Derby Merseyside (1): Tentang Rival yang Bersahabat

Foto: FC Naija

Terlepas dari posisi di liga, Everton menghadapi Liverpool tetap menjadi salah satu pertandingan terbesar dan paling ditunggu-tunggu di Inggris. Sebab persaingan bernama Derbi Merseyside itu tidak seperti yang lain. Pertandingan itu sendiri sudah dikenal dengan beberapa nama.

Awalnya disebut City of Liverpool Derby dan banyak juga yang menyebutnya Derby Lancaster. Kemudian menjadi Derby Merseyside. Terlepas dari kenyataan bahwa daerah Merseyside tidak didirikan sampai pertengahan 1970-an, istilah Derby Merseyside sebenarnya sudah ada sebelum 20 tahun lalu.

Ini adalah pertandingan yang dimainkan antara dua kesebelasan yang halaman stadionnya cuma terpisah satu mil saja. Tapi Derby Merseyside dilahirkan oleh uang dan gengsi. Awalnya, hanya ada Everton di Kota Liverpool dan Stadion Anfield.

Perselisihan yang Disulut John Houlding

Para pendiri Everton berasal dari Gereja Metodis Everton Santo Dominggus pada 1878. Mereka hanya punya satu tujuan, yaitu supaya para jemaatnya bisa berolahraga setiap tahun selain kriket di musim panas. Hal itulah yang membuat Everton membutuhkan Stadion Anfield karena bisa menampung belasan ribu penonton di setiap laganya.

Setelah sempat dua kali pindah kandang, akhirnya Anfield menjadi kandang yang pas untuk Everton. Maka dari itu sebenarnya kesebelasan berjuluk The Toffes itu adalah penyewa asli Anfield sampai 1892. Sebab John Houlding yang duduk di jajaran direksi Everton merupakan kawan dekat pemilik Anfield, yaitu John Orell.

Holding juga adalah salah satu orang paling berpengaruh di kota Liverpool pada paruh kedua abad ke-19. Selain berkecimpung di sepakbola, ia merangkap sebagai pengusaha dan politikus. Di tangan Houlding, uang, agama, dan gengsi, menjadi bahan bakar untuk menyulut api perseteruan.

Disulut sejak Houlding membeli Stadion Anfield dari Orell setelah selesai renovasi pada 1885, Houlding pun meminta uang sewa makin tinggi kepada Everton yang sudah berkandang di sana selama delapan tahun. Selain itu, dia juga memaksa para pemain Everton untuk menggunakan Sandon Hotel yang dimilikinya untuk menjadi tempat mengganti pakaian dan harus dibayar.

Sosok politikus konservatifnya pun membuat friksi terus terjadi. Sebab, kebanyakan dari Everton adalah orang-orang liberal. Akhirnya, Everton memutuskan untuk angkat kaki dari Anfield. Mereka terpaksa pindah melintasi Stanley Park dan menemukan Goodison Park.

Everton pun membeli tanah Goodison Park sehingga menjadi kandang mereka sejak 1892 sampai saat ini. Houlding yang serakah pun tak mau kalah dengan kehilangan Everton sehingga mendirikan klub sepakbola baru bernama Liverpool Football Club.

Tapi dalam perkembangannya, Liverpool justru lebih perkasa dibanding Everton. Meskipun tidak akan ada Liverpool tanpa Everton. Sebab Derby Merseyside adalah pertandingan yang mungkin tidak akan pernah terjadi, seandainya tidak ada perselishan antara Everton dengan Houlding.

Kedua klub itu lahir dari rahim yang sama tapi berasal dari benih berbeda. Jika Everton lahir dari kesederhanaan, Liverpool lahir dari ketamakan dan amarah.

Mengapa Derby Merseyside Berbeda?

Hal utama yang membedakan Derby Merseyside dari yang lainnya adalah hubungan antara para pendukungnya masing-masing. Ini benar-benar unik, seperti kota yang sedang menggelar sebuah karnaval. Ini adalah pertandingan dan memang persaingan yang terlepas dari apapun yang mungkin bisa terjadi di sepakbola.

Derbi Merseyside dibangun berdasarkan rasa hormat di antara para pendukungnya. Sementara di sebagian besar kota-kota lain di Inggris, satu keluarga akan mendukung satu klub sepakbola saja. Kesetiaan kepada klub akan diturunkan dari generasi ke generasi dan tidak akan goyah.

