Derbi Fla-Flu (1): Dilatarbelakangi Hasrat Pembangkangan

Bagi kita yang menyukai sepakbola sebagai olahraga, bersuka ria dalam semangat sebuah kesebelasan. Atau terpikat oleh suasana pertandingan dan membiarkan emosi kita menjadi liar dalam ketidakpastian, pasti pernah mendengar sebuah negara bernama Brasil.

Tentu di negara ini kita berbicara tentang sepakbola. Meskipun semua berbicara tentang Inggris sebagai tempat kelahiran sepakbola. Tapi ketika Piala Dunia 2014 diadakan di Brasil, ada perasaan nyata bahwa sepakbola berada di tempat yang seharusnya.

Di antara mereka yang secara religius mengikuti dan mendedikasikan hidupnya untuk Sepakbola. Di Brasil, sepakbola adalah kehidupan. Bagian integral dari budaya, kejadian sehari-hari dan tidak bisa menghindarinya. Baik itu ketika berjalan-jalan di sekitar jalanan, pantai, bar, restoran, atau bakan di dalam taksi.

Intinya, tidak bisa pergi satu menit pun tanpa kemunculan sepakbola dalam kapasistas tertentu. Sebagai seorang yang cukup beruntung adalah berada di kota Rio de Janeiro. Kota ini adalah bagian dari furnitur di dalam dunia tersebut dan tidak bisa dihindari. Ada empat klub besar di Rio, yaitu Botafogo, Flamengo, Fluminense dan Vasco da Gama.

Flamengo dengan Vasco memang menyimpan dendam terbesar. Faktanya, ada satu pertandingan derbi yang memiliki semangat dan intesitas tinggi antara Flamengo dengan Fluminense dalam derbi yang dikenal dengan Fla-Flu.

Pertandingan bernama derbi Fla-Flu itu identik dengan sentimen sosial yang selalu membara dari sejarahnya di Kota Rio. Kota itu merupakan area pelabuhan yang bisa menjadi representasi sosial antara si miskin dan kaya maupun mayoritas kulit putih dan hitam di Brasil sejak zaman dahulu. Orang kulit hitam bisa terpandang di Rio asal kaya raya dan punya kekuasaan di berbagai bidang.

Pertarungan antara kelas sosial itulah yang membuat Rio identik dengankriminalitas dan menjadi sarang komplotan kejahatan di kawasan Amerika Selatan. Mulai dari perdagangan narkotika, senjata api, hingga prostitusi. Di kota terbesar Brasil itu juga didirikan Fluminense pada 1902 oleh para bangsaawan Rio.

Tempat pertandingan kesebelasan tertua di Brasil itu pun kerap dijadikan ajang berkumpul saling pamer kekayaan para bangsawan. Mulai dari busana, asesoris emas, wanita, cerutu dan roko bermerk lainnya. Tapi perselisihan internal, membuat beberapa orang dari petinggi Fluminense mengundurkan diri dan membuat klub olahraga Flamengo yang dipimpin Domingos Maruqes de Azevedo.

Pembelotan ke Flamengo itu diikuti 11 pemain Fluminense termasuk kaptennya pada beberapa waktu kemudian sehingga bisa mendirikan klub sepakbola resmi pada 1911. Sebelumnya, Flamengo cuma punya klub olahraga dayung. Pembelotan para pemain sepakbola itulah puncak berangnya Fluminense dan persaingannya dengan Flamengo, dimulai dari sini.

Pusat Kerumunan di Stadion Maracana

Pertemuan pertama Derby Fla-flu pada 7 Juli 1912 yang berakhir kemenangan Fluminense dengan skor 3-2. Sejak pertandingan itulah pertemuan Flamengo dengan Fluminense memiliki nama Derbi Fla-Flu yang diciptakan oleh jurnalis olahraga bernama Mario Filho.

Ia juga salah satu orang yang memberikan nama Stadion Maracana juga sebagai simbol kebesaran persaingan di sepakbola Brasil. Maracana bukan hanya sebuah stadion, ini adalah yang terbaik. Salah satu stadion sepakbola terbesar di dunia. Tempat itu sendiri seperti menuntut tontonan dua persaingan hebat ke dalam sarang singa dengan harapan yang benar-benar istimewa. Salah satunya karena selalu hidup ketika menjadi tuan rumah Derbi Fla-Flu.

Pertandingan itu bisa mengundang hampir 195 ribu orang pada 1963 di Stadion Maracana. Meskipun mereka menghadiri derbi yang berakhir tanpa gol pada laga tersebut. Angka penonton yang mengejutkan dan tidak pernah terulang hingga saat ini. Angka yang hanya bisa dilakukan oleh Derbi Fla-Flu.

Maracana sudah menjadi rumah masing-masing kesebelasan ini selama lebih dari 50 tahun. Sebanyak 80.000 penonton berduyun-duyun ke tempat yang begitu dikenali. Membawa serta suasana seperti festival di mana jalanan telah dikotori. Berjalan melalui jalan-jalan di Laranjeiras atau melintasi Kota Rio. Di mana akan diberikan kesan dukungan abadi.

“Pada tahun 1963, saya datang untuk menonton Derbi Fla-Flu dan 177.000 penonton berada di sana. Sebuah rekor untuk pertandingan sebuah klub. Saya juga ingat ketika keluar dari koridor ke stadion dan terkesan oleh warna-warni di sana,” celoteh Zico, mantan pemain Brasil, seperti dikutip These Football Themes.

Di sana menjadi rumah spiritual sepakbola Brasil yang selalu dibanjiri bendera, spanduk dan kembang api untuk merayakan sebuah pertandingan. Jumlah penonton banyak dan penuh sesak itu juga yang membuat Derbi Fla-Flu dilabeli The Derby of the Crowds (Derbi dari Kerumunan).