Francesco Flachi, Soal Kokain dan Comeback di Usia 46 Tahun

Francesco Flachi, seharusnya bisa lebih lama bertahan di Sampdoria. Ia sudah bergabung sejak 1999 dan bermain di hampir semua pertandingan. Bahkan, ia ditunjuk sebagai kapten.

Pada 28 Januari 2007, ia bertanding menghadapi Inter Milan. Dalam tes acak, urinnya dites dan ternyata mengandung kokain. Ia pun langsung dilarang beraktivitas di sepakbola selama dua tahun. Kontraknya dengan Sampdoria pun otomatis putus.

“Aku kehilangan segalanya di momen itu,” kata Flachi kepada BBC.

“Aku adalah idola di Genoa (kota tempat Sampdoria bermarkas). Aku mengawali tahun dengan dua gol dan aku baru dipanggil timnas.”

Flachi dan Kontroversi

Flachi memang suka bikin kontroversi. Soalnya, sebelum urinnya yang mengandung kokain, setahun sebelumnya, ia dituduh terlibat pengaturan skor. Ia ketahuan karena teleponnya disadap. Karena itu, ia dilarang bermain selama dua bulan. Akan tetapi, Flachi tak mengakuinya dan tak menerima larangan itu.

Flachi awalnya dianggap sebagai pemain nomor “10” Italia paling berbakat dalam generasinya. Bagaimana tidak? Ia sukses mencetak 110 gol buat Sampdoria dan menjadikannya top skorer ketiga dalam sejarah klub di belakang Roberto Mancini dan Gianluca Vialli. Angka ini jelas mungkin bertambah kalau ia tak gagal dalam tes obat-obatan terlarang pada 2007.

Setelah menjalani hukuman selama dua tahun, Flachi kemudian bergabung dengan tim di Serie B yakni Brescia dan Empoli. Sayangnya, ia mengakui kalau secara mental, ia merupakan bukan Flachi yang dulu lagi.

Sial bagi Flachi karena pada Desember 2009, ia dites dan positif kokain lagi. Karena dianggap mengulangi perbuatan tersebut, Flachi mendapatkan hukuman 12 tahun, sekaligus mengakhiri karier sepakbolanya. Kalau menghitung usia, Flachi jelas tak akan kembali ke level teratas karena usianya sudah 46 tahun saat ia bebas.

Tanpa diduga, ia sudah siap untuk kembali ke sepakbola.

Saat dilarang bertanding, Flachi secara tidak resmi melatih tim lokal, Bagno a Ripoli. Ia berhasil membawa Ripoli memenangi trofi. Dia juga mleatih tim muda Signa 1914. Karena pandemi, ia melatih privat sekitar 50 anak-anak soal teknik sepakbola.

Adalah Signa 1914 yang menjadi tempat comeback Flachi di usia 46 tahun pada Januari 2022. Ini diumumkan oleh rekan sekaligus presiden klubnya, Andrea Ballerini.

“Aku sangat senang karena tanggalnya sudah dekat. Semua diawali sebagai lelucon, tapi kemudian kami jadi lebih serius. Aku sudah membantu Signa 1914, membantu di sektor pemain muda,” kata Flachi.

“Andrea mulai memprovokasiku: ‘Kamu tak bisa main lagi, kamu terlalu tua’. Aku belum bermain sepakbola yang layak selama 12 tahun, tapi aku adalah pria sepakbola dan aku hidup untuk emosi, yang begitu aku rindukan.”

Flachi mengungkapkan kalau dia sudah mulai berlatih, dan sensasinya sama seperti saat dulu ia masih bermain. Flachi bilang kalau paparan dan tekanannya berbeda, tapi sepakbola itu dinamis.

“Aku tahu aku membuat kesalahan dan aku telah dihukum karenanya. Aku juga tahu aku tak secepat sebelumnya, tapi aku bisa melakukan bagianku dan membantu anak-anak itu percaya pada diri mereka sendiri. Aku juga ingin mereka untuk mengerti betapa indahnya sepakbola itu.”

Sepakbola Sempat Bikin Flachi Muak

Kembali berlatih dan ada kemungkinan untuk kembali bermain merupakan peluang bagi Flachi untuk merenungkan pilihan dalam hidup yang telah dia buat sebelumnya.

“Setelah aib seperti itu, Anda memikirkan segalanya. Dari karier yang dibuang ke tempat sampah, citra publik Anda, rasa sakit yang Anda sebabkan buat keluarga Anda. Orang-orang awalnya tak bereaksi dengan baik, tapi seiring berjalannya waktu, aku membuktikan bahwa aku mengerti kesalahanku dan bisa membangun kembali sebagian besar hubungan,” terang Flachi.

“Awalnya, menonton sepakbola bikin aku muak, tapi kemudian aku menggulung lengan baju dan perlahan bergerak lagi. Aku telah membuka dua restoran di Florence dan aku menghabiskan waktu menyiapkan makanan.”

“Sejak aku tahu aku akan kembali main, aku menerima banyak telepon dan pesan. Ini membuktikan masih banyak orang yang mencintaiku.”

“Aku bukan korban. Aku membuat kesalahan dan aku tak ingin orang lain mengikuti jalan yang sama. Aku menerima banyak kritik poisitf dari kepelatihanku dan ini jadi bukti penting kalau dedikasiku diapresiasi dan para orang tua mempercayaiku.”

“Terlalu mudah untuk menilai seseorang dari luar. Mereka yang mengenalku juga tahu bagaimana aku. Aku orang yang sama seperti aku 20, 30 tahun yang lalu.”

“Aku tahu seseorang bisa membuat kesalahan dan jatuh, tapi seseorang juga bisa berdiri di atas kakinya. Hidup itu penuh dengan kejadian tak terduga. Apa yang aku inginkan adalah melakukan bagianku dan menunjukkan aku bisa memainkan peranku di sepakbola,” tutup Flachi.

Sumber: BBC.