River juga punya stadion kebanggaan yang tak kalah ikoniknya yakni Estadio Antonio Vespucio Liberti atau biasa dikenal dengan Estadio Monumental. Stadion berkapasitas 61 ribu penonton tersebut menjadi saksi lahirnya para pemain macam Hernan Crespo, Ariel Ortega, Amadeo Carrizo, juga idola Zinedine Zidane, Enzo Francescoli.

Berbeda dengan Boca, River mewakili kelas Borjuis di Buenos Aires. Kalau suporter Boca fasih menggunakan bahasa Italia, suporter River lebih menggunakan bahasa Spanyol. Perbedaan kelas inilah yang memicu Superclasico.

Boca menganggap River sebagai kesebelasan manja. Untuk itu, Boca menjuluki River sebagai “Gallinas” yang berarti ayam untuk menyindir banyaknya lemak di tubuh para pemain dan suporter River. Di sisi lain, River mengejek Boca sebagai “Los Chanchitos” atau babi kecil yang menyindir daerah tempat tinggal suporter Boca yang kumuh dan berbau seperti kandang babi.

Rivalitas kedua kesebelasan juga menyebabkan tragedi berdarah “Puerta 12” di El Monumental di mana menghasilkan korban 71 tewas dan 150 luka karena insiden di garte 12 El Monumental yang terbakar. Ini membuat penonton berdesakan keluar saat pintu terkunci rapat.

Insiden lain yang tak kalah diingat adalah saat pada 2012 River terdegradasi kedivisi dua Liga Argentina. Hal ini membuat suporter Boca berpesta dan tumpah ruah dengan gembira di jalanan Buenos Aires yang menyebabkan keributan dan kerusakan cukup banyak di Buenos Aires akibat intrik kedua suporter.

  1. San Lorenzo

Club Atlético San Lorenzo de Almagro, didirikan oleh pendeta Lorenzo Massa pada 1908. San Lorenzo bermarkas di salah satu distrik berbahaya Bajo Flores di Buenos Aires, yang merupakan distrik campuran imigran dari Peru, Bolivia, dan Paraguay

Klub ini secara tradisional merupakan langganan peringkat lima besar liga, sehingga memiliki julukan “Los 5 Grandes”. Meskipun merupakan klub besar dengan 10 gelar liga domestik, tapi dana menjadi faktor penghambat utama mengapa San Lorenzo kurang berprestasi di kancah internasional.

San Lorenzo bermarkas di Estadio Pedro Bidegain. Pemain seperti Pablo Zabaleta dan Ezequiel Lavezzi, adalah pemain bintang yang bermain untuk San Lorenzo. Ssedangkan Jorge Mario Bergoglio atau dikenal dengan Paus Francis adalah suporter dari San Lorenzo. San Lorenzo sendiri memiliki derby dengan tensi yang tidak kalah tinggi dengan Huracán.

  1. Huracán

Club Atlético Huracán didirikan pada 1908 di Nueva Pompeya. Huracan memiliki julukan “Globo” yang berarti balon udara dan “Quemeros” yang berarti pembakar mengingat daerah Nueva Pompeya merupakan tempat pembakaran sampah di  Buenos Aires.

Logo balon udara dari Huracán merupakan penghormatan bagi Jorge Newbery seorang pelopor aviasi dari Argentina. Penandatanganan pendirian klub sendiri oleh Jose Laguna juga dilakukan di balon udara milik Jorge Newbery yang juga anggota kehormatan Huracan.

Estadio Tomás Adolfo Ducó yang berkapasitas 43 ribu penonton menjadi saksi 10 gelar domestik yang diraih Huracan. Huracan punya derby sengit dengan San Lorenzo dikarenakan persamaan kultur budaya dari kelas pekerja kasar dan imigran yang hidup di bawah garis kemiskinan yang ada di Buenos Aires. San Lorenzo mewakili imigran dan Huracán mewakili pekerja kasar pembakaran sampah.

  1. Vélez Sarsfield

Vélez merupakan tim paling luar di Buenos Aires. Berdiri pada 1910 Velez didirikan tiga pekerja kereta api: Julio Guglielmone, Martín Portillo and Nicolás Marín Moreno. Sebanyak 13 gelar liga domestik, 1 gelar Copa Libertadores, merupakan prestasi Vélez yang berkandang di Estadio José Amalfitani, yang dinamai sesuai dengan jurnalis Argentina yang juga chairman Vélez, Jose Amalfitani.

