De Klassieker (1): Perang Kultural antara Amsterdam dan Rotterdam

Foto: Goal.com

Laga De Klassieker melibatkan kesebelasan mahsyur bertensi tinggi dan penuh sejarah di negeri kincir angin. Pertandingan ini sedikit berbeda dengan beberapa partai klasik negara lain yang kebanyakan lahir akibat pandangan politik, tatanan sosial, dan sektarianisme.

Rivalitas yang mencakupi Ajax Amsterdam dengan Feyenoord Rotterdam itu lahir tidak hanya akibat tatanan sosial dan sektarianisme, juga mencakupi riak kultural dari masyarakat. Riak itu sudah muncul semenjak kawasan Amsterdam dan Rotterdam mendapat status kota dari Pemerintah Kerajaan Belanda pada abad ke-13.

Kedua kota itu mewakili dua kutub berbeda meski lokasi cukup berdekatan. Amsterdam merupakan bagian dari kawasan utara dan Rotterdam dari selatan yang menjadi dua kota terbesar di Belanda. Amsterdam sebagai kota terpadat di negara tersebut karena dihuni sekitar 848.861 penduduk.

Sementara Rotterdam di peringkat kedua terpadat dengan dihuni sekitar 638.221 penduduk. Tidak hanya perbedaan kutub, jauh sebelum Ajax dan Feyenoord lahir, masing-masing wilayah kota itu tumbuh dan berkembang dengan kultur yang berlainan.

Rotterdam banyak dihuni kelas pekerja karena menjadi salah satu kota pelabuhan dan pusat industri terbesar paling sibuk di dunia. Dijejali oleh kaum pekerja yang datang dari penjuru negeri untuk bekerja sebagai buruh pelabuhan, kelasi kapal dan lain sebagainya.

Di Rotterdam Selatan, pernah terdapat kanal dermaga bersejarah yang tangguh sejak abad ke-14. Bahkan sampai saat ini pun Rotterdam memiliki kontainer paling canggih di dunia. Kendati demikian, Rotterdam tidak dianggap memiliki kanal bersejarah karena bangunan bersejarah itu hancur karena diserang bom saat Perang Dunia II.

Kejadian itulah yang membuat orang-orang meninggalkan Rotterdam selama kurun waktu tersebut. Salah satunya menuju ke Amsterdam yang kemudian memiliki kanal penghubung dengan kota-kota lain. Kanal itu istimewa karena mencakup 90 pulau yang dihubungkan sekitar 1.500 jembatan.

Alhasil, bisnis pelabuhan pun menjadi persaingan yang berlangsung selama berabad-abad antara Amsterdam dengan Rotterdam. Sementara masyarakat Rotterdam yang tersisa harus bekerja keras dan berjuang mengembangkan kanal dan kotanya dengan arsitektur modern setelah dibom.

Buktinya, Stadion De Kuip yang menjadi kandang Feyenoord pun dibangun melalui program bantuan yang melibatkan para pengangguran bekas pekerja di luar gudang pada 1930-an. Rotterdam pun terus mebangun arsitektur modern dan menarik, seperti Stasiun Kereta Api Rotterdam Central.

Kota itu berupaya memberikan kenyamanan bagi para turis melalui transportasi kota. Di sana juga terus melakukan pembaharuan bagi penghuninya melalui harga perumahan yang lebih terjangku dibandingkan di Amsterdam. Tapi lagi-lagi, Rotterdam tidak pernah dianggap sebagai kota wisata layaknya Amsterdam.

Sampai-sampai media New York Times memberikan penghargaan kepada Amsterdam sebgai 10 kota yang wajib dikunjungi pada 2014. Padahal di Rotterdam pun sering diadakan acara internasional bergengsi sseperti Marathon Rotterdam, North Sea Jazz Festival, International Film Festival Rotterdam, Summer Carnival Street Parade dan lainnya.

Tapi Amsterdam memiliki daerah pelacuran yang menjadi daya tarik lain bagi para turis. Kota itu memang terkenal memiliki sensasi secara kultural, kebebasan dan jejak finansial yang baik karena menjadi pusat pengatur ekonomi Belanda. Maka dari itu Amsterdam juga merupakan kota metropoolis yang paling kosmopolitan di Belanda.

Di sana juga terkenal dengan budaya yang menghasilkan seniman dan aktor. Amsterdam lebih identik sebagai pusat kesenian di tanah Belanda yang menarik perhatian banyak orang, khususnya seniman, untuk berduyun-duyun mendatangi dan tinggal di kota ini guna mengasah dan mengembangkan kemampuan mereka.

Hal ini yang membuat Amsterdam adalah cerminan sebagai kota pesta, artistik, dan kebebasan, di Belanda. Sementara Rotterdam adalah utilitarian dan berpikir praktis dari pabrik-pabrik di Belanda dengan etos kerja yang tinggi. Kebanggaan etos kerja itu yang sering dibandingkan dengan kesombongan Amsterdam yang mendapat warisan dari kaum yahudi kaya, borjuis dan emosional.

Melahirkan masyarakat Rotterdam memiliki istilah “ketika Amsterdam masih bermimpi, Rotterdam sudah sibuk bekerja”. Atau dalam kalimat yang lain, kira-kira yaitu “Uang dicari di Rotterdam, dibuang di toilet-toilet Amsterdam,”.

Tapi Rotterdam sering ditempatakan sebagai kota yang kurang menguntungkan dibandingkan Amstedam. Alasan tersebut membuat Amsterdam dianggap sebagai kota yang lebih aman daripada Rotterdam. Padahal faktanya, Amsterdam adalah kota paling tidak aman di Belanda jika dilihat dari statistik yang dibuat pada 2014.

Kondisi kultur dengan corak berbeda-beda itulah yang lantas menjadi ciri khas Ajax maupun Feyenoord sejak berdiri pertama kali. Dibarengi oleh gengsi dari masyarakat masing-masing kota yang meyakini bahwa mereka lebih baik ketimbang yang lain, tak terkecuali dalam sepakbola.

Situs Football-Derbies menganggap bahwa De Klassieker merupakan pertandingan antar kota terpanas ketiga di dunia. Sementara majalah World Soccer menilai bahwa De Klassieker merupakan permusuhan tertinggi kelima di dunia. Penilaian Football Derbies dan World Soccer tidak berlebihan karena selalu ada dendam dan pengkhianatan di De Klassieker.