Gol Hantu di Vicarage Road

Foto: The Tilehurst End

Sepanjang sejarah sepakbola sudah banyak gol hantu yang pernah terjadi di atas lapangan. Sebut saja Geoff Hurst pada final Piala Dunia 1966, Milan Baros pada semifinal Liga Champions 2004/2005, hingga Stephen Kiessling ketika Bayer Leverkusen melawan Hoffenheim. Akan tetapi, tiga gol hantu di atas masih kalah absurd jika dibandingkan dengan apa yang terjadi di Vicarage Road pada 20 September 2008 lalu.

Ketika itu Watford dan Reading bertemu dalam lanjutan Championship Division. Watford yang bertindak sebagai tuan rumah terpaut tiga poin dari The Royals. Kemenangan diharapkan bisa diraih mengingat mereka sudah dua kali kalah beruntun melawan Sheffield Wednesday dan Plymouth Argyle.

Sayangnya, langkah mereka untuk mendapat tiga poin langsung buyar akibat gol hantu tersebut. Pada menit ke-13, Reading mendapat sepak pojok yang dilepaskan oleh Stephen Hunt. Bola tendangannya kemudian membentur John Eustace dan menciptakan kemelut di dekat kotak kecil kiper Watford. Bola yang sebenarnya nyaris keluar lapangan tersebut ditendang kembali oleh Noel Hunt yang disambut sundulan pemain Reading yang membentur mistar. Bola rebound tendangan pemain Reading lainnya juga masih membentur.

Kemelut berakhir setelah Nigel Bannister, asisten wasit saat itu, mengangkat bendera. Wasit Stuart Attwell kemudian meniup peluit tanda kalau bola telah meninggalkan lapangan dan memberikan goal kick untuk Watford. Pemain dari kedua kesebelasan juga sama-sama bersiap meninggalkan kotak penalti.

Akan tetapi, sebuah percakapan kemudian terjadi antara Attwell dan Bannister. Atwell salah sangka kalau bendera yang dikibarkan oleh Bannister tadi bukan sebuah sinyal kalau bola telah meninggalkan lapangan melainkan gol. Menurut Bannister, bola sudah melewati garis gawang.

Keputusan ini tentu saja mengundang reaksi dari pemain Watford. Ada empat pemain yang mencoba untuk mempertanyakan keputusan aneh tersebut. Jika melihat tayangan ulang, jelas terlihat kalau bola beberapa meter di sebelah gawang alih-alih melewati garis gawang menurut pengamatan Bannister.

Sebuah keputusan yang tentu saja langsung menodai karier Attwell sebagai seorang pengadil. Ketika itu, dia baru berusia 25 tahun dan menjadi wasit termuda di Premier League saat itu. Sontak, PGMOL (Professional Game Match Official) langsung membuat klarifikasi terkait pertandingan tersebut agar hujatan kepada Attwell tidak semakin meluas.

“Wasit tidak punya cara lain untuk mengetahui dengan pasti apakah bola melewati garis untuk mencetak gol. Dia mengandalkan asistennya untuk membuat keputusan itu,” kata Paul Rejer, salah satu anggota PGMOL saat itu.

Pertandingan itu sendiri berakhir dengan skor imbang 2-2. Setelah gol hantu tersebut, Watford berhasil bangkit dan membalikkan kedudukan melalui gol Tommy Smith dan John-Joe O’Toole. Akan tetapi, Attwell kemudian memberikan penalti setelah Stephen Hunt terjatuh di kotak terlarang. Penalti kemudian sukses dieksekusi oleh Hunt untuk membawa The Royals pulang membawa satu poin.

Eustace mungkin menjadi sosok yang paling sial pada pertandingan tersebut. Bola yang seharusnya keluar setelah membentur pahanya justru dianggap sebagai sebuah gol. Ia kemudian membuat timnya terkena hukuman penalti karena aksinya yang sembrono hingga sampai menjatuhkan Hunt.

“Semua orang bisa melihat apa yang terjadi. Sangat memalukan. Kami pikir dia akan memberikan tendangan gawang dan tiba-tiba kemudian menjadi gol. Itu konyol,” kata Eustace.

Watford memang layak untuk kesal karena keputusan kontroversial tersebut benar-benar merugikan mereka. Apalagi skor 2-2 membuat mereka sudah tiga pertandingan beruntun tidak bisa meraih kemenangan. Jika tidak ada gol hantu tersebut, maka bukan tidak mungkin mereka akan pulang dengan tiga poin. Meski begitu, keputusan tidak bisa diubah.

“Saya belum pernah melihat keputusan seperti ini. Seperti sebuah pendaratan UFO. Saya telah menemui wasit dan sejujurnya dia hanya melakukan apa yang dikatakan hakim garis. Dia bekerja dalam sebuah tim, dan jika seseorang datang dan mengatakan kepadanya kalau itu adalah gol maka dia harus melakukannya,” kata Aidy Boothroyd, manajer Watford.

“Saya juga tidak berharap para pemain Reading mengambil keputusan sendiri (membiarkan untuk dibobol). Itu semua tidak bergantung kepada mereka. Jika seseorang menghentikan Anda di tempat parkir lalu memberi Anda hadiah, maka Anda tidak bisa menolaknya bukan?” tuturnya menambahkan.

Musim 2008/2009 berjalan mengecewakan bagi The Hornets. Pada akhir musim mereka harus puas finis pada posisi ke-13. Sebaliknya, Reading menjalani musim yang cukup baik dengan menempati peringkat empat dan berhak memperebutkan satu tiket terakhir promosi ke Premier League. Sayangnya, anak asuh mantan pemain United, Steve Coppell ini gagal setelah kalah dari Burnley yang kemudian menjadi pemenang.