Birmingham City mengakhiri Championship 2018/2019 tanpa kekalahan pada tujuh partai beruntun. Meraih 11 poin dari tujuh pertandingan mungkin bukan catatan impresif. Apalagi sebelum mengalahkan Leeds United dengan skor tipis 1-0, mereka menelan lima kekalahan sepanjang Maret 2019. Akan tetapi, jika mengingat pengurangan sembilan poin yang diterima the Blues di tengah musim karena melanggar aturan finansial liga, setidaknya 11 poin sudah dua lebih banyak dari jumlah pengurangan tersebut.
Awalnya Manajer Birmingham, Garry Monk, mengaku anak-anak asuhnya ada di situasi berbahaya setelah menerima hukuman dari badan liga, Football League. “Anak-anak memperlihatkan kualitas mereka sepanjang musim. Tentu sedih melihat pengurangan tersebut. Ini adalah pukulan besar bagi kami. Namun, peraturan dan regulasi diterapkan dengan alasan,” kata Monk.
Dengan pengurangan poin tersebut, Birmingham turun ke peringkat 18 klasemen dan hanya unggul lima poin dari zona merah. “Kami harus bisa menghapus semua pikiran negatif yang ada. Saya tahu tim ini dalam bicara banyak dan mereka sudah berjuang sepanjang musim,” lanjutnya optimis.
Optimisme Monk itupun terbayarkan dengan 11 poin dari tujuh pertandingan. Tanpa satupun kekalahan. The Blues mengakhiri kampanye 2018/2019 di divisi dua Inggris sebagai peringkat 17. Unggul 12 poin dari Rotherham United yang menduduki posisi tertinggi di zona merah.
Sejak mantan kapten Swansea City itu mendarat di St.Andrews, Birmingham memang terlihat lebih stabil. Mungkin lebih tepatnya adalah kembali stabil. Ditunjuk pada 4 Maret 2018, Monk datang sebagai pengganti Steve Cotterill. Ia adalah manajer keempat yang ditunjuk oleh pemilik klub, Trillion Trophy Asia (TTA).
Momentum yang Rusak
Foto: Sky Sports
Sebenarnya saat TTA mengakuisisi Birmingham, kondisi klub sudah stabil di bawah arahan Gary Rowett. Rowett merupakan mantan pemain Birmingham. Ia membawa Kevin Poole, Mark Sale, dan Kevin Sumerfield yang sudah bekerja sama dengan dirinya di Burton Albion. Bukan hanya sudah mengenal gaya melatih Rowett, mereka semua juga mantan pemain the Blues. Sama seperti Rowett.
Bersama-sama mereka menyelamatkan Birmingham dari papan bawah Championship. “Kami semua sangat senang dengan hasil yang bisa diraih. Mimpi buruk itu telah hilang. Sekarang saya berpikir bagaimana caranya untuk membuat tim ini semakin berkembang,” kata Rowett.
Rowett datang di masa kritis. Birmingham baru menyelesaikan musim yang berat bersama Lee Clark pada 2013/2014. Baru selamat dari degradasi di pertandingan terakhir melawan Bolton Wanderers.
Ketika Clark ditendang pada tengah musim 2014/2015, the Blues duduk di peringkat ke-23. Hanya satu strip dari zona degradasi. Tapi Rowett mengangkat mereka ke 10 besar klasemen akhir. Musim pertamanya menangani Birmingham secara penuh, 2015/2016, juga diakhiri di 10 besar.
Tapi kemudian TTA datang menendang Rowett. Padahal untuk pertama kalinya sejak turun divis, Birmingham diunggulkan promosi ke Premier League. Sayangnya semua kemajuan itu dihapus oleh pemilik baru klub.
Mulai dari Nol
Foto: Football League World
“Kami senang berhasil mendatangkan sosok seperti Gianfranco Zola. Ia memiliki filosofi yang sesuai dengan direksi baru Birmingham City. Zola memiliki nama besar sebagai pemain ataupun manajer,” jelas pihak TTA.
Nama besar itu yang menjadi titik berat. Pasalnya, karier manajerial Zola tidaklah begitu cemerlang. TTA akhirnya menyadari hal tersebut setelah hanya meraih dua dalam 24 laga. Zola meninggalkan Birmingham di peringkat 20 klasemen.
Padahal Rowett memberi Zola tempat yang nyaman. Duduk di peringkat delapan klasemen dengan hanya satu poin dari zona playoff. Harry Redknapp berhasil menyelamatkan mereka dari degradasi. Tapi the Blues harus memulai dari nol lagi.
Redknapp juga mengaku dirinya menerima pinangan Birmingham karena rasa kasihan. “Birmingham City adalah kesebelasan sepakbola yang bagus. Sekarang mereka ada di posisi yang berbahaya,” kata Redknapp.
Beberapa pihak mungkin menyebut Redknapp yang merusak momentum Birmingham. Tapi sejatinya, itu adalah salah TTA. Redknapp mempertahankan Birmingham di Championship meski di akhir masa kepelatihannya, Birmingham kalah enam kali beruntun.
Monk Sang Juru Selamat
Foto: Swansea City
Beruntung Monk mendarat di St.Andrews. “Kondisi di dalam tubuh Birmingham City saat ini sangat luar biasa. Setelah bencana terjadi selama dua tahun terakhir, sekarang semuanya ada di belakang Monk. Ia meningkatkan kualitas tim secara individu dan kolektif,” ungkap Brian Dick dari Birmingham Live.
Monk mengubah cara pandang Birmingham City di dalam ataupun luar lapangan. “Banyak kesebelasan ternama di Championship yang melupakan hal-hal kecil hanya karena mereka populer. Itu harus diubah. Saya akan berusaha sekuat tenaga untuk mengubah hal itu di Birmingham City,” kata Monk.
“Pola pikir di sini harus diubah. Standard yang diminta bukanlah hal yang membanggakan. Kita tidak datang ke sepakbola hanya untuk lolos degradasi. Perlahan kita pasti bisa lebih baik lagi. Akan tetapi, untuk sementara, mengingat kondisi tim ini dalam beberapa tahun terakhir, tentu ada perasaan lega,” lanjutnya.
Monk memiliki kontrak hingga akhir musim 2020/2021. Jasanya diincar West Bromwich Albion, tapi Monk fokus ke Birmingham. “Saya ingin tetap di sini. Saya ingin membantu Birmingham melangkah maju. Jangan ganggu dengan rumor-rumor tidak penting,” kata Monk.
“Fokus saya saat ini adalah memahami kondisi finansial klub. Pasalnya itu adalah salah satu hal yang diperbincangkan sejak saya pertama mendarat di sini. Bagaimanapun hasil laporan tersebut, saya akan berusaha membuat klub ini lebih maju lagi dengan opsi yang tersedia,” lanjutnya.
Monk mungkin menghabiskan 10 tahun karier profesionalnya sebagai pemain Swansea. Namun selama TTA tidak membuat ulah, Monk bisa jadi juru selamat Birmingham City. Membawa mereka kembali ke tanah perjanjian, Premier League!