Revierderby (2): Penyebab Rivalitas Semakin Meruncing

Di balik Dortmund dan Schalke yang kerap bertemu dalam uji tanding pada 1925-an, sering sekali memancing perjudian. Alhasil pihak Dortmund sering merasa dirugikan karena Schalke lebih dominan pada masa itu. Kemudian Schalke kerap dikaitkan dengan Adolf Hitler pada 1930-an.

Dalam mitos yang beredar, Hitler menjadi sosok yang kerap memberikan bantuan kepada Schalke. Selain itu, para pemain Schalke diizinkan untuk tidak turun ke medan perang. Di sisi lain, mitos ini juga bercerita bahwa Dortmund kerap menolak uluran tangan Nazi.

Maka hampir setiap Revierdery selalu tergaung ejekan fasis dari pendukung Dortmund kepada suporter Schalke. Pada 2008, The Times merilis tulisan “The 50 Worst Football Fans” yang menjelaskan hubungan Hitler dengan Schalker.

Namun pihak Schalke membantah dugaan Times dengan mngirimkan surat pada 2014. Persaingan antara Dortmund dan Schalke kian panas sejak liga sepakbola Jerman  menjadi Bundesliga. Cocoklogi ini lahir saat Nazi berkuasa dalam rentang waktu 1933 sampai 1945.

Schalke tampil sebagai kesebelasan yang trengginas dan merengkuh enam gelar juara Gauliga Westphalia dan satu DFB Pokal. Gauliga adalah kompetisi Liga Jerman yang dibentuk ulang oleh Nazi. Begitu Nazi berkuasa, mereka masuk dan mengorganisir ulang sistem liga menjadi Gauliga.

Schalke dan Dortmund bertarung di Gauliga Westphalia atau wilayah barat. Usai keruntuhan Nazi, nama liga kembali mengusung nama baru, kali ini Oberliga. Seiring meningkatnya persaingan, ada pertemuan legendaris yang membuatnya semakin meruncing pada September 1969.

Saat itu, Schalke memimpin pertandingan di depan 40 ribu penonton di Stadion Rote Erde, Dortmund, melalui gol Hans Pirkner pada babak pertama. Gol itu memancing para pendukung Schalke menyerbu lapangan sehingga polisi harus melepaskan anjing penjaga untuk mengendalikan situasi.

Polisi dan anjingnya berusaha sekuat tenaga untuk menjaga agar penonton tidak terlalu banyak menumpuk di lapangan. Niatannya menghalau suporter yang masuk, tapi anjing penjaga malah mengiggit pemain Schalke, yaitu Gerd Neuser dan Friedel Rausch.

Agar bisa melanjutkan pertandingan, mereka harus menerima suntikan tetanus dari dokter timnya. Konon, anjing itu bukan milik polisi. Tapi sebenarnya dibawa oleh seorang pendukung Dortmund yang berpura-pura menjadi petugas polisi untuk mendapatkan akses ke lapangan.

Usai laga, Dortmund mengirimkan sekuntum bunga dan uang 500 Detusche Mark sebagai permintaan maaf kepada korban. Meskipun permintaan maaf tidak menghapus bekas gigitan anjing di tubuh Rausch selama beberapa tahun kemudian.

Schalke pun merespon pertandingan itu dengan maskot baru. Pada Januari 1970, Presiden Shalke, Gunter Siebert, menyewa singa dari kebun binatang untuk menemani para pemain keluar lorong pada awal pertandingan dan berdiri di sekeliling lapangan.

Jens Lehmann yang Disayang Tapi Membuat Luka Mendalam

Jens Lehmann adalah pahlawan bagi FC Schalke ketika menyelamatkan eksekusi penalti Ivan Zamorano saat mengalahkan Internazionale Milan pada Final Piala UEFA 1996/1997. Lehman pun terus disayangi para pendukung Schalke dalam beberapa waktu ke depan.

Terutama ketika Schalke sedang mengejar ketertinggalan skor 2-1 dari tuan rumah Borussia Dortmund di Stadion Signal Iduna Park pada 19 Desember 1997. Tapi apa yang terjadi selanjutnya, Lehmann telah membuat sejarah di Liga Jerman.

