Ingatan Panjang Iker Casillas

Iker Casillas adalah legenda Real Madrid. Ia sudah berada di ibu kota Spanyol tersebut selama 16 musim lamanya. Namun, kariernya hancur saat Jose Mourinho menangani Madrid dan menggusur posisinya sebagai kiper utama.

Casillas mengakhiri kariernya di FC Porto. Ia menghabiskan waktu lima tahun di kesebelasan Portugal tersebut, sebelum akhirnya pensiun pada 2020.

Selain kehebatannya mengawal gawang, Casillas juga ternyata punya bakat yang jarang dimiliki pesepakbola lain. Ia punya ingatan yang panjang!

Sebenarnya, buat atlet, punya ingatan yang panjang tidak bagus-bagus amat. Atlet diajarkan untuk tak terlalu memikirkan kesalahan lama dan melupakannya. Ini dilakukan agar kepercayaan diri mereka tetap stabil dan bisa tampil prima.

Di sisi lain, Casillas dapat mengingat sekitar 98 persen pertandingan yang ia lakoni. Artinya, ia bisa mengingat siapa lawannya, tanggal pertandingan, siapa yang mencetak gol, dan kalau kebobolan, ia hapal mengapa bisa melakukan kesalahan sampai gawangnya bergetar.

Casillas bisa dengan mudah mengingat kejadian-kejadian tersebut, semudah menyebutkan nama teman-temannya.

Dalam video yang ditayangkan dari akun Real Madrid tersebut, salah seorang pelatih bertanya soal pertandingan di Balaidos, kandang Celta Vigo.

“Januari 2003, 0-1,” kata Casillas. “Itu pertandingan ke-50 ku bersama Real Madrid.”

Ya, di pertandingan itu, Madrid menang lewat satu gol Ronaldo pada menit ketujuh.

Casillas pun meminta sang penanya bertanya pada Fernando Hierro soal satu pertandingan yang mereka mainkan bersama di sekitar 1999 hingga 2000-an.

“Tanya dia skornya dulu, dengar apa yang dia bilang, lalu aku akan memberitahumu,” ungkap Casillas.

Sang pelatih pun bertanya soal pertandingan 5 Januari 2002 menghadapi Deportivo La Coruna di Madrid.

“Aku sudah dapat jawabannya. Aku bahkan bisa bilang siapa pencetak golnya,” kata Casillas.

Hierro bungkam sembali mengembalikan ingatannya ke era itu. Ia menggelengkan kepalanya.

“Kamu pasti tak ingat. Akuilah. Bilang ke kamera kalau kau tak tahu,” sergah Casillas.

“Apakah itu saat Raul jadi top skorer?” tanya Hierro.

“Tapi akuilah, kau tak tahu,” jawab Casillas.

Hierro mengangguk.

“3-1. Adalah gol terkenal dari Zizou yang membuat kameramen marah,” jawab Casillas.

Sang pelatih mengonfirmasi: “3-1. Kamu ingat semuanya, Iker?”

“Aku bisa bilang mengingat 98 persen pertandingan yang ku mainkan.”

Belum puas, sang pelatih kembali bertanya: “17 September di La Liga menghadapi Malaga pada 2000, tandang.”

“3-3,” jawab Casillas.

Sang pelatih mengonfirmasi dengan semangat: “3-3! Luar biasa! Dia tahu semuanya!”

Sang pelatih melanjutkan: “Melawan Lazio di Liga Champions, Februari 2001.”

“Kandang atau tandang?” tanya Casillas yang disambut gelak tawa pemain lain.

“Tandang,” kata sang pelatih.

“2-2 dan aku tak bermain,” jawab pemain dengan tinggi 182 meter ini.

Momen yang Tak Ingin Diingat Casillas 

Ada satu momen dalam ingatan panjangnya yang tak mungkin pernah ia lupakan. Dalam wawancara dengan El Pais Semanal, ia menyebut kalau kepindahannya dari Madrid-lah yang paling membikin dia sedih.

Saat ditanya soal ingatan terburuknya, Casillas langsung menjawab: “Kepergianku dari Real Madrid.”

“Aku pikir perpisahanku bukan karena tak menjaga hubungan dengan klub atau karena pemain yang telah ada di sana sejak lama. Aku sedih saat pergi,” ucap Casillas.

Casillas mengakui kalau dirinya juga membuat sejumlah kesalahan yang membuatya meninggalkan Madrid. Ia bilang kalau ia ingin kembalike Bernabeu suatu saat nanti, meski kemudian hal itu tak pernah terjadi.

Momen lainnya adalah ketika ia terkena serangan jantung yang kemudian mengubah hidupnya.

“Aku merasakan sakit yang luar biasa di dadaku, dan sepertinya aku bagai sedang dihancurkan. Rasa frustrasi terbesarku adalah sebelum hari itu, aku terbang dari satu pos ke yang lainnya, lalu keesokan harinya aku bahkan tak bisa berjalan sejauh delapan meter dari kasurku ke kamar mandi.”

Meski demikian, Casillas tak merasa kalau tekanan yang membuatnya mengalami serangan jantung. “Aku sudah terbiasa dengan tekanan sejak usia 15 tahun. Aku berada di musim terakhir dalam karierku dan menikmatinya tanpa tekanan sama sekali. Aku tak mengerti.”