Kartu Merah Pada Laga Bersejarah Seorang Alan Shearer

Alan Shearer mendapat kartu merah pada laga ke-100 (Foto: Mirror)

Pertandingan ke-100 bersama satu klub seharusnya menjadi momen yang berkesan bagi seorang pemain sepakbola. Laga ke-100 menandakan betapa pentingnya si pemain terhadap klubnya tersebut. Apalagi kalau sosok tersebut adalah sosok yang besar dan berharga bagi para pendukungnya.

Itulah yang dialami oleh Alan Shearer pada 7 Agustus 1999. Laga pekan pertama musim Premier League 1999/2000 melawan Aston Villa menjadi laga ke-100 Shearer bersama The Magpies. Inilah musim keempat si pemain berada di St James Park setelah memecahkan rekor transfer saat pindah dari Blackburn Rovers.

Shearer adalah sosok yang begitu berarti bagi para penggemarnya. Di tengah incaran banyak klub besar, termasuk Manchester United yang dua kali berminat kepada Shearer, ia memilih untuk tetap berada di sana meski harus melihat fakta kalau Newcastle tidak punya kapasitas untuk menjadi kandidat kuat juara liga. Maklum saja karena Newcastle adalah klub favorit si pemain.

Laga ke-100 seharusnya menjadi laga yang berkesan bagi “Mary Poppins”, julukan yang diberikan kepada Shearer karena citra dirinya yang begitu bersih. Terlihat dari tidak pernahnya ia mendapat kartu merah selama berman. Malang bagi Shearer, kartu merah yang selalu ia hindari selama 99 pertandingan justru ia dapat ketika bermain pada laga ke-100.

Bermain di hadapan pendukungnya, Newcastle kalah dari Villa dengan skor 0-1 melalui gol Julian Joachim pada menit ke-75. Lima menit sebelumnya, Shearer mendapatkan kartu merah dari wasit Uriah Rennie. Shearer, yang sudah mendapatkan kartu kuning, terlibat perebutan bola yang sengit dengan Colin Calderwood. Colin kemudian tersungkur di tanah. Rennie kemudian memutuskan kalau Shearer bersalah karena dianggap menyikut Colin dan harus memberikan kartu kuning kedua. Skor 0-1 sendiri bertahan hingga akhir pertandingan.

“Meski saya melihat kalau insiden itu murni sebuah kecelakaan, namun wasit Uriah Rennie sangat tepat untuk mengusir Alan Shearer keluar. Jika Alan melihat apa rekamannya secara keseluruhan, maka dia mungkin akan berkata setuju seperti apa yang saya katakan,” kata mantan pemain Villa, Ugo Ehiogu.

Ucapan yang berbeda keluar dari mulut pemain Villa lainnya, Ian Taylor. Menurut dia, aksi Shearer saat itu tidak layak untuk membuatnya sampai diusir oleh wasit. Meski begitu, Shearer tetap layak mendapat kartu merah karena terus bermain menggunakan sikunya.

“Saya justru harus menahan tawa ketika melihat Shearer mendapat kartu merah atas pelanggaran yang sebenarnya bukan pelanggaran. Tapi, dia memang seharusnya mendapat kartu merah karena terus menerus menggunakan siku ketika berebut bola. Hanya masalah waktu saja tampaknya sebelum Rennie mengambil tindakan dan Rennie untungnya bersikap tegas,” katanya.

Sosok Rennie menjadi sorotan pada saat itu, terutama oleh manajer Newcastle, Ruud Gullit. Kekalahan dari Villa disebabkan karena penampilannya yang cenderung ringan kartu meski laga tersebut tidak berlangsung dengan keras. Gullit bahkan siap didenda atas ucapannya yang mendiskreditkan kerja wasit karena ia menganggap kalau Shearer tidak pantas diusir keluar.

“Wasit haruslah bisa memandu permainan dan bukan menjadi bagian utama dari permainan. Saya belum pernah melihat seorang wasit yang memberi banyak pengaruh seperti yang ia lakukan hari ini. Dia membuat keputusan yang begitu buruk sepanjang pertandingan. Kami harus menyelematkan pertandingan dari pengaruh buruk, karena jika tidak maka kami yang akan hancur,” kata Gullit.

Apes betul nasib Shearer. Pada pertandinga bersejarah, ia justru mendapat kartu merah. Kartu merahn yang tidak hanya ia dapat pada laga ke-100, melainkan ini juga menjadi kartu merah pertama sepanjang karier sepakbolanya. Momen emas yang justru tercoreng dengan aksinya yang merugikan tim.

Kekalahan melawan Aston Villa seolah menjadi sinyal kalau perjalanan Newcastle saat itu begitu terjal. Benar saja, dari tujuh pertandingan awal yang mereka mainkan, Newcastle hanya punya satu poin hasil imbang 3-3 melawan Wimbledon. Ruud Gullit bahkan dipecat sebelum digantikan oleh manajer penuh karisma, Sir Bobby Robson.

Masuknya Robson membawa perubahan. Newcastle langsung mencatatkan kemenangan besar 8-0 atas Sheffield Wednesday dengan Shearer mencetak lima gol. Mereka yang sebelumnya terjebak pada urutan terakhir pelan-pelan bisa keluar dari zona degradasi dan mengakhiri musim pada peringkat ke-11.

Meski diwarnai kartu merah, namun musim 1999/2000 menjadi musim terbaik bagi Shearer. Bermain 50 kali, ia mencetak 30 gol. Kartu merah tidak mengubah magis Shearer di mata suporternya. Hingga akhir kariernya, ia selalu menjadi pujaan suporternya.

Dua tahun setelah kejadian tersebut, Shearer kembali mendapat kartu merah. Kali ini pada pertandingan melawan Charlton Athletic. Akan tetapi, kartu merah tersebut dibatalkan. Hingga akhir kariernya, kartu merah melawan Aston Villa menjadi satu-satunya kartu merah yang ia terima sepanjang karier.