Pada Mei 1992, Richard Moeller Nielsen, yang merupakan pelatih timnas Denmark, sedang mendekorasi dapur rumahnya. Di tempat yang lain, para pemain Denmark sedang menikmati waktu liburan. Waktu kosong yang mereka jalani mendadak musnah setelah Nielsen mendapat panggilan telepon dari UEFA.
Sebenarnya, aktivitas mendekorasi dapur dan berlibur bisa menjadi sarana pelepas stress. Maklum saja, mereka baru melewati masa-masa sulit sebagai sebuah kesebelasan sepakbola. Pada akhir tahun 1991, mereka gagal lolos ke turnamen Euro 1992 karena hanya menempati peringkat kedua setelah Yugoslavia pada babak kualifikasi. Tentu menjadi citra buruk karena sebelumnya mereka sudah gagal lolos pada Piala Dunia 1990.
Selain itu, keadaan tim mereka juga sedang tidak kondusif. Michael Laudrup pensiun dari skuat karena berselisih dengan Nielsen. Sang pemain menganggap Nielsen bukan pelatih yang tepat karena tidak pernah dihormati oleh para pemainnya. Langkah Michael diikuti saudaranya yaitu Brian dan rekan setimnya, Jan Molby.
Selain itu, Denmark era Nielsen lebih lekat dengan permainan defensif. Hal ini berbeda dari manajer sebelumnya, Sepp Piontek, yang membebaskan anak asuhnya untuk berkreasi di atas lapangan. Ini juga yang menjadi alasan Laudrup mundur dari skuad saat itu.
Bagi Nielsen, masa-masa kosong tersebut bisa menjadi sarana melepas masalah yang ia alami dengan anak asuhnya. Setidaknya, ia juga bisa menenangkan diri dari banyaknya pemberitaan kalau dia akan dipecat. Kegagalan membawa Tim Dinamit lolos ke Euro 1992 membuat dia berada di jurang pemecatan.
Namun, satu panggilan telepon dari UEFA langsung mengubah rencana Nielsen. Denmark diminta untuk menggantikan posisi Yugoslavia sebagai satu dari delapan peserta yang bermain pada Euro 1992. Tentu saja saat itu Nielsen kaget mengingat ia hanya punya waktu sekitar sepuluh hari saja sampai turnamen benar-benar dimulai.
Yugoslavia saat itu mendapat sanksi tidak boleh menggunakan haknya sebagai peserta akibat perang sipil yang menyerang negaranya. Saat itu, beberapa penggawa Denmark berharap Yugoslavia mendapat sanksi. Namun, mereka tidak mau berharap terlalu jauh karena persiapan yang akan mereka lakukan tergolong sangat singkat meski mereka siap saja untuk menggantikan posisi Yugoslavia.
“Ada beberapa orang yang tidak percaya kalau kami akan ikut serta, namun kami mencoba untuk terus mengikuti perkembangan. Kemudian kami mendapat berita kalau Denmark harus berpartisipasi pada Piala Eropa. Kami tidak mungkin menolak, karena kami bisa membuat hubungan Denmark dengan UEFA menjadi buruk,” kata Kim Vilfort.
Waktu singkat yang tersisa jelas harus dimanfaatkan dengan baik. Nielsen langsung memberi tahu para pemainnya untuk membatalkan semua acara liburan yang telah mereka rancang. Fokus berlatih kini menjadi agenda para pemain sampai pertandingan pertama mereka datang. Beruntung, beberapa kabar baik yang menyertai saat itu. Satu diantaranya adalah dibawanya nama Brian Laudrup sebagai anggota skuat setelah aksi mangkir bersama saudaranya. Beda dengan Michael yang memilih untuk tetap teguh tidak mau membela timnas Denmark jika masih ada Nielsen.
