Jack Charlton: Kebanggaan Inggris, Leeds United, dan Republik Irlandia

Foto ikonik Jack Charlton selama membela Leeds United yaitu merokok di tempat latihan. Foto: Leeds Live

Publik sepakbola berduka. Jack Charlton, legenda Leeds United dan tim nasional Inggris menghembuskan nafas terakhirnya pada Jumat malam (10/7). Jack yang juga merupakan kakak kandung dari legenda Manchester United, Bobby Charlton, meninggal dunia dalam usia 85 tahun setelah menderita sakit linfoma dan demensia.

“Jack meninggal dengan damai pada Jumat, 10 Juli 2020, pada usia 85 tahun. Dia berada di rumahnya di Northumberland, dengan keluarganya di sisinya. Selain teman bagi banyak orang, dia adalah suami, ayah, kakek, dan buyut yang sangat disukai. Dia adalah pria yang jujur, baik, lucu, tulus, dan selalu punya waktu untuk semua orang,” begitulah pernyataan dari keluarga Charlton.

“Kita tidak bisa mengungkapkan betapa bangganya kita terhadap kehidupan luar biasa yang ia bawa dan kesenangan yang telah diberikan kepada banyak orang di berbagai lapisan masyarakat. Terima kasih atas kenangannya yang sudah ia berikan sepanjang hidupnya,” katanya menambahkan.

Kabar mengenai meninggalnya Jack langsung cepat menyebar. Beberapa pemain yang pernah bermain atau bahkan menjadi lawan Jack mengungkapkan rasa duka cita. Beberapa akun media sosial klub juga melakukan hal yang serupa. Orang-orang yang pernah bertemu dengannya juga mengungkapkan rasa belasungkawa mereka terhadap keluarga Jack.

“Berita yang menyedihkan karena dia adalah legenda sepakbola. Seorang pria yang baik. Saya pernah menyaksikan Norwegia bermain melawan Republik Irlandia pada Piala Dunia 1994. Dia selalu bersemangat ketika dia berbicara dan sedih mendengar berita kepergiannya,” kata manajer Manchester United, Ole Gunnar Solskjaer.

Kejayaan Bersama Inggris

Nama Charlton memang menjadi bagian dari perjalanan sepakbola Inggris. Ia dan adiknya, Bobby, adalah sama-sama pemain hebat di masanya. Keduanya menjadi pilar penting skuad Inggris asuhan Alf Ramsey ketika menjadi juara Piala Dunia 1966.

Bobby akan mengurus lini tengah dan depan. Dia akan menopang dua striker yang saat itu diisi oleh Roger Hunt dan Geoff Hurst. Sementara Jack juga bekerja sama dengan Bobby tapi Bobby yang menjadi temannya adalah Bobby Moore. Keduanya akan mengawal gawang Gordon Banks agar tidak kebobolan.

Yang menarik, Charlton baru memulai karier tim nasionalnya ketika usianya sudah 30 tahun. 10 April 1965 adalah debutnya bersama timnas Inggris ketika bermain imbang 2-2. Sejak saat itu, perannya di lini belakang tidak tergantikan. Bahkan pada Piala Dunia 1966, Jack bermain di semua laga yang timnas Inggris mainkan.

Piala Dunia 1970 menjadi turnamen internasional terakhir yang ia mainkan. Pada perjalanan pulang setelah tersingkir dari Jerman Barat, Jack meminta Ramsey untuk tidak lagi memasukkan namanya ke tim nasional. Yang menarik, dia merasa tidak enak hati untuk menyampaikannya di depan sang pelatih. Menurut buku autobiografinya, ia hanya bisa berkata: masa indah, istimewa, semakin tua, melambat, tidak sanggup, dan mundur. Mendengar ucapannya tersebut, Ramsey kemudian langsung menyetujui permintaan Jack.

Bersinar Bersama Leeds United

Di level klub, Jack dan Bobby memiliki kesamaan. Salah satunya adalah mereka punya loyalitas terhadap klubnya masing-masing. Jika Bobby adalah legenda United, maka Jack adalah legenda Leeds United, rival abadi Setan Merah. Dia mengoleksi 773 penampilan sekaligus menjadikan namanya sebagai pemiliki caps terbanyak mereka sepanjang sejarah.

Meski dia adalah seorang bek tengah, namun naluri gol Jack tidak bisa dianggap remeh. Ia membuat 92 gol dan berada pada urutan kesembilan pencetak gol terbanyak sepanjang sejarah.

Jika di Inggris Jack dan Bobby Charlton saling bahu membahu, maka tidak di level klub. Mereka justru bersaing satu sama lain. Wajar, mengingat mereka bermain di klub yang saling benci satu sama lain. Kisah rivalitas keduanya disebut-sebut sebagai satu dari sekian banyak rivalitas adik-kakak yang terjadi di sepakbola.

