Frank Soo, Satu-Satunya Pemain Keturunan Asia di Timnas Inggris

Frank Soo merupakan satu-satunya pemain keturunan Asia yang pernah membela timnas Inggris dalam laga internasional. Namun, Anda mungkin belum pernah mendengarnya.

Meski banyak membela klub Britania hingga jadi pemain pertama asal China yang pernah tampil di English Football League (EFL) pada masanya, tapi sebagian besar tentang dirinya telah dilupakan oleh sepakbola Inggris.

Sebagai seorang bek tengah yang sangat berbakat, dia telah memantapkan dirinya sebagai bagian Stoke City yang sangat menghibur di periode 1930-an. Bahkan, Frank sampai dipercaya jadi kapten tim berjuluk The Potters itu selama bertahun-tahun, dan mendapat kesempatan memperkuat Timnas Inggris. Tapi sayangnya, cerita perjalanan karier Frank tidak banyak diketahui orang, termasuk di Inggris sekalipun.

The Wanderer

Frank lahir di Derbyshire dari ayah Tionghoa dan ibu Inggris, yang membuat orang-orang mungkin akan berpikir bahwa menjadi orang pertama dan satu-satunya dari latar belakang Asia yang pernah mewakili Inggris akan mengabadikan namanya dalam cerita sepakbola Inggris. Tapi, karena berbagai alasan, nama Frank saat ini malah tidak begitu diingat seperti banyak pemain di zaman yang sama.

The Wanderer, sebuah biografi yang mencerahkan tentang kehidupan Frank adalah salah satu dari sedikitnya catatan mengenai sosok pemain kelahiran 8 Maret 1914 itu.

Penulis buku tersebut, Susan Gardiner, telah menceritakan semua kisah tentang kemampuan bermain Frank yang menjadikannya salah satu pemain terhebat di masanya, seperti dilansir oleh Planet Football pada 25 Januari 2023.

“Siapa pun yang membaca laporan dari waktu itu atau wawancara dengan fans yang menontonnya, bisa melihat betapa dia dihormati atas keanggunan dan keterampilan permainannya,” kata Gardiner.

“Di masanya dia juga dianggap sebagai salah satu terbaik oleh sesama pemain, seperti Joe Mercer dan Stan Mortensen, dan tak jarang fans Stoke menyebut Frank lebih baik dari Stanley Matthews.”

Setelah menghabiskan masa kecil di Liverpool dan beberapa laga untuk tim lokal Prescot Cables, dia dibina Stoke dan bergabung dengan skuat muda arahan Tom Mather pada 1933. Frank masuk tim utama tak lama setelah Matthews. Di sisi sang pelatih dan penggantinya Bob McGrory, dia adalah bintang, lalu jadi kapten yang membawa mereka sebagai salah tim paling terkenal di masa itu.

Perang Dunia II

Seperti banyak pemain hebat di masanya, kemegahan sepak bola Frank terganggu oleh Perang Dunia II. Pada 1939, dia masih 25 tahun, dan jika bukan karena pecahnya perang, akan sangat mudah untuk membayangkan sang pemain dan timnya bisa memenangkan gelar liga dan Piala FA. Kenyataannya, Frank bergabung dengan Royal Air Force (RAF), di mana timnya juga telah dia pimpin sebagai kapten.

Selama periode berat itu, dia mewakili Inggris dalam sembilan kesempatan, juga membuat beberapa penampilan tamu di pertandingan masa perang untuk klub seperti Everton, Newcastle, Chelsea dan Millwall yang membawa nama FA dan secara tak resmi disebut sebagai timnas. Tapi, penampilannya untuk Inggris saat itu hanya terjadi dalam laga semi-resmi selama Perang Dunia II antara 1942-1945.

Menariknya, ada pertanyaan yang cukup mengganggu, apakah dia akan mendapatkan lebih banyak kesempatan seandainya berkulit putih? Soalnya Frank menjadi orang non-kulit putih pertama yang bermain untuk Timnas Inggris.

Pada 1975, 16 tahun sebelum meninggal dalam usia 76 tahun, dia sendiri menyebut penampilannya relatif sedikit untuk timnas disebabkan oleh darah orientalnya.

Memang sulit untuk memastikan apa latar belakangnya menjadi beban yang sangat berat baginya. Karena permainannya secara teratur telah dikomentari, terutama di tahun-tahun awal kariernya.

“Dia selalu disebut sebagai Chinaman atau pemain China, tapi saya pikir keterampilan dan pesona pribadinya membungkam banyak orang yang mungkin bersikap kasar,” ucap Gardiner menjawabnya.

Periode Akhir

Laporan pertandingan dan artikel sepakbola dari masa itu sebenarnya sudah mengungkap tentang kemampuan Frank di lapangan. Bahkan, meski hanya mencetak 19 gol sepanjang 18 tahun kariernya sejak 1932, “penguasaan bola yang cepat tapi diperhitungkan” dari Frank – seperti yang dinarasikan dalam laporan salah satu surat kabar – telah membedakan sosoknya dari pemain lainnya di masa itu.

Setelah Perang Dunia II, Frank masih terus bermain sampai 1950. Dari Stoke, dia pindah ke Leicester City sampai 1946, lalu sempat bermain untuk Luton City selama dua tahun, sebelum gantung sepatu di Chelmsford City. Tapi, dia tak pernah jauh dari lapangan hijau, karena melanjutkannya dengan karier kepelatihan.

Frank menghabiskan lebih 30 tahun melatih di Skandinavia, hingga merevolusi permainan Swedia jauh sebelum orang-orang seperti Bob Houghton dan Roy Hodgson era 1980-an.

Sumber: Planet Football