Setelah satu tahun berlalu, terungkap bahwa pilot pesawat yang membawa pemain sepakbola Emiliano Sala tidak memiliki lisensi. Hal ini menjadi masuk akal jika penyebab jatuhnya pesawat ke laut, yang juga menewaskan keduanya, adalah karena pilot seorang amatiran.
Pilot yang menerbangkan Sala itu bernama David Ibbotson. Ia dikabarkan belum menyelesaikan pelatihan terbang malam dan pelatihan terbang dengan instrumen. Padahal dua keterampilan terbang ini sangatlah penting. Terutama ketika mengemudikan pesawat pada malam yang gelap dalam cuaca yang buruk.
Menurut The Guardian pesawat yang dinaiki Emiliano Sala juga ternyata terbang jauh lebih cepat daripada yang seharusnya sebelum kecelakaan. Selain itu, kondisi waktu dan cuaca ketika terbang tidaklah baik. Oleh sebabnya, pihak penyelidik mengasumsikan bahwa pilot merasa kesulitan saat menangani kondisi mencekam tersebut.
Penyelidik pun lalu menyimpulkan bahwa ternyata Ibbotson sendiri dibayar untuk menerbangkan Sala dengan status lisensi pilot pribadinya tidak diizinkan. Dengan fakta ini, cabang Investigasi Kecelakaan Udara (AAIB) menyimpulkan bahwa kehilangan kendali adalah penyebab kecelakaan yang paling mungkin.
Di satu sisi, fakta terbaru juga menyebut bahwa selain pilot, pesawat yang dinaiki ternyata tidak memiliki lisensi atau izin yang diperlukan untuk terbang. Para penyelidik mendapati jika penerbangan yang dilakukan sangat penuh dengan izin yang “abu-abu.” Penyelidik berkesimpulan bahwa hal seperti ini memang sering terjadi di dunia olahraga, bisnis, dan liburan-liburan atlet di Eropa.
Tim investigasi dan penegakan Otoritas Penerbangan Sipil (CAA) terus melakukan penyelidikan kriminal atas kecelakaan tersebut. Mengingat Emiliano Sala yang diterbangkan dari Nantes ke Cardiff City jatuh dalam waktu yang singkat setelah take-off pada 21 Januari 2019. Tubuhnya kemudian ditemukan di kedalaman 68 meter dari atas permukaan laut.
“Laporan kecelakaan Sala menyisakan banyak pertanyaan untuk pemeriksaan. Lebih dari setahun telah berlalu sejak Emiliano Sala meninggal. Keluarganya masih bingung dengan apa yang terjadi sebenarnya. Mereka bertekad untuk menemukan kebenaran penuh tentang bagaimana dan mengapa Sala meninggal. Oleh sebabnya pemeriksaan ini harus terus dilakukan tanpa penundaan,” tutur perwakilan keluarga Sala di Argentina.
Menurut laporan yang tercatat, David Ibbotson (59 tahun), yang tubuhnya masih belum ditemukan, mendengar “ledakan kecil” selama penerbangan. Penyelidik percaya Ibbotson mungkin menderita keracunan karbon monoksida (CO) ketika “ledakan kecil” itu terjadi. Kemungkinan itu disebabkan oleh kesalahan pada knalpot pesawat yang membuat gas dapat masuk ke kabin melalui sistem pemanas.
AAIB sendiri telah menyerukan agar dibuat wajib bagi pesawat-pesawat kecil untuk membawa monitor CO. Alat ini dinilai dapat mendeteksi racun “pembunuh diam-diam” di dalam pesawat. Karena menurut Crispin Orr, kepala inspektur AAIB, pemeliharaan rutin tidak dapat menghilangkan risiko kebocoran karbon monoksida (CO) sepenuhnya.
“Melengkapi pesawat dengan perangkat yang memberikan peringatan akan keberadaan gas yang tidak berbau, tidak berwarna dan mematikan ini, akan memungkinkan pilot untuk mengambil tindakan yang berpotensi menyelamatkan nyawa. Kami tekankan juga bahwa menyewa pesawat yang tidak berlisensi untuk transportasi komersial itu membuat hidup orang dalam bahaya,” tandas Crispin Orr dikutip dari The Guardian.
Sementara itu, laporan terakhir yang dilansir dari The Guardian menyebut bahwa Ibbotson mungkin bermanuver untuk menghindari cuaca buruk sesaat sebelum pesawat jatuh. Hal ini membuat pesawat dengan cepat jatuh ke arah laut dan pada menit terakhir, pilot mencoba menarik kendalinya.
Kemungkinan ini, menurut penyelidik, menunjukkan bahwa bisa jadi Ibbotson sebetulnya masih sadar sebelum pesawat jatuh. Tapi intinya, manuver percobaan ini menyebabkan tekanan sedemikian rupa sehingga menyebabkan sayap dan bagian ekor pesawat putus.
Penyelidik lalu menyimpulkan bahwa pesawat terbang di kecepatan 245 knot pada saat kecelakaan –jauh di atas 203 knot kecepatan maksimum yang diizinkan untuk pesawat. Laporan itu juga mengatakan autopilot telah didiagnosis memiliki kesalahan intermiten. Meski autopilot tidak terlibat pada saat kecelakaan, akan tetapi masih belum ditetapkan apakah ini karena tidak berfungsi atau karena Ibbotson mematikannya.
Di sisi lain, jika berbicara mengenai siapa yang mengatur penerbangan, laporan terakhir hanya mengatakan bahwa perencanaan dilakukan oleh “pihak ketiga”, bukan Sala atau pilot. Seorang juru bicara CAA lalu mengatakan bahwa dari sinilah tim investigasi akan melakukan pemeriksaan terkait kemungkinan terjadi tindakan kiminal di balik kecelakaan yang terjadi.
“Tim investigasi dan penegakan hukum CAA sedang melakukan investigasi kriminal ke dalam situasi kecelakaan ini. Tujuannya adalah untuk mempertimbangkan apakah ada pelanggaran penerbangan yang dilakukan atau ada kesalahan yang lain. Kami akan memberikan pembaruan segera setelah kami mampu melakukannya,” ungkap jubir CAA.
“Laporan terakhir menyoroti sejumlah tantangan yang dihadapi CAA dalam menghentikan penerbangan sewaan yang izinnya abu-abu. Meluasnya penggunaan bebas pesawat dalam industri sepakbola, secara lebih luas sudah menempatkan banyak nyawa dalam bahaya.”