Pertandingan derbi di Kota Milan dikenal dengan nama Derby della Madonnina. Disebut demikian karena menghormati kepada salah satu tempat wisata di Kota Milan yang terdapat patung Bunda Maria. Patung yang berdiri di atas duomo itu sering disebut Madonnina atau berarti Madonna Kecil.
Di kota itu juga Alfred Edwards dan lainnya mendirikan Milan Cricket and Football Club pada 13 Desember 1899. Edwards memerintahkan Edward Berra mengelola kriket dan David Allison di bagian sepakbola. Trofi pertama klub itu adalah Medali Raja pada Januari 1900 dan tiga liga nasional pada 1901, 1906, dan 1907.
Kemudian masalah datang karena perekrutan pemain asing sehingga menyebabkan perpecahan internal. Sekelompok orang Italia dan Swiss tidak senang dengan dominasi Italia di Milan, sehingga memisahkan diri yang mengarah kepada terciptanya Football Club Internazionale pada 9 Maret 1908.
Nama klub itu merupakan asal dari keinginan para anggota pendiri untuk menerima penggabungan pemain Italia dengan asing. Pertandingan derbi pertama antara dua rival di Kota Milan itu diadakan pada 18 Oktober 1908 dalam final Piala Chiasso di Canton Ticino, Swiss. Laga itu dimenangkan Milan dengan skor 2-1.
Cermin Kemewahan dan Glamornya Sepakbola Italia
Inter dipandang sebagai klub yang didukung kalangan borjuis di Kota Milan pada masa lalu. Sementara Milan mengacu pada dukungan dari kelas-kelas pekerja. Diceritakan bahwa pendukung Inter menunjukan kemewahannya melalui kendaraan pribadinya saat menonton pertandingan ke stadion kandang mereka. Di sisi lain, pendukung Milan lebih memilih transportasi umum untuk pergi ke stadion.
Pertandingan Derby della Madonnina setidaknya disenggelarakan dua kali di setiap tahunnya. Mulai dari laga-laga persahabatan, Serie-A, Coppa Italia, Super Coppa Italia, dan bahkan meluas ke Piala Eropa (nama lampau Liga Champions) pada zaman dahulu. Pada 1960-an, Derby della Madonnina menonjolkan pemain bintang besar sepakbola Italia masing-masing. Sandro Mazzola adalah salah satu pemain yang paling mewakili Inter pada waktu itu. Sementara Milan memiliki Gianni Rivera yang dijuluki anak emas karena bakatnya.
Era ini mulai memperlihatkan derbi dengan pemain brilian yang tentu saja meningkatkan persaingan antara keduanya. Pada saat itu juga Milan memenangkan Piala Eropa pada 1962/1963 dan Inter sukses pada dua tahun berikutnya secara beruntun. Milan kembali memenangkan gelar Piala Eropa pada 1968/1960. Selama periode sukses kedua tim itu, Milan dilatih Nereo Rocco dan Inter oleh Helenio Herrera.
Keduanya sama-sama melatih banyak pemain terkenal di Italia dan dunia. Tapi persaingan Milan dengan Inter berlanjut ke skuat Tim Nasional Italia, di mana dua pemain dari klub masing-masing tidak sering bermain bersama. Salah satunya pada pertandingan penting melawan Brasil pada final Piala Dunia 1970 di Meksiko.
Rivera harus kehilangan perannya sebagai pemain inti karena digeser Mazzola. Rivera baru dimainkan pada menit 84 ketika Italia sudah tertinggal jauh dan skor berakhir 4-1 untuk kemenangan Brasil. Sementara itu, sejak akhir 1980-an, Milan sering dipuji sebagai tim besar yang pernah ada di dunia.
Berawal dari juara Piala Eropa 1989 pimpinan Arrigo Sacchi yang berisi pemain-pemain legendaris seperti Frank Rijkaard, Marco van Basten, Ruud Gullit, hingga produk lokalnya, yaitu Paolo Maldini. Milan mendominasi kompetisi domestik maupun internasional dengan merebut empat gelar liga dan tiga Piala Eropa. Sementara Inter cuma puas menjadi runner-up Piala Eropa 1992/1993 dan dua Piala UEFA.
Tapi di sisi lain, Derby della Madonnina merupakan salah satu tontonan terbaik pada era 90-an. Derby della Madonnina cermin kemewahan dan glamornya sepakbola Italia pada kurun waktu tersebut. Di masanya, laga ini menjadi tempat pertarungan para bintang sepakbola kelas dunia. Selain aksi memukai pesepakbola, juga menyuguhkan drama.
“Derbi selalu menjadi pertandingan spesial. Siapa yang favorit biasanya kalah,” cetus Sinisa Mihajlovic seperti dikutip dari Calcio Mercato.
Flare yang Menyala di Pundak Nelson Dida
Biasanya, pertandingan menciptakan suasana yang hidup atas banyaknya lontaran kalimat melalui spanduk raksasa sebelum pertandingan dimulai. Nyala flare umumnya hadir dan ikut berkontribusi kepada tontonan Derby della Madonnina. Tapi terkadang flare menyebabkan masalah, termasuk ketika perempat final Liga Champios yang terjadi pada 12 April 2005. Flare dilemparkan pendukung Inter sehingga mengenahi bahu Nelson Dida, kiper Milan saat itu.