Yaitu ketika tandukan Lehmann berhasil menyamakan kedudukan menjadi 2-2. Itu adalah gol ke 33.325 dalam sejarah Bundesliga dan yang pertama dicetak penjaga gawang dalam permainan terbuka. Tapi Lehman segera mematahkan hati para pendukung Schalke.

Ia meninggalkan klub itu untuk bergabung dengan AC Milan pada akhir musim. Enam bulan kemudian, Lehmann kembali berkarir di Bundesliga. Tapi ia tidak kembali untuk Schalke, melainkan bergabung dengan Dortmund. Kesebelasan yang berhasil dipersembahkannya gelar Bundesliga pada 2002.

Tiada yang Lebih Manis dari Sebuah Comeback

Saat ini, Dortmund memiliki delapan gelar liga divisi teratas sejak German Championship. Satu jumlah yang lebih banyak ketimbang Schalke. Keunggulan itu didapatkan setelah memenangkan gelar pada 2011 dan 2012 sehingga menyalip jumlah milik Schalke.

Gelar liga terakhir Schalke datang pada 1958 yang artinya belum dinobatkan sebagai juara Bundesliga. Inilah luka Schalke yang paling disukai pendukung Dortmund. Terutama setelah kemenangan derbi pada 2007 yang menggagalkan Schalke menjadi juara Bundesliga.

Musim 2006/2007 memang menyuguhkan pertarungan tiga arah yang mendebarkan antara Schalke, VfB Stuttgart dan Werder Bremen yang semuanya hanya dipisahkan dua poin untuk dua laga terkahir. Schalke walau bagaimana pun harus bertandang ke Dortmund pada dua laga terakhirnya.

Artinya Dortmund punya kesempatan untuk menghancurkan impian gelar rival mereka. Gol dari Alex Frei dan Ebi Smolarek memberikan Dortmund kemenangan 2-0 untuk menjatuhkan Schalke dari posisi teratas dan tertinggal dua poin di belakang Stuttgart.

Pertandingan itu pun dianggap sebagai salah satu derbi terfavorit. Hasil ini menyebabkan serangkaian ejekan Dortmund kepada Schalke. Pendukung Dortmund menjadikan hasil laga itu untuk mengejek orang-orang Gelsenkirchen karena memperpanjang kekeringan gelar selama puluhan tahun.

Para pendukung Dortmund membentangkan spanduk bertulis. “Seumur hidup tanpa perisai di tangan Anda”. Pesan nakal itu selalu menganggu Schalke dalam Revierderby. Terganggu karena Schalke belum pernah mendapatkan piala berbentuk perisai sejak kompetisi teratas Jerman bernama Bundesliga.

Memang tidak pernah ada titik yang begitu manis dalam Revierderby kecuali sebuah comeback. Seperti pada 2008/2009, saat Dortmund kalah 3-0 dalam 54 menit setelah gol Jefferson Farfan, Rafinha dan Heiko Westermann di Stadion Signal Iduna Park.

Tapi tuan rumah membalas Neven Subotic sehingga memperkecil ketertinggalan. Tak lama kemudian, Sebastian Frei menceteak dua gol penyama kedudukan. Tiba-tiba sekitar 80.000 penonton di dalam Signal Iduna Park seolah percaya keajaiban.

“Salah satu permainan terbaik dalam karir saya,” cetus Frei.

Tapi di Stadion Signal Iduna Park pada 25 November 2017 adalah pertempuan impian bagi Shalke. Mereka dengan cepat untuk mengubah stadion itu menjadi mimpi buruk bagi tuan rumah. Awalnya, Schalke harus  menemukan diri mereka dengan kekalahan 4-0 dalam waktu 25 menit.

Kemudian Schalke melakukan dua pergantian pada menit ke-33. Hasilnya, dua gol cepat dicetak Guido Burgstaller dan Amine Harit yang merupakan pemain pengganti. Lalu Daniel Calgiuri dan Naldo membuat gol penyama kedudukan menjadi 4-4!

