Diego Milito dan Malam Indah di Santiago Bernabeu

Diego Milito merayakan gol di final Liga Champions. (foto: Sempre inter)

Penantian Inter Milan berakhir pada 22 Mei 2010. Kemenangan 2-0 atas Bayern Munich memastikan mereka meraih gelar Piala Champions ketiga sepanjang sejarah atau yang pertama setelah 45 tahun. Tidak hanya itu, kemenangan tersebut juga memastikan mereka menjadi tim pertama di Italia yang mampu meraih treble. Sebelumnya, Inter lebih dulu meraih gelar Coppa Italia dan Serie A.

Jose Mourinho adalah otak dibalik kesuksesan La Beneamata saat itu. Diminta untuk memberi kesuksesan dalam waktu tiga musim, ia hanya butuh dua musim untuk membuat Inter menjadi tim kuat baik di kompetisi domestik maupun Eropa.

Mourinho memberi pengaruh besar bagi Inter melalui kemampuannya meramu taktik, namun berbicara soal siapa bintang mereka di atas lapangan, tidak ada salahnya untuk menyebut satu nama yaitu sang pangeran yang berasal dari Argentina, Diego Milito.

Tanpa mengecilkan peran pemain lain, namun sosok Milito adalah pahlawan bagi kesuksesan Inter saat itu. Tiga gelar yang diraih, semuanya terjadi karena gol dari pria yang saat dibeli Inter pada 2009 sudah memasuki usia 30 tahun.

Diawali dari final Coppa Italia ketika Milito melepaskan tendangan keras ke pojok gawang Julio Sergio. Meski berada dalam posisi yang sulit karena Milito berhadapan dengan tiga pemain Roma, namun naluri gol si pemain mengalahkan masalah tersebut dan menjadi satu-satunya gol yang terjadi sepanjang 90 menit.

Sebelas hari berselang, Milito lagi-lagi menjadi pahlawan. Dia membantu Inter memecahkan kebuntuan setelah kesulitan untuk membongkar pertahanan Siena. Gol yang ia sebut sebagai gol yang paling penting sepanjang kariernya di Inter. Gol yang menghapus beban Inter saat itu karena mereka masih bersaing dengan AS Roma hingga pekan-pekan terakhir kompetisi Serie A. Gol Milito membuat Inter sukses mempertahankan scudetto yang sudah diraih musim sebelumnya sekaligus mencatat lima kali juara beruntun.

Puncaknya, di laga final Liga Champions, Milito menutup musim pertamanya dengan spektakuler. Kali ini, ia mencetak dua gol untuk mengalahkan Bayern Munich asuhan Van Gaal. Pria yang dilabeli Principe karena memiliki wajah mirip Enzo Francescoli tersebut, sukses menjalankan strategi serangan balik milik Mourinho. Terlihat jelas pada dua gol Milito yang dihasilkan dari kombinasi pertahanan yang rapat, dan serangan balik yang mematikan.

Milito menjadi pemain penting Inter saat itu. Dua golnya pada final di Santiago Bernabeu menggenapkan torehannya menjadi 30 gol. Inilah rekor gol terbesar yang pernah ia ciptakan sepanjang kariernya di dunia sepakbola internasional.

“Saya sangat bahagia, saya tidak pernah merasakan kegembiraan seperti ini. Ini luar biasa. Saya bahagia untuk Inter, karena kami benar-benar ingin memenangkan kompetisi ini untuk presiden Massimo Moratti yang pantas mendapatkan trofi ini,” kata Milito beberapa hari setelah malam luar biasa tersebut.

“Kami bahagia malam itu. Umurku saat itu sudah 30 tahun, tapi aku selalu berjuang dan selalu berusaha memberikan yang terbaik dan belajar. Saya berterima kasih kepada Inter, presiden, dan bos karena ingin merekrut saya musim panas lalu,” ujarnya menambahkan.

Wajar jika Milito merasa bahagia. Sebelum pindah ke Inter, Milito tidak punya sesuatu untuk dibanggakan kecuali gelar Apertura pada 2001. Hal itu tidak berubah meski ia sudah keluar dari Argentina dan menuju Italia untuk memperkuat Genoa. Tiga musim berkarier bersama Real Zaragoza juga tidak menghasilkan apa pun.

Raut bahagia Milito terpancar jelas ketika ia mencetak dua gol ke gawang Bayern Munich. Matanya menunjukkan rasa tidak percaya kalau dia baru saja mencetak gol pada turnamen besar macam Liga Champions. Tidak hanya itu, dua golnya menjadi penentu keberhasilan Inter meraih tiga gelar untuk pertama kalinya sepanjang sejarah.

“Memenangkan Liga Champions adalah mimpi saya dan mimpi semua orang. Sama seperti penggemar Racing yang harus menunggu 35 tahun, penggemar Inter menunggu selama 45 tahun. Saya mencoba fokus sebelum laga. Saya tahu kalau laga akan sulit, tetapi kami yakin kalau nasib kami ditentukan oleh diri kami sendiri,” tuturnya.

Milito membawa beberapa kekuatan yang kemudian menjadi senjata dirinya di semua klub yang ia perkuat yaitu jumlah gol yang begitu banyak. Dua musim pertama di Genoa, ia membuat 34 gol. Ketika bermain di Spanyol, ia membuat 61 gol dalam tiga musim. Ketika bermain semusim lagi di Genoa, ia membuat 26 gol. Tidak hanya itu, banyaknya jumlah gol tersebut menandakan betapa cepatnya adaptasi Milito di semua negara yang pernah ia singgahi.

Datang ke Inter bukan perkara mudah. Apalagi bagi Milito yang datang untuk menggantikan sosok Zlatan Ibrahimovic yang tidak tergantikan sejak 2006. Ibra saat itu baru dilepas ke Barcelona untuk ditukar Samuel Eto’o. Milito sendiri bahkan bermimpi untuk bisa berduet dengan Ibra di Inter. Sayangnya, penyerang Swedia ini memilih untuk bermain di klub yang lebih besar lagi.

Selain itu, beberapa striker lain seperti Hernan Crespo, Julio Cruz, dan David Suazo juga dilepas oleh Mourinho sehingga lini depan hanya menyisakan mereka berdua plus Mario Balotelli. Kedatangan Goran Pandev pada paruh kedua musim membuat lini depan semakin solid dengan Milito bertindak sebagai pencetak gol utama.

Milito tidak dibekali nama besar seperti Ibra. Namun, dia membuktikan kalau dirinya layak menggantikan Ibra. Di atas lapangan, pergerakannya begitu gesit. Ia juga dikenal sebagai striker yang ulet dan memiliki penempatan posisi yang bagus. Ia seolah paham bola akan diberikan ke mana sehingga dia harus bisa mencari posisi yang tepat.

“Bermain untuk Inter adalah impian saya sejak kecil. Seperti kebanyakan anak-anak lainnya, mimpi saya adalah main di klub besar seperti Inter. Mungkin sedikit terlambat, namun saya berjuang sekuat tenaga. Saya senang bisa membantu tim ini menorehkan sejarah manis,” ujarnya.

Bersama tim ‘impiannya’ tersebut, Milito mendapat banyak hal. Setelah meraih gelar bersama tim, gelar individu juga ia raih seperti pemain terbaik Serie A 2009/2010, pemain asing terbaik Serie A 2009/2010, pemain terbaik UEFA 2009/2010, hingga penyerang terbaik UEFA 2009/2010. Semua diawali dari malam indah di Santiago Bernabeu tersebut.