Butuh waktu untuk menyadari potensi Burnley sebagai kekuatan sepakbola Inggris. Bukan kekuatan seperti Manchester City atau Chelsea yang berlimpah harta. Tapi bagaimana the Clarets menjadi kesebelasan dengan jumlah pemain domestik terbaik di Premier League.
Ketika nama-nama besar datang dari segala penjuru dunia untuk tampil di divisi tertinggi sepakbola Inggris, Burnley bisa dipastikan akan lebih mengandalkan talenta lokal. Sebuah hal yang gila mengingat persaingan Premier League sering kali bisa diukur dengan jumlah dana dan nama besar yang dimiliki setiap klub.
Akan tetapi dengan filosofi mereka sendiri, Burnley bisa mendapatkan tiket Liga Europa 2018/2019. Mengalahkan Aberdeen dan Istanbul Basaksehir sebelum disingkirkan oleh Olympiacos di fase playoff.
Kesuksesan ini tentu tidak lepas dari sosok Sean Dyche yang pintar memaksimalkan potensi pemainnya dan mencari skema tepat untuk mereka. Dyche juga menjadi alasan utama mengapa the Clarets memaksimalkan talenta-talenta Britania di tengah kompetisi yang ramai pemain asing.
“Dyche sangat ketat dalam pemilihan pemain. Dia punya standard tersendiri. Dirinya sudah memiliki gaya permainan dan hanya pemain-pemain yang sesuai dengan Dyche itu menjadi incaran klub. Entah Dyche melihat karena mereka cocok dengan sistem atau merasa bahwa pemain tersebut bisa dibentuk ke dalam polanya,” jelas Paul Robinson yang pernah main di bawah asuhan Dyche.
Gaya permainan yang diinginkan Dyche adalah sepakbola Inggris. Pola yang dulu terkenal dengan sebutan ‘kick n’ rush‘. Berbeda dengan Ajax Amsterdam atau Barcelona, teknik jadi nomor sekian bagi Dyche. Ia ingin pemainnya punya keberanian, pantang menyerah, dan berani adu fisik atas lapangan.
“Ada sebuah mitos. Mereka mengatakan bahwa pemain-pemain Eropa lainnya jauh lebih bagus ketimbang talenta Inggris. Tapi kami [Burnley] tidak ingin berjudi. Untuk apa kita membuang 15 juta pauns untuk pemain Prancis yang belum pernah merasakan Premier League, tapi kemudian harus menjualnya lagi dengan nilai yang lebih rendah,” kata Dyche.
Filosofi ini diterapkan di semua aspek klub. Bukan hanya untuk tim senior. Tapi hingga ke akademi. Pada 2018/2019, penikmat sepakbola Inggris dikejutkan dengan kemunculan Dwight McNeil. Gelandang 19 tahun yang diberi kesempatan main 90 menit oleh Dyche ketika the Clarets bertemu West Ham United di pekan ke-20, membantu mereka menang 2-0 dengan McNeil mencetak gol kedua Burnley.
Fenomena Dwight McNeil
Foto: Telegraph
Setelah itu McNeil jadi bagian inti dari susunan pemain Sean Dyche, mengakhiri musim dengan tiga gol dan lima assist, kemudian diincar berbagai kesebelasan Premier League. Arsenal, Manchester City, Everton, Newcastle United, semua mengincar McNeil. Padahal dulu, mereka bisa memiliki talenta seperti McNeil. Namun dibuang untuk mengakomodasi talenta-talenta dari luar Inggris.
McNeil sendiri awalnya memulai karier di akademi Manchester United. Ia dianggap kurang bagus dan dibuang oleh the Red Devils. Burnley menampungnya dan memoles kembali pemain buangan Manchester United tersebut. “Dwight [McNeil] didaratkan Burnley pada 2014. Ketika itu dia masih 14 tahun. Saat saya datang dua tahun kemudian, dirinya sudah bermain di U-18,” buka Manajer Akademi Burnley Jon Pepper.
“Ketika Michael Duff (mantan bek Burnley) dipercaya jadi manajer U23, ia mempromosikan angkatan McNeil. Mereka sering kali kalah, namun McNeil bersinar dan diberi penghargaan pemain terbaik 2017/2018”.
“Sekarang dia ada di tim senior, terkadang McNeil merasa bahwa belum waktunya untuk naik ke sana. Tapi dia adalah contoh bagi pemain-pemain akademi lain. Dyche selalu aktif memantau pemain dari U18 dan U23. Ia memberikan kesempatan mereka untuk berlatih dan bermain dengan tim senior.”
“Bersama tim senior, McNeil bermain sebagai gelandang kanan. Namun, bersama U23 dia adalah gelandang tengah. Menurut kami, itu posisi terbaik bagi dirinya karena sudah ada banyak pemain yang bisa mengisi sayap,” jelas Pepper.
Menikmati musim profesional pertamanya, McNeil mengaku tak memikirkan rumor transfer yang menyelimuti dia. “Saya hanya ingin bermain lebih banyak lagi musim depan,” akunya. Sesuatu yang mustahil ia dapatkan jika bergabung dengan kesebelasan seperti Manchester City, Arsenal, Everton, ataupun Newcastle.
Memperpanjang Nyawa Talenta Inggris
Foto: Burnley FC
McNeil adalah contoh terbaru bagaimana Burnley bisa bersaing di Premier League dengan talenta-talenta lokal. Bukan sekedar bertahan hidup. Hal ini sudah ditunjukkan sejak lama sebenarnya.
Burnley adalah alasan mengapa pemain-pemain buangan seperti McNeil, Tom Heaton, Michael Keane (Manchester United), Ben Mee, dan Kieran Trippier (Manchester City) bisa memperpanjang karier sepakbola mereka dan merasakan kesuksesan.
Bahkan Jack Cork yang tidak mendapatkan tempat di Chelsea bisa dibentuk oleh Burnley hingga akhirnya mendapat panggilan dari the Three Lions setelah tampil impresif bersama Southampton.
Itu juga belum termasuk pemain-pemain lain seperti Lee Dixon, Richard Chaplow, dan Jay Rodriguez, yang memang sejak awal lahir dari akademi Burnley. Musim 2018/2019 akan menjadi musim ke-delapan Sean Dyche menangani the Clarets. Ia pun sudah mewariskan filosofinya kepada klub lewat Dwight McNeil.
Saat ditanya apa saran terbaik yang pernah didapatkannya untuk berkembang, McNeil menjawab: Jangan pernah takut menghadapi situasi, buktikanlah karakter dan kekuatan kita. Secara fisik maupun mental. Saran itu tentu datang dari Sean Dyche yang menjaga ‘Kick n’ rush‘ di Inggris.