Pertandingan ini mengingatkan pada 1997 ketika Lehmann mencetak gol dari sepak pojok saat perpanjangan waktu. Memang begitu banyak drama untuk Revierderby selama bertahun-tahun. Tapi itulah yang menjadikan Revierderby sebagai ibu dari semua derbi di Jerman karena selalu melahirkan hasil yang menentukan.

Ini adalah suatu alasan bahwa jadwal Revieredeby tidak akan pernah bisa dilewatkan. Apalagi jika melihat masing-masing dukungan di belakang gawang selalu memekakan telinga. Merupakan klimaks dari para pendukung kedua klub yang membuat kehadiran mereka terasa melalui nyanyian, spanduk besar dan koreografi yang rumit.

Revierderby benar-benar menunjukan taringnya. Persaingan antara dua raksasa di Ruhr ini sangat besar. Terlepas dari reputasinya sekarang dan beberapa waktu ke depan, Revierderby akan berkembang menjadi persaingan yang siap menggembleng pendukung sepakbola lainnya di Jerman.

Persaingan dalam Perbedaan di Jantung Industri Jerman

Baik pendukung Dortmund maupun Schalke bersaing untuk hal-hal yang terjadi di jantung industri lokal Jerman. Kedua klub muncul dari latar belakang yang sama dengan basis pendukung kelas pekerja. Upah yang diterima buruh tambang pun tak seberapa tiap pekannya.

Itu belum ditambah dengan kerasnya kehidupan kerja di pertambangan. Lantas pada akhir pekan, sebagian uangnya akan dipakai untuk menonton sepakbola. Tapi tentu saja tidak ada jalan tengah di ranah sepakbola wilayah Ruhr ini.

Bagi penduduk setempat, mereka harus memilih apakah mengenakan seragam kuning hitam Dortmund atau biru putih Schalke. Sebab masing-masing pendukungnya tidak ingin memiliki kesamaan dengan rival lokal mereka. Seperti Dortmund yang memindahkan pendukung garis keras mereka dari tribun utara Stadion Rote Erde ke tribun Selatan di Stadion Westfalen ketika baru dibuka jelang Piala Dunia 1974.

Hal itu karena pendukung garis keras Schalke berada di tribun utara stadion Schalke’s Park. Di kalangan pemain pun sama. Julien Draxler yang lahir di Gelsenkirchen pernah menolak mentah-mentah tawaran Dortmund. Sementara Kevin Grosskreutz yang lahir di Dortmund, akan memasukan anaknya ke panti asuhan jika menjadi pendukung fanatik Schalke.

Di luar kepentingan sepakbola, masing-masing pendukungnya bersumpah untuk tidak pernah tinggal atau berkerja di wilayah lawannya. Bahkan menolak untuk berpergian ke wilayah lawan meskipun berada di lokasi yang relatif bertetangga.

Jika pun terpaksa pergi ke wilayah musuh, ia akan sering menahan nafas di setiap perjalanannya. Mayoritas suporter pun menolak untuk mengucapkan nama klub rivalnya tersebut.

“Hubungan antara industri dan sepakbola nyaris sama di seluruh Eropa,” tulis Simon Kuper dan Stefan Szymanskid dalam buku berjudul Soccernomics. “Satu dari banyak kesebelasan yang berlokasi di area Industri Ruhr,” sambung dalam tulisan mereka.

Derbi Revier ini berbeda dengan beberapa rivalitas terkenal lainnya di seluruh dunia yang kebanyakan dibangun berdasarkan agama, ekonomi dan politik. Namun itu bukan berarti persaingannya kalah intens. Derbi Revier adalah pertandingana yang penuh dengan konteks tradisi, politik regional dan kebanggaan lokal yang sengit.

Kelas pekerja tambang batu bara versus baja dan didukung oleh permainan yang baik di lapangan. Mereka menjadikan Revierderby dikenal sebagai the mother of all derbies atau ibu dari semua derbi di Jerman. Artinya, pertandingan antara Dortmund dan Schalke ini telah berkembang menjadi salah satu persaingan paling sengit dalam dunia sepakbola.