Liga Inggris tidak akan lengkap tanpa pertandingan North London Derby. Sebab pertandingan antara Arsenal dengan Tottenham Hotspur itu adalah salah satu bentrokan paling sengit di setiap musimnya. Bahkan salah satu derbi yang sengit di dunia sepakbola. Arsenal dan Tottenham adalah rival sengit yang hanya dipisahkan oleh beberapa mil dari real estate London Utara dan beberapa garis perhentian Lea Valley.
Kedekatan lokasi antar mereka telah menimbulkan banyak penghinaan, sehingga saling ejek antara dua pendukungnya adalah hiasan rutin dalam derbi tersebut. Terutama hak-hak untuk menyombongkan diri selalu dipertaruhkan ketika salah satu dari Arsenal atau Tottenham menang atau pun kalah.
Begitu juga dengan poin yang mempengaruhi posisi di klasemen. Salah satu kubu akan girang ketika kesebelasan lain menjatuhkan poin rivalnya karena berpengaruh kepada posisi di klasemen. Maka dari itu Arsenal dan Tottenham akan selalu berjuang untuk menang di setiap laganya masing-masing. di empat besar klasemen sementara.
Tiga angka mesti diraih agar berada di empat besar klasemen sementara meski hanya beberapa poin yang memisahkan mereka. Itu adalah salah satu faktor dari pendukungnya masing-masing yang selalu menyemburkan klise lama pada saat yang sama. Yaitu “persaingan lokal lebih sengit daripada menghadapi kesebelasan lain”.
Dugaan Kecurangan Setelah Perang Dunia
Kebangkitan Tottenham adalah faktor utama di balik persaingan dengan Arsenal yang telah lama membentang. Kedua kesebelasan ini sudah saling berhadapan sejak laga persahabatan pada 19 November 1887 di Marshes yang merupakan kandang Tottenham waktu itu. Pertemuan pertama itu dimenangkan kesebelasan berjuluk The Lily Whites tersebut dengan skor 2-1.
Saat itu, Arsenal masih bernama Royal Arsenal yang bermarkas di Plumstead. Nama Royal Arsenal sendiri tidak lepas dari tempat pembuatan senjata di London Tenggara. Wilayah itu sekarang lebih dikenal sebagai London Raya. Kemudian markas Arsenal pindah ke Stadion Highbury di London Utara pada 1913 yang hanya berjarak empat mil dari Stadion White Hart Lane sebagai markas Tottenham berikutnya.
Salah satu alasan Arsenal pindah ke sana karena sulitnya akses transportasi terutama jalur kereta api di markasnya terdahulu. Tapi sejak menjadi tetangga dekat itulah persaingan North London Derby dimulai. Pertemuan pertandingan derbi itu pun dimulai sebagai kesebelasan London Utara pada 22 Agustus 1914.
Saat itu, Arsenal dan Tottenham bertanding untuk memberikan dana bantuan perang di Stadion White Hart Lane yang dimenangkan tamunya dengan skor 5-1. Persaingan memuncak justru setelah Perang Dunia I. Yaitu ketika aturan divisi pertama Inggris harus menentukan satu kota dengan dua klub dalam kompetisi tersebut.
Satu slot sudah diisi Chelsea yang berada di peringkat 19. Berada di posisi itu menjadikan Chelsea sebagai kesebelasan asal London yang paling tinggi tingkatannya. Sementara satu slot lagi, awalnya akan merujuk kepada Tottenham yang menempati urutan ke 20 atau Barnsley di urutan ketiga di divisi dua.
Tapi Arsenal mengajukan penawaran untuk mengisi satu slot sisa itu meskipun berada di peringkat enam divisi dua. Alasannya karena kesebelasan berjuluk The Gunners itu adalah anggota sepakbola Inggris paling lama daripada klub London lainnya. Argumentasi Arsenal itu pun mendapatkan dukungan dari presiden liga saat itu.
Arsenal pun mendapatkan suara terbanyak sebagai peserta divisi pertama ketimbang Barnsley dan Tottenham. Maka terpilihlah Arsenal menjadi salah satu kesebelasan dari London di divisi pertama bersama Chelsea. Sementara Tottenham terpaksa degradasi ke divisi dua sehingga mereka dan pendukungnya marah besar.
Lantas Tottenham menganggap ada sesuatu yang ganjil dalam pemilihan tersebut. Sebab jelas mereka merasa layak sebagai perwakilan London di divisi pertama karena berada di peringkat tertinggi. Hal itu membuat Tottenham menduga ada negosiasi curang antara presiden liga dengan ketua Arsenal saat itu.
Tapi Tottenham berhasil promosi sehingga bertemu kembali dengan Arsenal pada 15 Januari 1921 di Stadion White Hart Lane. Pertemuan itu pun menunjukan dendam dan kekejaman dalam sebuah pertandingan derbi. Sebab permainan antara kedua kesebelasn berjalan dengan kerasnya.
