Jose Baxter dan Kariernya yang Karam Karena Salah Jalan

Jose Baxter menjadi pemain termuda dalam sejarah Everton yang mencatatkan debut di usia 16 tahun 191 hari. Sang gelandang serang sudah di Everton sejak usia enam tahun. Ia siap untuk mencatatkan masa depan.

Namun, di tim utama Everton, ia cuma main di 15 pertandingan dalam waktu empat tahun. Seperti ditulis BBC, keputusan di luar lapangan menjadi faktor utama penurunan kariernya tersebut.

Baxter menyebut kalau ia sebenarnya punya banyak kesuksesan dalam awal karier sepakbolanya. Akan tetapi, ia berkumpul dengan orang-orang yang ia anggap salah; yang selalu membenarkan apa yang ia lakukan.

“Aku tak punya orang yang bilang padaku, ‘Tidak, itu hal yang salah untuk dilakukan,” kata Baxter.

Dari kesalahan tersebut, Baxter belajar dan menjadikannya lebih bijaksana. Pengalamannya tersebut bisa membuatnya memberi saran pada pesepakbola yang lebih muda untuk tidak melakukan apa yang seharusnya tak dilakukan.

Keberhasilan yang Menjebak

Baxter mencatatkan debut dalam laga melawan Blackburn Rovers pada pertandingan pembuka musim 2008/2009. Ia masuk menggantikan Nuno Valente di hadapan suporter Everton di Goodison Park.

Belum setahun debutnya terjadi, Baxter sudah diberi perpanjangan kontrak selama dua setengah tahun. Jumlah penampilannya cuma bisa dihitung jari. Ia sempat dipinjamkan ke Tranmere Rovers pada September 2011. Akan tetapi, di akhir musim, ia dilepas oleh Everton.

Mendapatkan kontrak dari tim Premier League tentu mengubah hidup Baxter. Ia tak tahu dunia yang sebenarnya karena ia tinggal di lingkungan dengan privilege. Ia pun menjadi pribadi yang tak mau mendengarkan orang lain. Ditambah, ia punya banyak uang di usianya yang masih sangat muda.

“Aku tak benar-benar tahu batas apapun dalam hal uang, main, dan menghabiskannya untuk benda-benda bodoh dan melakukan hal-hal bodoh,” kata Baxter.

Satu hal bodoh itu adalah mengonsumsi narkoba. Awalnya, ia sempat diperingatkan. Namun, setelah berkali-kali mengonsumsinya, ia merasa tak akan ada masalah. Padahal, ia sadar kalau ia telah melakukan hal yang salah.

Di Titik Terendah

Setelah dilepas Everton, Baxter bergabung dengan Oldham di League One selama dua musim. Masalah itu baru hadir saat ia bergabung dengan Sheffield United pada musim 2013/2014.

Keadaan saat itu mulai di luar kendalinya. Puncaknya saat ia dihukum larangan bertanding selama sembilan bulan karena penggunaan narkoba jenis ekstasi dan kokain pada 2015. Padahal, penampilannya bersama Sheffield relatif bagus karena menjadi pemain utama.

Setelah larangan bertandingnya usai, kabar buruk tak berhenti. Sheffield menghukumnya pada Februari 2016 kemudian melepasnya tiga bulan kemudian. Di situ, Baxter mulai berpikir. Apalagi ada satu momen yang benar-benar mengubah hidupnya.

“Aku ingat datang ke supermarket di Sheffield, dan seorang wanita bilang padaku kalau dia bilang pada anaknya bahwa pemain favoritnya adalah anak nakal. Aku merasa seperti seluruh dunia runtuh,” kata Baxter.

Saat itu, Baxter mencoba untuk berjuang sendirian dan tak bicara pada orang lain. Ia berpikir kalau itu adalah cara termudah. Ternyata tidak. Lebih enak baginya untuk mengeluarkan beban yang ada di dadanya.

“Aku 100 persen ada di titik terendah. Saat itu, aku berencana untuk bunuh diri,” terang Baxter.

Namun, pada suatu hari ia sadar kalau dirinya punya dua pilihan: mengasihani diri sendiri atau melakukan sesuatu.

Diselamatkan Bill Kenwright

pada 27 Januari 2017 Baxter mendapatkan telepon dari Bill Kenwright. Chairman Everton tersebut menawarinya peluang untuk mengubah hidupnya dengan memberinya kontrak jangka pendek. Kontrak tersebut baru aktif saat Baxter mengakhiri hukumannya di sepakbola pada 1 Juli 2017.

Baxter memang tak tampil di tim utama. Namun, ia main di tim U-23 sepanjang musim tersebut. Di akhir musim, ia dilepas.

Kesempatan bermain bersama Everton membuatnya seperti hidup kembali. Sebelumnya, ia tak begitu ingin menyaksikan sepakbola, bahkan cintanya pada sepakbola tampak sudah habis. Ia punya amarah pada dirinya sendiri.

“Aku berpikir, ‘harusnya aku yang ada di sana bertanding, harusnya aku yang mencetak gol dan merayakannya.”

Selama masa tersebut, Baxter dihinggapi rasa depresi. Ia pun mulai bicara pada orang lain agar semua yang menekan dadanya bisa dikeluarkan.

“Aku banyak menangis, yang mana bagus untuk membiarkan emosiku keluar. Suatu hari, aku terbangun, pergi ke gym dan tak pernah melihat ke belakang.”

Sadar masa hukumannya segera berakhir, Baxter berlatih setiap hari agar kembali bugar. Ia berlatih sekeras mungkin dua sampai tiga kali sehari. Sampai akhirnya ia mendapatkan telepon itu.

“Itu seperti mimpi yang jadi kenyataan,” terang Baxter.

Saat itu, ia tengah di toko keripik ketika teleponnya berdering dari nomor tak dikenal. Ia biasanya tak mengangkat nomor tak dikenal, tapi sesuatu menyuruhnya untuk mengangkat telepon itu.

Baru sepenggal kata, Baxter sudah tahu yang meneleponnya adalah Bill Kenwright. Ia menawari Baxter untuk mengubah kembali kariernya. Awalnya, Baxter berpikir kalau Bill hanya mengundangnya mengikuti latihan pramusim. Namun, ia justru bersama Everton sampai akhir musim.

“Aku mulai melakukan pekerjaan membantu masyarakat dengan membantu orang dengan demensia dan alzheimer saat aku mendapatkan telepon untuk rapat bersama David Unsworth (pelatih Everton U-23) dan Denise Barrett-Baxendale (saat itu wakil CEO), dan aku diberitahu mendapatkan kontrak 12 bulan. Lalu, aku menangis.”

***

Karier sepakbola Baxter memang tak pernah kembali. Akan tetapi, kemauan untuk hidup membuatnya tak memilih jalan bodoh yang lain.

Dari Everton, ia kembali ke Oldham, lalu ke Plymouth, terus bersama tim Amerika, Memphis 901. Pada 8 Agustus 2021, ia memutuskan untuk pensiun.

Sumber: BBC.