Fiorentina dikenal sebagai salah satu klub yang banyak melahirkan bintang di Serie A Italia. Bahkan, pada era 1990-an hingga awal 2000-an, mereka termasuk klub yang disegani, salah satu dari The Magnificent Seven. Salah satunya tentu saja karena adanya duet gelandang Rui Costa dan striker Gabriel Batistuta yang jadi nyawa permainan klub asal kota Firenze itu pada masa-masa tersebut.
Batistuta lebih dulu mengenakan seragam ungu kebanggaan Fiorentina di musim panas 1991, setelah didatangkan dari klub Argentina, Boca Juniors. Itu menjadi awal karier penyerang internasional tim Tango itu di benua Eropa. Lalu Rui Costa menyusul datang ke Artemio Franchi tiga tahun kemudian, dipinang dari klub Portugal, Benfica. Ini juga jadi pengalaman perdananya berkarier di luar negeri.
Musim 1994/1995 itu, Fiorentina baru saja kembali ke Serie A, setelah terdampar di Serie B selama semusim dan berhasil jadi juara. Rui Costa yang baru bergabung pun langsung klop dengan Batistuta yang bermain seperti ‘tanpa pasangan’ selama ini. Gelandang yang saat itu masih berusia 22 tahun tersebut hadir sebagai pelengkap dan penyokong permainan sang penyerang tiga tahun lebih tua itu.
Pasangan yang Tepat
Ketika sampai di Firenze, Rui Costa seperti menemukan tim yang sedang membutuhkan pengatur tempo dalam setiap pertandingan, dan Batistuta, seorang striker yang putus asa. Dia muncul sebagai sosok yang mampu menyuntikkan dinamika baru ke dalam permainan menyerang Fiorentina, dengan kontrol jarak dekat yang indah, menggiring bola, dan mengirim umpan matang untuk terciptanya gol.
Di bawah arahan pelatih Claudio Ranieri, Rui Costa memulai kariernya dengan baik bersama La Viola. Hasilnya memang tak langsung terlihat. Tapi dia akhirnya berhasil mencetak gol pertamanya dalam kemenangan 4-1 atas Padova di pekan ke-7, berkat bantuan Batistuta. Pekan berikutnya, permainan satu-dua mereka kembali menghasilkan gol indah. Itulah awal duet Rui Costa-Batistuta di Fiorentina.
Duet ini menikmati pemahaman yang hampir seperti telepati di lapangan; jika menciptakan peluang gol adalah keahlian Rui Costa, maka Batistuta yang menyelesaikan jadi gol. Penyerang Argentina itu memanglah seorang finisher yang ulung, dan itu semua bisa terbukti berkat adanya rekan setim yang merupakan maestro andal yang mampu memberikan assist dalam segala bentuk, seperti Rui Costa.
“Dari semua striker yang bermain bersama saya, dia punya kemampuan mencetak gol terbaik,” kata Rui Costa tentang Batistuta, dilansir Planet Football. “Dia bisa mencetak gol dari mana saja. Sundulan tendangan bebas, penalti, dari luar area, dengan punggung, bahu dan tumitnya, dia mencetak gol dengan berbagai cara,” tambahnya. Rui Costa-lah yang menyempurnakan ketajaman Batistuta itu.
Hasilnya, pada akhir musim debutnya di Italia, Rui Costa sukses membantu rekannya itu menjadi top scorer Serie A dengan 26 gol. Sang rekan pun kemudian mendapat julukan ‘Batigol’. Sedangkan Rui Costa menutup kampanyenya musim itu dengan sembilan gol, sekaligus membawa Fiorentina finish di posisi 10 klasemen sebagai tim promosi. Dia sendiri pun lalu dijuluki ‘il Maestro’ oleh media Italia.
Akhir yang Menyedihkan
Musim-musim selanjutnya, kerja sama istimewa mereka terus berlanjut. Meski gol demi gol dari Rui Costa-Batistuta tak lagi datang semuda tahun sebelumnya, tapi pencapaian Fiorentina di akhir musim 1995/1996 jauh meroket. Tim berhasil menembus empat besar, dan berhak lolos ke kompetisi Eropa, Piala Winners. Prestasi tertinggi tentu saat sukses memenangkan Coppa Italia dan Supercoppa Italia.
Mereka juga sempat mengantarkan Fiorentina lolos ke Liga Champions usai finish tiga besar di Serie A 1998/1999. Pada masa itu, keduanya benar-benar tak terpisahkan, baik di lapangan maupun di luar lapangan. “Dia adalah sahabat baik kami, saya dan istri saya,” kata Rui Costa dilansir Sky Sports. “Saat istri saya kehilangan bayinya, dia mencetak dua gol dan mendedikasikannya untuk kami. Luar biasa.”
Sayangnya, kerja sama mereka selalu gagal membuahkan Scudetto. Karena alasan itu pula, akhirnya Batistuta memilih pindah ke AS Roma di akhir musim 1999/2000, setelah penampilan mereka di Liga Champions, termasuk mengalahkan juara bertahan Manchester United di fase grup. Sejak itu, duet Rui Costa-Batistuta pun bubar. Rui Costa yang bertahan harus melanjutkan perjuangan seorang diri.
Musim 2000/2001 itu, Rui Costa rupanya bisa membawa Fiorentina kembali menjuarai Coppa Italia. Tetapi, dia mengaku sangat merindukan Batistuta, yang di akhir musim juga berhasil mewujudkan mimpinya, meraih Scudetto bersama AS Roma. “Di satu sisi, saya senang karena punya lebih banyak tanggung jawab. Saya adalah kapten,” ungkapnya. “Tapi di saat yang sama saya sangat merindukan Batistuta,” tambahnya. Rui Costa sendiri akhirnya juga pergi setelah musim berakhir, demi menutupi utang Fiorentina, dan lalu berhasil memenangkan Scudetto bersama AC Milan tiga tahun kemudian.
Sumber: Planetfootball, Skysports