Ditambah dengan adanya bentrokan antara kedua pendukungnya sehingga muncul ancaman bermain tanpa penonton pada laga berikutnya.
Kebencian yang Ditularkan Melalui Bahasa dan Bursa Transfer
Patrick Vieira dikabarkan pindah ke Arsenal dari AC Milan pada Agustus 1996 dengan harga 3,5 juta paun. Kedatangan Vieira di Arsenal hanya terkendala soal bahasa Inggris. Ian Wright, mantan pemain Arsenal, menceritakan ketika Vieira ketika belajar bahasa Inggris untuk pertama kalinya.
Wright menceritakan bagaimana David Deni, mantan pemilik Arsenal sempat mengajarkan bahasa Inggris pertama kepada Vieira. Tapi pembelajaran itu justru membuat perseturan Arsenal dengan Tottenham memanas. “Yang pertama kami ajarkan kepadanya adalah Tottenham sialan,” beber Wright seperti dikutip dari Talks Sport.
Tapi lebih kontroversial lagi ketika proses transfer Sol Campbell. Ia sudah dijamin dengan status akan menjadi legenda Tottenham seumur hidupnya. Sebab Campbell sudah melakukan 250 penampilan bersama Tottenham dan menjadi kapten ketika menjuarai Piala Liga 1998/1999.
Tapi keputusannya yang tidak akan pernah diampuni para pendukung Tottenham seumur hidupnya adalah saat memutuskan bergabung dengan Arsenal pada 2001. Apalagi pemain berposisi bek tengah itu meraih banyak gelar bersama Arsenal. Mulai dari dua gelar Liga Primer Inggris dan dua Piala FA.
Kesenjangan dalam North London Derby
Dominasi Arsenal atas Tottenham bertahun-tahun lalu membuat konteks agak datar. Tapi setelah dominasi Arsenal di era modern, para pendukung Tottenham merasa mereka telah unggul dari rivalnya. Kesenjangan antara Arsenal dan Tottenham dalam beberapa musim terakhir ini telah terbukti.
Sebab Tottenham selalu mengakhiri musim di atas Arsenal sejak Liga Primer Inggris 2016/2017. Posisi seperti itu untuk pertama kalinya terjadi sejak 1995. Selanjutnya, Tottenham selalu hadir sebagai penantang perburuan gelar dan Arsenal justru mengalami penurunan performa.
Kemajuan Tottenham di bawah manajerial Mauricio Pochettino telah memberikan platform yang luar biasa. Selain pindah ke stadion berkapasitas 60.000 penonton di tempat duduk baru. Sepakbola Eropa juga telah menjadi pemandangan reguler bagi Tottenham dan pendukungnya dalam beberapa musim terakhir.
Dalam dua musim terakhir itu membuktikan daya saing antara keduanya lebih kuat dari sebelumnya. Kemenangan Arsenal atas Tottenham pada 2 Desember 2018, memperlihatkan perayaan luar biasa antara Matteo Guendouzi dengan pendukung kesebelasannya. Situasi itu menunjukan bahwa ada pemahaman dari Guendozi tentang apa arti sebuah derbi bagi pendukung Arsenal.
“Saya pikir, menunjukan emosi itu sangat penting. Saya pikir sepakbola adalah emosi. Dalam derby, mungkin emosi ini lebih besar. Ketika Anda menang, itu luar biasa. Ketika Anda kalah itu mengerikan. Kami perlu menunjukan emosi ini ketika kami bermain. Ketika kami menang karena saya berpikir sepakbola membutuhkan semangat ini,” ujar Unai Emery, Manajer Arsenal, seperti dikutip dari Goal Internasinal.
Derbi London Utara ini terjadi tiga kali dalam satu bulan pada Desember 2018. Selama itu juga saling ejek antara pendukung kesebelasan itu terjadi. Terutama teriakan pendukung Arsenal tentang penyerangan Yahudi. Sebab Tottenham memiliki basis pendukung Yahudi yang besar.
Tapi walau bagaimanapun, anti-semitisme tidak bisa dibiarkan di dunia sepakbola dan pihak klub pun telah mendesak kampanye anti-semitisme. Pada pertemuan terakhir di bulan Desember 2018 itu pun Dele Alli terkena lemparan botol selain keributan kecil antara pendukung Arsenal dan Tottenham di stadion.
Memang semangat atau gairah adalah unsur penting dari setiap pertandingan sepakbola. Derbi London Utara masih tetap akan menjadi salah satu derby terbesar di sepakbola Dunia. Tidak pernah ada derbi London Utara yang tidak penting karena alasan identitas dan pragmatisme. Hampir mustahil bagi pendukung netral sekalipun untuk tidak terpikat pada derbi ini.
Sumber lain: Copa 90, Forbes, Independent, Sky Sport