Hal ini dikarenakan keduanya menjadi simbol dari klubnya masing-masing. Bobby adalah tumpuan Matt Busby dalam tim Busby Babes yang mereka miliki sedangkan Jack adalah jagoan dari Don Revie dengan Revie Boys-nya yang menjadi ciri khas. Bobby membawa United menjadi tim yang disegani sepanjang era 50 hingga 60-an, sedangkan Jack adalah penggawa utama Leeds saat mereka mendominasi sepakbola Inggris pada 60 hingga 70-an.

Keduanya sama-sama memiliki gelar yang prestisius. Bobby punya tiga gelar liga, satu Piala FA, dan satu Piala Champions. Sementara Jack juga tidak mau kalah. Ia punya satu gelar liga Inggris, satu Piala FA, satu Piala Liga, dan dua gelar Inter Cities Fairs Cup yang merupakan cikal bakal dari ajang Piala UEFA atau yang sekarang akrab dipanggil Europa League. Namun, Bobby punya kesuksesan yang jauh lebih baik karena pernah menang Piala Champions dan mendapat Ballon d’Or.

Cinta Dari Republik Irlandia

Bobby boleh saja punya karier bagus sebagai pemain, namun karier Jack bisa dibilang jauh lebih lengkap. Ia punya karier bagus sebagai pemain sekaligus pelatih. Setelah pensiun, Bobby pernah menjadi pelatih di Preston North End pada 1973. Akan tetapi, ia hanya bertahan selama tiga musim.

Sebaliknya, Jack justru nyaman sebagai juru taktik. Ia pernah membawa Middlesbrough dan Sheffield Wednesday promosi. Namun, karier terbesarnya sebagai seorang pelatih adalah ketika ia menangani timnas Republik Irlandia. Sejarah yang diukir Jack cukup besar di sana. Ia mampu meloloskan Plucky Ireland ke putaran final Piala Eropa 1988, dan Piala Dunia 1990 serta 1994.

Pencapaian itu sungguh mengesankan mengingat Euro 1988 adalah kali pertama Republik Irlandia bermain pada ajang internasional. Biasanya, mereka selalu mentok pada babak kualifikasi. Ia juga mengembangkan permainan Irlandia dengan sistem 4-4-2 yang ia gunakan.

Piala Dunia 1990 menjadi momen terbaik Jack sebagai pelatih. Ia sanggup membawa Irlandia lolos hingga 8 besar. Yang menarik, mereka melaju sejauh itu tanpa meraih kemenangan sama sekali. Namun, itu semua tidak jadi soal. Meski tidak mendapat kemenangan, prestasi tersebut membuat mereka disambut 500 ribu orang ketika mendarat kembali di Dublin. Sayangnya, mereka tidak bisa lolos ke Euro 1992.

“Yang paling menyebalkan dari kegagalan kami ke Euro 1992 adalah karena saat itu juaranya adalah Denmark. Seharusnya, Irlandia juaranya,” kata Jack.

Dua tahun berikutnya, Jack mendapat kemenangan pertama dan satu-satunya di Piala Dunia. Ia mengalahkan Italia 1-0 melalui gol Ray Houghton. Gol itu sangat bersejarah mengingat pada akhir babak grup, Irlandia finis satu posisi lebih baik dari Italia. Sayangnya, mereka kalah pada 16 besar dari Belanda.

Selain prestasi, Jack juga dikenal sebagai pelatih yang punya komitmen dan berani mengambil spekulasi. Ia pernah berdebat dengan wartawan pada awal kariernya di sana. Selain itu, ia juga tidak segan-segan mengganti pemainnya ketika babak pertama seperti yang pernah ia lakukan saat mengganti Liam Brady pada menit ke-35. Ia bahkan mengizinkan pemainnya untuk pesta di pub bersama penggemar di tengah-tengah kegiatan mereka selama Piala Dunia 1990.

Kegagalan mereka lolos ke Euro 1996 menjadi akhir dari perjalanan Charlton di dunia sepakbola. Ia kemudian mengundurkan diri. Namun ia melangkah mundur dengan cara yang terhormat mengingat sebelumnya Republik Irlandia selalu kesulitan menancapkan kukunya di dunia sepakbola internasional. Ia juga dianggap mengubah pandangan negara tersebut terhadap permainan ini.

“Bersama Irlandia, saya tidak ingat apa itu kekalahan. Yang bisa saya ingat adalah kemenangan, perayaan, dan mendapatkan hasil yang tepat ketika menghadapi semua lawan,” katanya.

***

Pada klasemen Championship musim ini, Leeds United berada di puncak klasemen sementara dan berpeluang untuk meraih tiket promosi ke Premier League musim depan. Sangat disayangkan, Jack tidak bisa lagi melihat penampilan mereka di level tertinggi. Kita juga tidak bisa melihat momen ketika dua Charlton saling berkunjung satu sama lain melihat kesebelasan yang membesarkan namanya bertanding di atas lapangan. Selamat jalan, Jack!

“Saya tidak terlalu bagus bermain sepakbola. Tapi, saya sangat lihai mmenghentikan orang lain bermain sepakbola,”

Jack Charlton (1935-2020)