Pentingnya Makna Elang Berkepala Dua bagi Derby Panas Yunani

Foto: NDTV.com

Pertandingan antara Olympique Piraeus melawan Panathinaikos dikenal sebagai pertandingan paling panas di Yunani. Tapi di negara yang sama, pertandingan antara AEK Athens dengan PAOK Thessaloniki sangat menarik jika melihat kekayaan sejarah di antara keduanya. Faktor itu bisa dilihat dari logo yang sama-sama menggunakan elang berkepala dua dari masing-masing kesebelasan tersebut.

Kesamaan logo tersebut membuat pertemuan laga mereka dijuluki Double Headed Eagles Derby. Cerita antara dua kepala elang itu berawal dari klub olahraga bernama Pera Club pada 1914 yang sebelumnya bernama Hermes dan Clio pada 1884. Nama Pera dipakai karena menyesuaikan distrik yang menjadi domisilinya di Istanbul. Sekarang, distrik Pera lebih dikenal dengan nama Beyoglu.

Faktor Yunani-Turki

Sejak 1880-an, memang banyak orang Yunani yang bermukim di Turki dan sebaliknya, terutama di daerah Athena, Istanbul, dan Thessaloniki. Pertukaran penduduk itu dampak dari perang antara Turki dan Yunani. Di balik perang dan arus migrasi, justru itu yang menjadi elemen penting terbentuknya AEK maupu PAOK. Para pengungsi di antara Yunani dan Turki kembali ke negaranya masing-masing setelah perang pada 1923.

Bagi pengungsi yang pulang ke Athena, termasuk atlet-atlet Yunani, membuat Aimilios Iona, Kostantinos Dimopoulos dan Menelaos Iona terinspirasi membuat klub olahraga bernama AEK Athens. Mereka adalah pemilik toko olahraga bernama Lux di Veranzerou Street kawasan Athena Tengah. Tiga orang itu mengumpulkan lebih dari 40 tanda tangan untuk membentuk AEK Athens pada 1924.

Di sisi lain, para orang Yunani yang bermigrasi ke Thessaloniki pun mendirikan klub olahraga dengan nama AEK Thessaloniki pada satu tahun kemudian. AEK Thessaloniki sama-sama menggunakan logo elang berkepala dua dan didirikan untuk para imigran Yunani yang bermigrasi dari Istanbul. Logo itu teramat penting bagi para masyarakat Yunani yang bermigrasi dari Istanbul.

Sebab logo itu secara tradisional digunakan Palaiologos, pengusa terakhir kekaisaran Bizantium yang terpusat di Istanbul. Tapi nama AEK Thessaloniki berubah menjadi PAOK Thessaloniki setelah adanya masalah internal administrasi klub. Meskipun PAOK masih diperbolehkan menggunakan lambang elang berkepala dua seperti AEK.

Meskipun lambangya sama, tapi warna berbeda karena elang berkepala dua PAOK menggunakan hitam dan putih. Sementara AEK memberikan warna hitam kuning pada logo elang berkepala duanya. Maka dari itulah pertandingan antara AEK dan PAOK dinamakan The Double Headed Eagles Derby dan pertemuan pertama terjadi pada 8 Maret 1931 di Stadion Apostos Nikolaidis.

Pertandingan itu berakhir dengan skor 1-1 pada fase akhir Kejuaraan Panhellenic 1930-1931. Soal logo dan sejarah itulah yang membuat pertandingan AEK dan PAOK cukup panas. Meskipun tensi persaingan mereka tidak seperti pertandingan-pertandingan panas lainnnya di Liga Yunani. Justru AEK dan PAOK terasa lebih bersahabat atas akar rumpun yang sama karena hubungan Athena dan Thessaloniki secara historis.

Dipanaskan oleh Sistem Kompetisi dan Tragedi Pistol Ivan Savvidis

Tapi pada Maret lalu, The Head Eagles Derby sangat panas sehingga Ivan Savvidis, Presiden PAOK, masuk ke dalam lapangan ditemani pengawalnya yang membawa pistol di pinggangnya. Tapi Savvidis akhirnya meninggalkan lapangan dengan sejumlah kawalan di lapangan. Hal itu membuat kompetisi Liga Yunani dihentikan sementara oleh Kementerian Kebudayaan dan Olahraga Yunani.

“Kami sedang berkomunikasi dengan UEFA dan Championship. (kompetisi) tidak akan dilanjutkan kecuali ada kerangka baru dan jelas yang disetujui oleh semua orang sehingga kami dapat bergerak maju dengan aturan. Kami tidak akan kembali, kami terus berjuang untuk transparansi dan sepakbola yang lebih baik,” ujar Georgios Vassiliadis, Wakil Menteri Kebudayaan dan Olahraga Yunani, seperti dikutip dari CNN.

Selain itu, Vassiliadis mengatakan bahwa adegan petugas bersenjata masuk ke lapangan itu seperti mengingatkan ke sepakbola Yunani dalam beberapa tahun ke belakang. Aksi itu pun dikutuk FIFA karena terjadi di dalam kompetisi domestik yang masih berlangsung. Tapi di sisi lain, Gregory Ioannidis, Pengacara terkemukan Yunani, justru menuntut FIFA agar terlibat untuk menyelesaikan kisruh sepakbola di negara tersebut.

“Mengingat sifat sensitif dari pemerintahan sepakbola Yunani dengan pengaturan skor pertandingan baru-baru ini, UEFA dan FIFA dapat mengasumsikan tidak hanya yuridiksi, tetapi juga berperan megnawasi dalam proses tingkat nasional. Juga perlu diperhatikan bahwa undang-undang dan peraturan yang berlaku di yunani bahkan tidak mengizinkan petugas polisi untuk membawa senjata api ketika berada di dalam arean olahraga, apalagi mengizinkan warga sipil untuk melakukannya,” kata Ioannidis.

Surat perintah penangkapan untuk Savvidis pun dikeluarkan. Meskipun ia memiliki surat izin untuk memiliki senjata api. Tapi surat perintah penangkapan itu terkait dengan invasi lapangan yang dilakukannya sambil membawa pistol. Di sisi lain, pembelaannya adalah Savvidis tidak mengancam siapapun dengan senjata pada waktu itu.

“Ivan Savvidis sedang mempersiapkan untuk mengambil semua langkah yang diperlukan untuk melindungi klub dan semua eksekutif dan rekannya dari ancaman dan serangan yang mereka derita,” tulis penyrataan di situs resmi PAOK.

Savvidis adalah pengusaha dan politisi Yunani-Rusia yag sebelumnya menjabat sebagai Deputi Negara di pemerintahan Rusia dari 2007 sampai 2011. Kemudian Savvidis mengambil alih PAOK pada Agustus 2012 dengan membayar 13,4 juta dolar AS atas utang klub pada 2015. Invasinya pada laga itu karena menentukan balapan gelar Liga Super Yunani 2017/2018.

AEK sedang memuncaki klasemen saat itu dan PAOK berada di peringkat ketiga. Alhasil pertandingan derby yang memiliki sejarah itu menjadi sengit dan bertensi tinggi. Terakhir, The Head Eagles Derby digelar pada 24 September lalu yang dimenangkan tuan rumah PAOK dengan skor 2-0 di Stadion Toumbas. Dua gol itu diborong Aleksandar Prijovic.