Tapi itu tidak terjadi di Kota Liverpool. Di sana, tidak akan terlihat adegan panas di tribun seperti Derbi Manchester, Derbi London Utara, Derbi Glasgow atau yang lainnya. Sebab akan terlihat pendukung lawan duduk satu sama lain di dalam satu tribun.

Atau akan diperlihatkan seorang pendukung muda dari satu klub membantu pendukung tua rivalnya untuk duduk di kursinya. Di sana, setiap jalan dan wilayahnya, akan ditemukan serangkaian saudara lelaki yang kesetiaan kepada kesebelasan sepakbolanya beragam.

Satu akan mendukung Everton, dan yang lainnya adala Liverpool. Atau bisa ditemukan suami dan istri berjalan bersama dengan balutan syal merah dan biru atau sebaliknya. Hari derbi di Kota Liverpool adalah acara khusus dan akan banyak melihat satu keluarga bepergian ke pertandingan bersama-sama.

Seperti halnya keluarga, akan terlihat juga sekelompok kawan berjalan menuju pertandingan bersama. Tidak ada kebutuhan nyata bagi polisi untuk berada di lokasi. Mereka akan masuk ke stadion dan duduk bersama. Sebagian bewarna merah dan bewarna biru.

Label derbi yang bersahabat ini juga berasal dari fakta bahwa sebuah keluarga akan dibagi antara Everton dan Liverpool. Ada sahabat masa kecil, sahabat sekarang dan saudara-saudara lainnya akan menempati diri berada di sisi berlawanan kepada si merah atau si biru.

Jadi mengapa ada respek yang mendarah daging seperti itu? Sepakbola adalah bagian dari budaya kota Liverpool. Ini adalah bagian dari apa yang telah membentuk kota itu, besama dengan musik, menjadi salah satu kota paling unik di Inggris.

Selama lebih dari seabad, orang-orang di Kota Liverpool telah menceburkan diri dalam kecintaan mereka kepada sepakbola. Banyak yang telah membentuk kehidupan mereka mengikuti klub sepakbola, baik merah atau biru, meskipun itu berlaku di seluruh Inggris dan juga Eropa.

Apa yang membaut Derby Merseyside berebda dari begitu banyak yang lainnnya adalah tidak ada perbedaan politik atau sosial antara kedua klub. Juga tidak ada jarak geografis yang besar antara klub ini. Tidak ada perbedaan agama di antara para pendukungnya.

Meskipun ada, tidak sesektarianisme di Glasgow. Tidak ada perselisihan seperti yang terjadi di Manchester. Pada 1980-an, ketika pemerintahan dipimpin Margareth Thatcher dan kebijakanya melumpuhkan kota-kota utara di Inggris yang bergantung pada insutri untuk lapangan pekerjaan, sepakbola menjadi semacam tempat perlindungan.

Itu adalah pelarian dari kenyataan dan depresi dan selama 1980-an, itu adalah pelarian yan fantastis. Jika bukan karena larangan klub Inggris karena tragedi Stadion Heysel, Everton juga bisa memasuki Piala Eropa 1987/1988 sebagai salah satu favorit.

Generasi pendukung sepakbola tumbuh selama era itu dan sementara, hubungan antar klub dan pendukungnya sangat menegangkan ketika mengikuti tragedi Heysel. Tapi selalu ada rasa saling menghormati prestasinya masing-masing. Rasa hormat dan hubungan yang tetap menonjol hingga saat ini.

Rasa hormat juga akan tetap mengalir antara kedua pendukung mereka karena tragedi Hillsborough. Para pendukung Everton juga kehilangan teman dan orang-orang terkasih dalam tragedi itu. Mereka juga mengalami kesedihan yang mencengkram kota itu secara langsung.

Merasakan noda dari musim yang kotor selama lebih dari dua dekade. Inilah alasan yang lebih dari apapun telah membangun rasa hormat tak terpatahkan antara pendukung Everton dan Liverpool.

Menyaksikan Derby Merseyside berfungsi sebagai pengingat bahwa beberapa hal dalam hidup ada yang lebih penting dari sepakbola.

Sumber lain: Bleacher Reports