Joey Barton, Mengubah Citra Bersama Fleetwood (2)

Foto: Fleetwood Town

Kita semua tahu Joey Barton sering berulah. Padahal, secara teknik permainan ia tak buruk-buruk amat. Bahkan, hampir di setiap pertandingan, ia bermain dengan gigih dan tanpa menyerah. Barton menyebutnya bagaikan dihukum Zeus.

Baca bagian pertama Joey Barton di sini.

Melihat Potensi Terbaik

Foto: Fleetwood Town

Barton pernah mengatakan, “League One musim ini (2018/19) tidak ada kesebelasan yang menonjol. Hal paling berpengaruh adalah konsistensi”. Ia sadar konsistensi the Fisherman masih kalah dibandingkan kesebelasan lain.

Sempat mewarnai papan atas klasemen dan memiliki peluang untuk promosi, Eastham dan kawan-kawan menduduki peringkat 10 sementara. Mengoleksi 52 poin dari 38 laga, selisih lima poin dari Doncaster yang menduduki peringkat terakhir zona playoff (6th).

Harapan untuk promosi ke Championship jelas masih ada. Namun mereka memperebutkan tiket itu dengan enam kesebelasan lain: Burton Albion, Blackpool, Petersborough, Coventry, dan Doncaster. Sementara menurut Barton, kesebelasan-kesebalasan yang ada di atas the Fisherman lebih konsisten.

“Dalam liga ini tidak ada yang benar-benar memiliki target juara. Konsistensi pembeda tim satu dengan lainnya, dan mereka yang ada di atas kami lebih konsisten sepanjang musim,” kata Barton. “Kami berusaha [untuk promosi], tapi saya juga harus menjaga agar pemain tidak terbawa suasana,” lanjutnya.

Terlepas dari konsistensi, Barton sebenarnya sudah mengangkat performa pemain-pemain Fleetwood secara individu. Terutama Alex Cairns, Paddy Madden, dan Ched Evans.

Pada musim 2017/2018, Cairns kebobolan 55 kali dan hanya mencatat 14 clean sheet dari 38 pertandingan. Diasuh Barton, Cairns baru kebobolan 41 kali, mendapat jumlah clean sheet yang sama. Evans, musim lalu hanya bermain sembilan kali untuk Sheffield United. Kini, ia menjadi penyerang utama Fleetwood dengan raihan 13 gol.

Evans memiliki mimpi untuk kembali membela tim nasional Wales dan penampilannya di bawah asuhan Barton bisa menjadi modal untuk merealisasikannya. Pasalnya, Barton juga tengah berusaha untuk membuat Paddy Madden tampil untuk Republik Irlandia.

Menjalani 20 pertandingan, Madden hanya terlibat dalam delapan gol di 2017/18. Dalam arahan Barton, dirinya sudah terlibat dalam 20 gol dari 36 pertandingan. “Mick McCarthy -kepala pelatih Republik Irlandia- tentu punya pertimbangan. Tapi melihat performa Paddy, Mick akan sulit menghiraukan dirinya,” kata Barton.

Awal Transformasi Fleetwood

Belajar dari Luton Town, Joey Barton memaksimalkan apa yang ia miliki untuk mendapat hasil terbaik. Belajar dari Barcelona dan Bayern Munchen, dia ingin memberikan sebuah sistem yang turun-temurun bagi Fleetwood.

“Saya berbicara dengan Pep Guardiola, ia mengatakan dirinya sering membuat kesalahan di Barcelona B. Itu manajemen sepakbola, tidak seperti meletakkan batu bata; Bagaimana juga akan ada yang dirasa kurang,” katanya.

“Namun saya ingin Fleetwood seperti Bayern Munchen atau Barcelona. Menjaga mereka yang telah berjasa pada klub, dan melibatkannya untuk membangun masa depan. Seperti memberikan DNA,” jelas Barton.

Itu mengapa Barton ditemani oleh rekan seperjuangannya di Queens Park Rangers, Clint Hill, sebagai asisten dan mempercayakan Youl Mawene serta David Lucas mantan pemain Fleetwood selaku pelatih.

Barton tahu bahwa Fleetwood tidak memiliki kekuatan finansial. Jangankan di Inggris, dari sesama peserta League One saja mereka kalah. Oleh karena itulah DNA jadi penting. “Kita masih kalah dengan Blackpool soal popularitas di Lanchasire. Satu-satunya cara agar dapat bersaing adalah memainkan sepakbola yang bagus dan meraih prestasi,” buka Barton.

“Dengan begitu, Fleetwood dilihat sebagai kesebelasan utama di sini. Dukungan bertambah dan minat pemain-pemain muda untuk membela Fleetwood juga ikut meningkat. Andai kita tidak bisa memenangkan adu finansial, pemain muda adalah pilihan terbaik,” jelasnya.

Ryan Rydel dan Barry Baggley adalah pemain muda yang sudah diberi kesempatan oleh Barton. Menurutnya, dua pemain itu membantu level kompetitif di dalam tim, sekalipun minim mendapat kesempatan bermain.

“Pemain-pemain muda secara umum memiliki semangat luar biasa untuk membuktikan diri. Mereka masih lapar. Kami tidak melihat usia, jika memang layak, pasti mendapatkan kesempatan”.

Musim 2018/19 dijadikan masa uji coba oleh Barton. Bukan hanya meningkatkan sikap tanggung jawab dan kepemimpinan di ruang ganti, dia juga menjadikan peforma anak-anak asuhnya sebagai fondasi masa depan. “Sekarang sudah jelas, pemain seperti apa harus diincar musim depan dan ke mana klub ini mau melangkah”.

Diselamatkan Oleh Sean Dyche

Foto: Daily Mail

“Saya tidak pernah mendengarkan kata-kata orang lain. Mereka mengatakan saya tak akan jadi pesepakbola profesional. Tapi saya berhasil. Pekerjaan ini [manajer] juga cocok untuk saya. Saya akan memiliki karier yang bagus di sini. Mungkin jika saya mendengarkan kritik di masa lalu, akan lebih bagus,” kata Barton saat ditunjuk sebagai nakhoda Fleetwood.

Semenjak dipinjamkan ke Marseille pada 2012/2013, Joey Barton memang terlihat mulai menurunkan emosinya. Sama seperti para ‘bad boys’ pendahulunya, sulit untuk memiliki sikap yang sama selama dua dekade. Walaupun sesekali masih bisa terpancing, kamikaze.

Titik perubahan paling drastis bagi Barton terjadi di Burnley (2015/16, 2017). Saat diriinya diasuh Sean Dyche. “Sean Dyche adalah orang pertama yang saya hubungi untuk meminta saran,” aku Barton. Dyche juga mungkin satu dari sedikit orang yang percaya Barton dapat menjalani tugas sebagai manajer di Fleetwood dengan baik.

“Joe merupakan murid sepakbola di level tertinggi. Dia selalu ingin belajar dan melihat perubahan, terlepas apa kata orang. Dirinya juga mau mendengarkan, diberi saran. Tapi kemungkinan besar akan diberi tambahan sesuai dengan gayanya,” kata Dyche.

Ketika Barton dipaksa pensiun oleh Asosiasi Sepakbola Inggris (FA) karena terlibat judi, Dyche juga yang paling mendukung dia. Bahkan menerima kembali dirinya ke Burnley setelah hukuman selama 18 bulan yang diterima Barton berakhir.

Melihat apa yang diperbuat Barton bersama Fleetwood di musim pertamanya, Sean Dyche pasti bangga dengan melihat pertaruhan selama ini terbayar.