Melibas Empat Negara Besar
Tanpa beban. Itulah yang berada di pikiran para pemain Denmark ketika mereka mengisi grup 1 bersama Swedia, Prancis, dan Inggris. Tidak ada yang berani menjagokan mereka untuk sekadar lolos. Vilfort sendiri pernah berkata, seandainya mereka dibantai 5-0 pun maka mereka atau bahkan penggemar Denmark sendiri tidak akan mempermasalahkan.
Ucapan Vilfort nyaris mendekati kenyataan. Mereka tidak menunjukkan tanda-tanda akan lolos. Mereka hanya bermain imbang 0-0 melawan Inggris dan kalah 1-0 dari Swedia. Namun, ucapan Vilfort tidak sejalan dengan takdir Tuhan. Mereka lolos ke semifinal setelah menang 2-1 melawan Prancis pada pertandingan terakhir.
“Ketika kami menghadapi Prancis, kami bermain lepas karena kami berpikir kalau kami yang akan pulang kampung,” kata Vilfort.
Ini baru permulaan. Langkah berat sudah menanti mereka di semifinal karena harus berhadapan dengan Belanda. Marco van Basten dan kawan-kawan adalah juara bertahan empat tahun sebelumnya. Namun, Denmark menolak menyerah. Meski laga harus ditentukan melalui adu penalti, namun dua kali mereka unggul sebelum akhirnya dua kali disamakan.
Peter Schmeichel menjadi pahlawan dalam adu penalti. Ia menahan penalti Van Basten. Pahlawan Belanda empat tahun sebelumnya justru menjadi penentu terhentinya langkah mereka di semifinal. Menurut Vilfort, laga ini menjadi laga terbaik yang pernah ia mainkan bersama tim nasional.
Pada laga final, Denmark bertemu dengan Jerman. John Jensen mencetak gol pertama pada menit ke-18. Jerman yang ingin mengangkat trofi serupa kemudian mendominasi. Namun, dominasi mereka terbentur kokohnya pertahanan rapat Denmark. Penampilan Schmeichel juga sangat baik termasuk menepis sundulan Jurgen Klinsmann. Dominasi Jerman berakhir ketika pada menit ke-78 Kim Vilfort melakukan akselerasi untuk mencetak gol kedua Denmark. Gol yang mengakhiri perlawanan skuad Berti Vogts.
Euro 1992 seperti cerita dalam dongeng. Tim yang berantakan, hanya dengan 10 hari persiapan, justru menjadi juara. Lars Olsen menjadi kapten yang mengangkat piala saat sebelumnya ia mungkin kecewa karena tidak bisa membawa negaranya lolos pada turnamen ini. Permainan defensif yang dikeluhkan banyak orang justru menjadi resep keberhasilan. Banyak yang menganggap kalau kejutan Denmark lebih besar ketimbang Yunani pada Euro 2004.
Pada 2015, Kasper Barfoed memproduksi sebuah film berjudul Sommeren ’92 untuk mengabadikan pencapaian indah ini. Film tersebut ditanggapi dengan positif karena mendapatkan nilai 7 pada IMDb.
Hingga saat ini, gelar Euro 1992 menjadi raihan tertinggi Denmark pada kompetisi sepakbola internasional. Richard Moller Nielsen menjadi satu-satunya pelatih Denmark yang bisa memberikan gelar. Nielsen sendiri meninggal dunia pada 2014 lalu dan film Sommeren ’92 menjadi karya yang dibuat untuk mengenang dedikasinya.
Oh ya, bagaimana dengan Brian Laudrup yang menolak untuk bermain lagi di bawah kepelatihan Nielsen? Menurut the Telegraph, katanya ia menyesal. Tapi dia berkata kalau dibolehkan memilih, maka ia akan tetap kukuh pada keputusannya. Hmmm..ya sudah hanya dia, orang terdekat, dan Tuhan yang tahu apakah dia menyesal atau tidak. Namun yang pasti, mereka tidak bisa lagi menjadi juara ketika Michael Laudrup kembali ke skuad Denmark.