Velez memiliki 2 rivalitas derby yakni dengan Huracan dan Ferro Carril Oeste. Namun karena faktor geografis, rivalitas dengan Ferro-lah yang paling ditunggu bertajuk Clásico del Oeste. Nicolas Otamendi, Diego Simeone beserta penjaga gawang Paraguay, Jose Luis Chilavert, adalah pemain kenamaan dari Velez.

  1. All Boys

Klub yang berlaga di divisi 2 Argentina ini, berasal dari Floresta, jalur utama kereta api Buenos Aires. Sesuai dengan namanya, All Boys didirikan pemuda yang menghabiskan waktu dengan sepakbola di daerah Floresta.

Klub ini bermarkas di Estadio Islas Malvinas, klub ini lebih sering berkutat di divisi 2 Liga Argentina, meski begitu klub ini juga berjasa melahirkan pemain kenamaan Carlos Tevez, dan menjadi tempat bagi Ariel Ortega mengakhiri karir, All Boys memiliki rivalitas dengan 3 klub Buenos Aires sekaligus: Argentinos Junors (karena lokasi yang berdekatan), Nueva Chicago (kelas pekerja) dan Velez (rivalitas minor dari dunia pekerja kereta api)

  1. Argentinos Juniors

Didirikan di La Paternal sebuah daerah “Middle Class” di Buenos Aires, dengan Diego Maradona stadium sebagai markas dari Argentinos Juniors sekaligus mengukuhkan bahwa Diego Maradona sang kharsimatik Argentina merupakan produk dari Argentinos Juniors.

Selain Maradona, Argentinos Juniors dekat dengan tragedi Haymarket Riot di Chicago, dengan 6 anggota klub dipenjarakan dan dihukum gantung sehingga mendapatkan julukan “Martyr of Chicago” karenanya. Selain rivalitas dengan All Boys, tidak ada yang menghalangi Argentinos Juniors terkenal sebagai stadion paling ramah dan nyaman untuk menonton sepakbola.

  1. Ferro Carril Oeste

Sama seperti All Boys, Ferro Carril Oeste, merupakan klub yang didirikan oleh serikat pekerja kereta api di Buenos Aires pada tahun 1904. Ferro bermarkas di Ricardo Etcheverri, Caballito, sebuah daerah dengan banyak situs sejarah di Buenos Aires.

Ferro sendri menaungi banyak kegiatan olahraga. Selain sepakbola, terdapat 12 olahraga lain di bawah naungan Ferro; di antaranya futsal, basket, voli, dan atletik.

Ferro sendiri meraih puncak kesuksesan di era 80-an. Pada 1981, kiper mereka Carlos José Barisio mencatatkan rekor sebagai kiper dengan catatan tidak kebobolan terlama (1075 menit).

Kredit atas prestasi tersebut tidak lepas dari trio lini belakang yang diperkuat Héctor Cúper, Juan Domingo Rocchia, dan Oscar Garré. Ferro di tahun 1982 meraih gelar Liga (Nacional championship),  tanpa satu kalipun menelan kekalahan. Saat ini Ferro berkutat di Primera B Nacional (divisi 2).

  1. Nueva Chicago

Club Atlético Nueva Chicago berasal Mataderos bagian paling luar Buenos Aires. Nama Chicago di belakang juga menunjukkan kota asal mereka sebagai pemasok komoditas pertanian. Kota ini juga sebagai pusat dari hiburan Matador di Buenos Aires.

Kandang dari Nueva sendiri berada di Estadio Nueva Chicago dengan kapasitas 28.500 penonton. Fanatisme akan klub ini cukup besar hingga pada tahun 2007, ketika duel playoff degradasi menghadapi Tigre, berujung kerusuhan.

Di leg pertama, Tigre menang 1-0, leg kedua yang diadakan dikandang Nueva, Tigre yang sedang unggul 2-1 dikejutkan dengan ratusan supporter Nueva yang turun ke lapangan. Kericuhan pun tidak terhindarkan, hingga mengakibatkan satu orang dari supporter Tigre tewas. hukuman pengurangan 18 angka diberikan atas kejadian tersebut. Persaingan mereka dengan All boys, merupakan deby yang paling “tenang” dari seluruh derby klub di Buenos Aires.