Pendukung Inter protes karena gol Esteban Cambiasso, gelandang Inter waktu itu, dianulir pada menit ke-70. Markus Merk selaku wasit yang memimpin telah menganggap terjadi pelanggaran kepada Dida ketika menyambut bola dari tendangan sudut. Keputusan itu memicu pelemparan botol, flare dan pembakaran di tribun stadion. Sampai pada akhirnya pertandingan diberhentikan pada menit ke-73 dalam kedudukan 1-0 untuk Milan.
Merk menginstruksikan seluruh pemain untuk meninggalkan lapangan dan mengalami penundaan dalam waktu cukup panjang. Sampai pada akhirnya pertandingan dihentikan setelah adanya dialog ketika melihat situasi di stadion. Inter pun harus didenda 132 ribu euro oleh UEFA dan bermain empat pertandingan kompetisi Eropa berikutnya tanpa penonton. Sementara Milan dianugrahi kemenangan yang membuat lolos ke semi final melawan PSV Eindhoven.
Sementara penantian panjang Inter untuk mendapatkan gelar Serie-A sejak 1989 pun akhirnya tiba pada musim 2005/2006 setelah skandal Calciopoli melucuti Juventus. Setelah Juventus terdegradasi, Inter lanjut memenangkan gelar Serie-A 2006/2007. Di sisi lain, Milan yang juga terkena hukuman skandal calciopoli (pengurangan poin tapi tidak degradasi) harus memulai musim dengan poin negatif.
Kendati demikian, Milan berhasil merebut Piala Eropa yang ketujuh ketika mengalahkan Liverpool di Athena pada musim tersebut. Ketika Liga Italia pulih dari skandal pengaturan pertandingan, Inter terus mendominasi sampai akhirnya memenangkan treble winner pada musim 2009/2010. Satu musim kemudian, Milan berbenah dengan membeli beberapa pemain berkualitas termasuk Zlatan Ibrahimovic dari Barcelona sehingga berhasil kembali merebut scudetto.
Berharap Masa Lalu Kembali
Awal 2010-an tampak menjadi akhir kejayaan dua kesebelasan asal Kota Milan ini. Setelah itu, Milan dan Inter tertampar masalah finansial yang membuat menurunnya kualitas Derby della Madonnina. Masalah finansial berujung dengan hilangnya pemain-pemain kelas dunia di masing-masing kesebelasannya. Kualitas skuat Milan dan Inter berganti dengan pemain-pemain muda dan bintang buangan dari kesebelasan besar liga lain.
Nasib mereka seolah mencerminkan kutukan dari kesombongan dua klub raksasa Kota Milan di masa lampau. Sampai sekarang, mereka tetap adu gengsi sambil berharap kegemilangan masa lampau kembali pada waktu yang akan datang. Sejak 2012, kedua tim Milan tertinggal di belakang Juventus di Serie-A. Bahkan tertinggal dari AS Roma dan Napoli pada klasemen setiap musimnya. Gelar terakhir Milan adalah Super Copa Italia 2016.
Kendati demikian, Derby della Madonnina berusaha tetap panas dalam setiap pertemuannya. Sebanyak 78 ribu tiket Derby della Madonnina dijual dari total 80 ribu kapasitas penonton. Hanya 2 ribu yang disisakan sebagai standar keamanan sepakbola Eropa. Inter yang berstatus menjadi tuan rumah, sebanyak 70 persen tiket secara kotor dijual untuk pendukungnya. Meski begitu, Milan tetap bisa mengamankan Curva Sud untuk para pedukungnya pada pertandingan Derby della Madonnina terakhir pada 22 Oktober lalu.
Mauro Icardi, penyerang Inter, pun selalu berambisi untuk menjebol gawang Milan pada Derby della Madonnina. “Kami berharap merebut tiga poin melawan AC Milan. Kami melakukannya degnan sangat baik saat musim lalu dan kami berharap dapat melakukan hal yang sama dalam musim ini. Saya harus mencetak gol, saya harus selalu siap untuk mencetak gol,” katanya kepada Inter Channel.
Hal itu juga yang membuat Luciano Spalletti, Pelatih Inter, tidak mempedulikan pertemuannya dengan Barcelona pada Liga Champions musim ini. Hal itu karena akan menjalani Derby della Madonnina terlebih dahulu. “Kami hanya memikirkan Milan. Setelah itu, kami bisa mulai memikirkan Barcelona. Rossonerri adalah lawan yang tangguh, memainkan sepakbola dengan bagus dan merengkuh sejumlah poin dalam beberapa laga terakhir,” Kata Spalletti seperti dikutip dari Sky Sport Italia.
Ambisi Icardi dan pengorbanan Spalletti akhirnya tidak sia-sia. Sebab gol tunggal Icardi yang terjadi pada tambahan waktu babak kedua, memenangkan Inter atas Milan dengan skor 1-0. Sekaligus membuat Icardi lebih unggul daripada penyerang Milan yang sama-sama berasal dari Argentina, yaitu Gonzalo Higuain.