Bayern Munchen resmi mendatangkan penyerang muda keturunan India, Sarpreet Singh, dari Wellington Phoenix. Singh menjadi pemain keturunan India pertama yang mendapat kontrak dari Bayern. Ia diikat selama tiga tahun dan akan membuktikan dirinya bersama Bayern II di 3.Liga.
Keberhasilan Singh tentu menjadi kebanggaan tersendiri bagi para penikmat sepakbola di India. Pasalnya, sejak masih bermain di A-League, Singh merupakan idola mereka. “Dirinya mencuat jadi pemain penting bagi Phoenix sepanjang musim 2019. Saya selalu menikmati pertandingan-pertandingan A-League. Kehadiran Sarpreet [Singh] membuat membuat saya semakin bahagia,” aku Sumedh Pande, jurnalis sepakbola India.
“Anda harus menyadari bahwa A-League adalah liga yang terpandang di dunia. Saat ini, popularitas Sarpreet hanya ada di sekitaran penikmat sepakbola India. Tapi jika ia dapat memaksimalkan performa yang ada, tidak butuh waktu lama agar dia dikenal dunia,” kata Pande.
Ucapan Pande itupun menjadi kenyataan dengan kontrak dari Bayern. Sayangnya, Singh tak akan tercatat sebagai pemain India di Jerman. Dirinya merupakan pemain tim nasional Selandia Baru. Tercatatat sebagai satu-satunya pemain Selandia Baru yang pernah dibawa Bayern ke Jerman.
Kedatangan Singh di Bayern juga akan lebih banyak mempengaruhi pamor Wellington Phoenix dan Selandia baru ketimbang India. “Ini adalah bukti tentang perkembangan pemain muda di klub kami. Secara umum, Phoenix merupakan tempat terbaik untuk talenta-talenta Selandia Baru memulai karier profesional mereka,” kata General Manajer Phoenix David Dome.
Singh tidak melupakan akar budaya India yang hidup di keluarganya. Tapi dirinya juga yakin bahwa keluarga tidak mempermasalahkan pilihan kariernya membela Selandia Baru ketimbang India. “Saya tidak tahu mana yang akan mereka dukung ketika kami [Selandia Baru] bertemu India. Tapi Ibu saya pasti akan mendukung anaknya,” kata Singh.
Lagipula, bagaimana pun Singh mengikuti sepakbola India mengidolai Sunil Chhetri, dia tidak akan bisa membela Blue Tigers. Bagi penikmat sepakbola India, ia hanyalah salah satu dari sekian banyak talenta yang disia-siakan Asosiasi Sepakbola India (AIFF). Sama seperti Michael Chopra, Danny Batth, Netan Sansane, dan Ranti Martins.
Mempersulit Pemain Keturunan
Foto: SkySports
Selain Martins, semua nama di atas adalah pemain dengan darah India. Martins punya kesempatan tampil untuk tim nasional India. Namun sebagai jebolan Asante Kotoko, akademi yang melahirkan talenta seperti Tony Yeboah, Martins menolak bermain untuk India. Ia percaya bahwa kemampuan cukup untuk menembus tim nasional Nigeria. Meski kenyataannya hingga 2 Juli 2019, ia tidak dipanggil oleh Super Eagles.
Martins mungkin jadi satu-satunya pemain yang gagal dikejar AIFF. Dia jual mahal. Tapi setidaknya lewat sikap Martins itu, AIFF merasakan apa yang dirasakan oleh Chopra, Batth, dan Sansane. Ketiga pemain kelahiran Inggris itu berkali-kali mengatakan bahwa mereka ingin membela tim nasional India.
Jika melihat secara kasat mata, Chopra, Batth, dan Sansane akan menjadi pemain penting bagi Blue Tigers. Sansane merupakan mantan pemain Inggris U19. Chopra adalah mantan topskorer Ipswich dan Cardiff di Championship. Sementara Batth pernah jadi kapten Wolverhampton Wanderers di Premier League.
Sialnya, keputusan mereka untuk bermain di luar India menjadi penghalang masuk tim nasional. “Untuk bisa mendapatkan paspor India, kami harus tinggal dua tahun di sana. Syarat itu menyulitkan pemain-pemain keturunan India yang ingin membela Blue Tigers. Padahal di Inggris sangat banyak pemain keturunan India,” kata Batth.
“Hal ini sangat sangat disayangkan. Pasalnya, India adalah negara hebat. Tapi coba lihat berapa banyak pemain mereka yang ada di Eropa,” lanjutnya. Gagal membela tim nasional, tidak membuat Batth berkhianat. Ia tetap membantu sepakbola India dengan melakukan pemusatan latihan untuk anak-anak dan membuat dokumenter tentang sepakbola di sana.
Kolam Talenta yang Sempit
Foto: The Boot Room
Tapi syarat menetap dua tahun di India memang menjadi halangan besar. Chopra bahkan rela menanggalkan paspor Inggris miliknya dan pindah ke India. Membela Kerala Blaster pada 2014 dan 2016. Dirinya sudah memegang paspor India, namun ketika hal itu terjadi, Chopra justru ditolak oleh tim nasional.
“Chopra tidak akan mungkin membela tim nasional India. Saat dirinya memegang paspor India, ia sudah melewati masa-masa terbaiknya,” ungkap Stephane Constatine yang menangani Blue Tigers selama empat tahun (2015-2019).
Berbeda dengan Indonesia yang mengizinkan keturunan untuk memiliki paspor WNI, demi kebutuhan sepakbola, India membatasi diri mereka. Mereka tidak bisa memanggil pemain keturunan yang menjamur di Inggris jika pemain-pemain tersebut tidak mau menetap di India selama dua tahun. Membatasi diri sendiri dan memiliki kolam talenta yang sempit. Padahal banyak talenta menarik dari India.
Setelah menjadi tuan rumah Piala Dunia U17 pada 2018, penjaga gawang India, Dheeraj Singh sempat menarik perhatian klub Skotlandia, Motherwell. Namun karena usianya ada di bawah batasan umur FIFA, ia gagal mendapat kontrak dari kesebelasan yang sempat memproduksi penjaga gawang kelas Premier League seperti Darren Randolph.
Singh akan berusia 19 tahun pada 4 Juli 2019. Namun sudah tidak ada kabar lagi tentang ketertarikan Motherwell kepada dirinya. Blue Tigers pada akhirnya hanya bisa melihat ke dalam negeri sendiri. Mereka tidak bisa memanggil Yan Dhanda, jebolan akademi Liverpool yang kini membela Inggris Swansea. Ataupun Sarpreet Singh yang membela Bayern.
Singh sebenarnya masih bisa pinda tim nasional jika ia ingin membela Blue Tigers. FIFA memberi satu kesempatan bagi para pesepakbola profesional pindah negara. Tapi melihat aturan ketat India, mustahil Singh rela menukar kesempatan di Jerman untuk membela tim Indian Super League atau I-League.