Frustrasi adalah Sinonim dari Nani

Ada alasan kenapa Jurgen Klopp percaya betul pada Darwin Nunez. Soalnya Klopp melihat langsung bagaimana Nunez tampil luar biasa di tempat latihan. Namun, mantan pemain Benfica tersebut justru sulit mereplikasinya di hari pertandingan.

Hal serupa juga yang dirasakan Rio Ferdinand. Ia merasa frustrasi ketika punya rekan setim yang berbakat, punya segalanya, tapi tak konsisten di hari pertandingan. Rekan setimnya itu adalah Nani.

Menurut Ferdinand, Nani tak pernah belajar untuk mengontrol bakatnya. Padahal, Ferdinand melihat sendiri bagaimana kemampuan dan kehebatannya di tempat latihan. Sayangnya, cuma sedikit yang direplikasi di tempat latihan. Ferdinand pun merasa Nani tak mencapai potensi yang sesungguhnya.

Menurut mantan pemain Akademi Manchester United, Danny Higginbotham, ada alasan mengapa banyak pihak merasa frustrasi pada Nani. Yang paling utama adalah karena mereka terganggu. Saat bermain di Inggris, bakat Nani digunakan untuk hal yang tidak perlu: trik tanpa alasan, tendangan jarak jauh yang ambisius, dan pengambilan keputusan yang buruk.

Hal-hal tidak perlu ini kian meningkat karena Nani dianggap sebagai penerus Cristiano Ronaldo. Ia tak mampu melakukannya, sehingga yang ia bisa lakukan adalah menduplikasinya. Sayangnya, Nani, mengikuti Ronaldo pada hal-hal yang kurang tepat.

Benedict O’Neill dari Planetfootball memberikan tiga alasan mengapa Nani sebenarnya layak untuk dicintai.

Keberanian

Di final Liga Champions 2008, Manchester United harus menjalani adu penalti melawan Chelsea. Nani menjadi penendang kelima United. Ia harus mencetak gol, karena kalau gagal, Chelsea otomatis menjadi juara. Soalnya, tendangan Ronaldo tak menjadi gol.

Nani saat itu masih berusia 21 tahun. Ia main di final kompetisi antarklub terbesar di dunia dalam musim debutnya untuk MU. Ia bersanding dengan John Terry yang saat itu sudah berusia 27 tahun dan menjadi kapten Chelsea.

Andai tendangan penaltinya gagal, Chelsea dipastikan menjadi juara. Namun, Nani melaksanakan tugasnya dengan baik. Di sisi lain, Terry terpeleset dan tendangannya tak akurat.

Dari sini, rasa frustrasi pada Nani justru tak ada lagi. Sebaliknya, para fans Chelsea yang merasa frustrasi karena Terry adalah penentu. Sebagai penendang terakhir, ia menjadi senjata andalan yang mestinya jadi jawaban atas setiap kesulitan.

Gara-gara penalti yang gagal, United kembali bisa bernafas. Anderson menendang ke tengah. Salomon Kalou berhasil mengelabui Edwin van der Sar. Ryan Giggs menipu Petr Cech. Lalu, Nicolas Anelka cuma bisa menyesal di bawah guyuran hujan deras.

Penalti di Moskow tersebut jadi tak masuk akal. Bagaimana tidak? Nani jadi penendang kelima atau penentu. Sementara pemain senior macam Giggs ada di penendang ke tujuh. Bahkan, pemain senior macam Rio Ferdinand, Nemanja Vidic, dan Patrice Evra, tak jadi penendang utama.

“Karena itu, dia berhak untuk melakukan step-overs dengan jumlah tak terbatas,” tulis O’Neill.

Tukang Pamer yang Keren

Sebelum Final 2008, Nani sebenarnya sudah pernah membungkam kritik dengan hal yang ia lakukan. Contohnya pada Februari 2008.

United saat itu tengah menghadapi Arsenal di Piala FA. Di pertengahan babak kedua, skor sudah menunjukkan keunggulan 4-0. Dalam satu momen, sapuan Van der Sar tidak begitu sempurna. Bola memantul ke tengah yang dikejar oleh Nani.

Bola tanggung langsung diangkat Nani dengan lututnya. Untuk menjauhkan dari kejaran pemain Arsenal, Nani menyundulnya pelan, sebanyak tiga kali. Bola lalu dikontrol dua kali dengan kaki yang bikin pemain Arsenal yang mengejarnya, Justin Hoyte, sampai bersujud menyembahnya. Nani mengangkat bola sekali lagi, dan mengontrolnya ke sisi lapangan.

Kesal dengan aksi Nani, pemain Arsenal pun mengakhirinya dengan tekel dua kaki. Nani kesal, tapi Hoyte pasti lebih kesal. Sementara suporter United senang-senang saja karena aksi Nani bagaikan menabur garam pada luka yang menganga.

Usai laga, Nani menjelaskan apa yang ia lakukan dan meminta maaf.

“Di Portugal, aku telah melakukan ini berkali-kali, tapi itu karena yang aku lakukan adalah tontonan yang menghibur dan bukan karena aku tidak menghormati rival,” kata Nani.

“Aku adalah seorang profesional dan aku selalu menaruh rasa hormat dengan semua pemain lawan, tapi aku juga menghargai sekarang karena mungkin itu terlihat buruk. Setelah pertandingna, Ferguson bicara padaku dan memintaku untuk tak mengulanginya lagi untuk menghindari masalah.”

Trofi

Kalau tersungkurnya Terry dan Hoyte tidak cukup, alasan lain yang harusnya menyadarkan kalau Nani tidak sejelek itu adalah raihan trofi yang ia raih. Capaian tertingginya barangkali adalah menjuarai Piala Eropa 2016. Hebatnya, ia mengenakan ban kapten yang ia dapatkan dari Cristiano Ronaldo yang cedera.

“Itu adalah perasaan yang sangat aneh ketika Cristiano keluar karena aku sangat marah kehilangan kapten dan pemain terbaik kami.”

“Namun, dengan cepat aku harus mengangkat kepala dan mencoba membantu tim untuk memberikan mereka rasa percaya diri dan motivasi untuk lanjut. Aku harus melanjutkan tugasku. Aku harus melakukan apa yang harusnya kapten lakukan.”

Final di Stade de France tersebut membikin frustrasi. Namun, Nani tetap melakukan sebisa mungkin apa yang ia lakukan: dribel, umpan, dribel, umpan.

Sampai akhirnya Eder mencetak gol di babak kedua perpanjangan waktu. Sang komentator sampai berujar, “Eder, striker yang jarang mencetak gol, telah mencetak gol mungkin gol terhebat dalam sejarah Portugal.”

Selain satu trofi Piala Eropa tersebut, Nani juga membantu United meraih empat gelar Premier League, dua Piala Liga, empat Community Shield, Liga Champions dan Piala Dunia Antarklub.

***

Menonton Nani memang sering membikin frustrasi para penonton. Akan tetapi, ada sejumlah alasan mengapa Nani sebenarnya berhak untuk lebih banyak dicintai. Seperti yang ia bilang, “Sepakbola semestinya menyenangkan.”

Sumber: Planetfootball.