Derbi Eternal Kroasia (1): Antara Dominasi Kekayaan Menghadapi Perjuangan

Foto: Fansceeeu

Lautan suar merah telah dinyalakan di kandang sendiri jelang satu jam pertandingan. Benda itu memang dilarang secara resmi, tapi mereka mampu menyelundupkannya ke dalam stadion. Baik itu melalui celana maupun lengan bajunya sehingga lapangan dan tribun stadion diliputi asap ketika suar merah dinyalakan.

Kemudian mereka bersorak dari tribun seperti prajurit sedang berperang. Mungkin tidak ada yang bertindak di luar kebiasaan seperti ini. Ya, selamat datang di Derby Eternal Kroasia. Persaingan antara Dinamo Zagreb dengan Hajduk Split ini adalah salah satu pertandingan dengan dendam paling sengit di Eropa.

Ini adalah derbi abadi sepakbola Kroasia yang selalu penuh ketegangan dan tidak mempermasalahkan posisi tangga klasemen. Sebab kedua klub ini memiliki filosofi, sistem dan nilai yang berbeda. Media Daily Mail menempatkan Derbi Eternal Kroasia di dalam 50 rival sepakbola terbesar sepanjang masa pada September 2009.

Persaingan dilacak ke tahun 1920-an saat Zagreb masih bernama HSK Gradanski dan Split sering bentrok dalam kejuaraan sepakbola Kerajaan Yugoslavia. Telah ada sekitar 200 lebih Derby Eternal Kroasia yang resmi dimainkan sejak pertandingan resmi pertama mereka pada 1946.

Dalam kompetisi Kroasia, berbagai format telah digunakan. Termasuk empat putaran dan piala satu leg serta piala super. Artinya, ada empat hingga enam pertandingan derbi di setiap musimnya. Sejak kejuaraan Yugoslavia dirikan pada 1946, kedua klub ini menghabiskan seluruh keberadaannya di sepakbola papan atas.

Zagreb dan Split adalah anggota yang disebut empat besar selain Red Star Belgrade dan Partizan Belgrade. Ini berlangsung sampai Kroasia menyatakan kemerdekaan dari Yugoslavia pada 1991, sehingga klub mulai bersaing di Prva HNL yang musim pertamanya dimainkan pada 1992.

Bahkan Split merupakan kekuatan nyata yang harus diperhitungkan di Eropa saat itu. Mereka mampu mencapai perempat final Liga Champions 1995. Sejak itu jugalah Zagreb dan Split memenangkan 25 dari 27 gelar kejuaraan Kroasia serta 21 dari 27 Kroasia. Piala-piala yang sejauh ini menjadikan mereka klub sepakbola paling sukses di Kroasia.

Diperuncing Zdravko Mamic

Namun sejak 2005, gelar sulit didapatkan Split. Sejak itu juga kejatuhan Split bertepatan dengan terpilihnya Zdravko Mamic menjadi Kepala Eksekutif Zagreb. Di bawah masa jabatan Mamic, Zagreb lebih stabil secara finansial. Anggaran tahunan mereka lebih besar dibandingkan semua kesebelasan Kroasia lainnya.

Zagreb juga sering bermain di Liga Champions atau Liga Eropa meskipun tanpa menuai banyak keberhasilan. Mereka juga menjual pemain-pemain dengan harga yang diimpikan kesebelasan Kroasia lainnya. Contohnya Zagreb mendapatkan uang lebih dari 50 juta euro dari penjualan Eduardo da Silva, Luka Modric, Mario Mandzukic dan Mateo Kovacic.

Sebagai perbandingan, uang sebanyak itu mungkin bisa melunasi semua utang dan mengamankan bisnis Split untuk beberapa tahun ke depan. Tapi Zagreb justru bisa mendapatkan pendapatan tiga kali lipat lebih banyak daripada Split atas penjualan pemain dan hadiah dari UEFA.

Terlebih lagi, Mamic mendapatkan keuntungan pribadi yang sangat besar atas penjualan pemain-pemain utama di setiap tahunnya. Ia memiliki kontrak dengan beberapa orang pengembang bakat untuk mengikat berbagai pendapatan masa depan pemain. Salah satunya adalah Modric.

Ia harus menyerahkan 20 persen gajinya kepada Mamic selama menjadi pemain profesional. Artinya, gelandang Real Madrid itu harus setor sekitar 900.000 euro per tahun. Bahkan, Mamic memiliki kontrak yang sama dengan 14 pemain lainnya. Zoran Mamic yang merupakan saudaranya pun berperan ganda sebagai Direktur Olahraga sekaligus Pelatih Kepala dari 2013 sampai 2016.

Selain itu, Mamic juga dikabarkan sering menghina wartawan dan pendukung Zagreb. Tanpa malu-malu menggambarkan dirinya sebagai martir dan memperlakukan anggota klub yang tidak sependapat dijadikan sebagai musuh sehingga mengakibatkan keterasingan. Mamic juga disinyalir menyebarkan pengaruhnya kepada federasi sepakbola Kroasia dan organisasi wasit.

Seperti tangkisan tangan Sime Vrsaljko di dalam kotak penalti Zagreb mengotori pertandingan Derbi Eternal Kroasia pada 2013 lalu. Tapi wasit seolah tidak melihatnya dan hanya memberikan tendangan sudut kepada Split. Tangan Vrsaljko pun dianggap tangan setan oleh para pendukung Split.

