Kebijakan Zidanes y Pavones di Era Galacticos Real Madrid

Florentino Perez, seorang pengusaha sekaligus insinyur asal kota Madrid mencalonkan diri sebagai Presiden Real Madrid pada 2000. Dia maju untuk bersaing dengan presiden saat itu, Lorenzo Sanz. Sang pesaing percaya diri akan kembali menduduki jabatannya dengan modal trofi Liga Champions 1998 dan 2000 yang baru direbut untuk bisa memenangkan lagi pemilihan presiden klub yang baru.

Namun, Perez punya strategi lebih hebat. Selain menyorot masalah keuangan klub oleh direksi lama dalam kampanye, dia juga berjanji akan merekrut Luis Figo jika terpilih jadi presiden klub. Saat itu, gelandang Portugal tersebut adalah bintang Barcelona, musuh bebuyutan Madrid di La Liga Spanyol. Hasilnya, Perez sukses memenangkan pemilihan itu, dan Figo pun mendarat di Santiago Bernabeu.

Diawali Luis Figo

Transfer Figo pada musim panas 2000 itu mencapai nilai 60 juta Euro, berhasil memecahkan rekor pembelian termahal dunia. Sejak itulah era Galacticos dimulai, di mana Madrid membawa pemain-pemain bintang dengan biaya selangit setiap tahun. Sebenarnya, Galacticos sudah ada sejak masa presiden Santiago Bernabeu pada periode 1950-an dan 1960-an, namun baru populer di era Perez.

Setelah Figo, Madrid kemudian mendatangkan Zinedine Zidane dari Juventus pada 2001, dengan biaya 73,5 juta Euro yang kembali jadi rekor baru. Lalu, disusul striker Brasil yang baru memenangkan Piala Dunia 2002, Ronaldo, dibawa dari Inter Milan dengan nilai 45 juta Euro. Tahun berikutnya, ada bintang Manchester United dan Inggris, David Beckham yang direkrut dengan biaya 37,5 juta Euro.

Pada 2004, Perez kembali terpilih sebagai presiden klub. Dia pun melanjutkan program Galacticos dengan membawa Michael Owen dari Liverpool. Kemudian, penandatanganan Robinho dari Santos setahun kemudian. Para pemain kelas dunia itu bergabung dengan bintang tim yang sudah bermain sebelumnya, dari Fernando Hierro, Raul Gonzales, Roberto Carlos, Michel Salgado dan Iker Casillas.

Promosi Bakat Muda

Strategi transfer Perez yang agresif memang berhasil mendatangkan banyak pemain baru kelas dunia setiap tahunnya. Namun, ada pula permintaan agar pembelian para pemain mahal itu diintegrasikan dengan promosi bakat-bakat muda dari akademi tim, La Fabrica. Ini bertepatan dengan penunjukan Vicente del Bosque sebagai pelatih baru setahun sebelumnya, di mana dia sempat melatih tim muda.

Akhirnya Perez pun menjalankan kebijakan Zidanes y Pavones, di mana klub akan terus merekrut satu superstar setiap tahun, sembari juga mempromosikan para pemain muda ke tim utama. Kebijakan ini didasarkan pada nama Zidane yang menjadi bagian Galacticos sejak musim 2001/2003 dan nama bek muda Francisco Pavon, eks akademi Madrid yang bergabung ke skuat utama pada musim yang sama.

Sejak itulah Los Merengues melengkapi skuat bintangnya dengan pemain-pemain muda terbaik dari akademi mereka setiap tahunnya. Pavon cukup sukses saat itu, mendapatkan kesempatan bermain yang lebih untuk sekelas pemain muda. Namun, memang tidak semua “Pavone” yang beruntung setelah dipromosikan ke tim utama. Sebagian besar malah gagal, dan akhirnya terbuang ke klub lain.

Di antara para “Pavone” yang gagal itu, ada Oscar Minambres, Carlos Sanchez, Alvaro Mejia, Javier Balboa, Tote, Valdo, Ruben Gonzalez hingga Javier Portillo. Pavon pun juga dibuang ke Real Zaragoza pada 2007. Selain itu, ada beberapa nama yang di kemudian hari cukup sukses, seperti Raul Bravo, Javi Garcia, Antonio Nunez, termasuk Juanfran yang jadi legenda Ateltico Madrid, klub rival sekota.

Kegagalan Pertama

Meski tujuannya bagus, untuk memberikan kesempatan bagi para pemain muda dari akademi, tapi karena dilakukan secara sporadis, kebijakan Zidanes y Pavones itu akhirnya tidak berjalan sesuai dengan rencana. Begitu pula, program Galacticos pun sebenarnya tidaklah membuahkan hasil yang maksimal, masih jauh dari target yang dipasang untuk mendominasi kompetisi domestik dan Eropa.

Dalam tiga tahun pertama, Madrid memang mampu memenangkan sejumlah trofi. Mulai dari trofi La Liga 2001 dan 2003, Piala Super Spanyol di dua tahun yang sama, hingga menjuarai Liga Champions 2002 serta Piala Super Eropa dan Piala Interkontinental 2002. Mereka juga menuai kesuksesan bisnis dengan meningkatnya pamor klub sebagai brand yang berimbas pada pemasaran, terutama di Asia.

Namun, tiga tahun berikutnya, ketidakstabilan Madrid sebagai sebuah tim bertabur bintang mulai semakin parah, seiring pula dengan tidak diperpanjangnya kontrak Del Bosque sebagai pelatih pada musim panas 2003. Setelah itu, mereka pun bahkan tidak pernah lagi mendapatkan trofi, termasuk di kompetisi domestik, hingga akhirnya Perez memutuskan untuk mengundurkan diri pada awal 2006.

Bersamaan dengan itu, satu per satu superstar Madrid era pertama Galacticos versi Perez pun mulai habis. Figo dan Owen mengawalinya dengan pergi setahun sebelumnya, di musim panas 2005. Lalu, Zidane pensiun pada 2006, disusul oleh Ronaldo, Becham dan Carlos setahun kemudian, sebelum Robinho juga angkat kaki pada 2008. Meski begitu, pada 2009 Perez kembali mencalonkan diri jadi presiden tanpa satu pun pesaing, dan memulai Galacticos periode kedua yang jauh lebih sukses.

Sumber: Futbolesp