Mereka merasa ditipu dan tidak bisa tidak melihat tragedi ini jauh dari dugaan pengaruh besar Mamick kepada organisasi wasit. Sementara para pendukung Zagreb menikmatinya sebagai ejekan untuk saingan mereka itu. Terlebih mereka merasa sudah wajar apabila pendukung Split mengomel tentang hal itu dan memang ada yang salah dalam kesebelasannya.

Pemerintah pun menutup-nutupinya sehingga menjadi jelas bahwa Zagreb harus mengadakan pemilihan bebas saat itu. Tapi alih-alih itu dijalankan Mamic sebagai bisnis keluarga yang dibantu pengacaranya untuk melakukan tipu daya birokrasi sehingga mencegah pemilihan bebas bagi dewan dan mempertahankan status quo.

Kubu Split mengajukan keluhan resmi kepada Badan Nasional untuk melindungi persaingan pasar. Diduga bagaimana Zagreb telah membentuk kartel dan mendesak lembaga tersebut untuk mengambil tindakan. Alhasil, Zagreb dalam hal olahraga terus lebih baik daripada Split selama beberapa tahun terakhir.

Zagreb lebih kaya dan istimewa sehingga menjadi bagian dari sejarah Kroasia baru. Zagreb memiliki semua uang yang mereka butuhkan, tapi pejabat utama mereka menjauhkan diri dari suporter sehingga muncul rasa saling benci.

Antara Si Miskin Lawan Si Kaya

Dominasi Zagreb telah menjadi semacam lelucon buruk dengan melakukan transfer jutaan dan mengikat jatah di Champions. Sementara Split berjuang untuk bertahan hidup. Beberapa upah pun belum dibayarkan selama berbulan-bulan dan klub terancam gulung tikar.

Tapi Split adalah demokrasi bagi kediktatoran Zagreb yang tidak diragukan lagi terasa berlebihan, tetapi ada banyak kebenaran di dalamnya. Meskipun di luar faktor Mamic, Split menyalahkan diri sendiri untuk hasil yang buruk di dalam maupun luar lapangan beberapa tahun terakhir.

Mantan dewan direksi memiliki utang besar, sehingga tidak berhasil mengejar ketertinggalan dari Zagreb. Split terpaksa membiarkan banyak pemain pergi secara gratis atau harga yang murah hanya untuk bertahan hidup.

“Aku adalah anak dari Split. Impian anak-anak di Split adalah bermain untuk Hajduk. Tidak ada yang benar-benar berani bermimpi lebih dari itu,” aku Ante Palaversa, mantan pemain Split seperti dikutip dari Inews.

Split adalah perusahaan saham gabungan, tetapi tidak terdaftar di saham publik. Mayoritas sahamnya dimiliki City of Split. Beberapa oleh perusahaan lokal, pengusaha dan sisanya milik anggota. Sebagian besar pendukungnya hanya mampu membeli satu saham.

Lebih dari 25 persen saham terletak pada pendukung perorangan yang menurunkannya dari generasi ke generasi dengan rancana untuk meningkat melampaui mayoritas 50 persen.

Torcida, kelompok pendukung tertua terorganisir di Eropa yang didirikan sejak 1950, bukanlah ultras atau firm biasa. Pada dasarnya ini adalah gerakan populer. Mereka mengruaikan serangkaian aturan yang menentukan kriteria dan harus dipenuhi oleh setiap anggota dewan.

Diperjuangkan selama dua tahun sebelum berhasil membuat diterima dalam undang-undang klub. Dewan yang baru, dipilih oleh anggota dan termasuk perwakilan dari pendukung biasa. Split mulai menerapkan langkah-langkah penghematan ketat ini untuk menyelamatkan klub dari kebangkrutan.

Split juga menjalani sejumlah kontrak pemasaran kecil dengan perusahaan-perusahaan lokal. Bahkan mereka memutuskan untuk menolak tawaran dari konsorium Amerika Serikat yang ingin membeli mayoritas saham. Split lebih memilih untuk menaruh kepercayaan kepada para dewan yang dipilih secara demokratis yang misinya adalah untuk mengkonsolidasikan klub dan meningkatkan nilai pasar.

Klub pun mulai pulih dan tumbuh secara organik sehingga mampu mengurangi hutang. Saat ini, memiliki 2.000 pemegang tiket musiman yang lebih banyak daripada rata-rata kehadiran pendukung Zagreb. Tetapi uang tetap dapat membeli kekuasaan. Split sudah 14 tahun tanpa gelar liga dan enam tahun tanpa gelar Piala Kroasia.

Zagreb menjadi semakin dominan karena telah memenangkan 12 dari 13 gelar terakhir. Dulu, Eternal Derby Kroasia ini merupakan persaingan antara Selatan melawan Utara. Provinsi melawan ibu Kota yang klasik. Sekarang lebih dari itu. Ini adalah bentrokan antara si miskin dan si kaya. Kebebasan melawan kesombongan.

Sumber: BBC, Bleacher Reports, Goalsantimunez.fandom, Total Croatia Football, Wiki Visually, World Soccer