Kedermawanan Steven Naismith

Steven Naismith mungkin bukan pesepakbola yang bergelimang trofi. Kariernya lebih banyak di negara asalnya, Skotlandia. Dikenal saat menjadi pemain Everton, Naismith justru dipuji karena kedermawannya.

Duta Disleksia Skotlandia

Steven Naismith mengawali karier sepakbolanya di Stewarton Annick sejak usia enam tahun. Ia main di semua kelompok usia. Bahkan ayahnya menjadi volunteer di sana.

Bertahun-tahun kemudian, setelah berseragam Everton, Naismith kembali ke sana. Tempat itu dikenal sebagai The Centre. Di sebelah area olahraga ada ruangan yang berisi memorabilia. Foto Naismith terpampang di sana sebagai alumnus Stewarton.

Ia kembali ke Stewarton untuk membantu mereka secara finansial. Kesempatan itu juga menjadi momen bagi Naismith untuk menumbuhkan kesadaran pada disleksia.

Naismith sendiri adalah duta Disleksia Skotlandia. Ia didiagnosis menderita disleksia sejak masa sekolah. Ada banyak hal sulit yang harus ia lalui dengan disleksia dalam kehidupannya. Bahkan, sering ada perasaan kalau ia akan gagal dalam hidupnya itu.

Untungnya, Naismith menggunakan etos kerjanya yang kuat untuk mengembangkan strategi mengatasi disleksia yang dideritanya. Dia belajar berlatih membaca bagian-bagian dan yakin untuk selalu menjadi yang terdepan agar dia tidak tertinggal di belakang teman-teman sekelasnya.

Steven ​Naismith percaya bahwa disleksia yang dideritanya memperkuat kenyataan bahwa ia harus selalu bekerja keras. Hal ini terlihat jelas di lapangan sepak bola di mana Naismith terus bekerja keras dan berkembang. Ia tahu bahwa tidak ada jaminan ia akan mendapat tawaran bermain di pertandingan berikutnya, jadi ia selalu berusaha meningkatkan kemampuannya.

Menjadi wajar kalau ia mendedikasikan hidupnya dengan bekerja sama bareng Dyslexia Scotland. Ia berharap bisa membuat aksi amal setelah ia pensiun.

Membantu Tentara yang Cedera

Saat mengalami cedera saat masih berseragam Rangers, ia mendapatkan surat dari tentara yang tengah bertugas di Afghanistan. Steven Naismith terkejut karena tentara yang mempertaruhkan hidupnya di garis depan, justru memedulikan cederanya.

“Aku ingin melakukan sesuatu untuk mengakui keberanian yang ditunjukkan oleh Angkatan Bersenjata kita setiap hari. Semuanya bermula ketika aku menerima surat yang dikirim ke Murray Park selama aku berada di Rangers,” kata Naismith.

“Aku menjalani rehabilitasi selama dua bulan setelah menerima cedera lutut serius saat melawan Aberdeen di Pittodrie. Seorang tentara muda bersusah payah menulis surat kepadaku, mendoakan yang terbaik dan cepat sembuh.”

“Dia berada di garis depan dalam perang yang sering kali berdarah dan mengerikan, tapi dia meluangkan waktu untuk menunjukkan kepeduliannya kepadaku. Aku merasa rendah hati.”

“Banyak yang kembali dari garis depan dengan cedera dan tantangan yang harus mereka hadapi seumur hidup. Aku berharap apa yang aku lakukan akan mendorong orang lain untuk maju dan mendukung tujuan ini.”

Hal ini yang membuatnya mendesain skema untuk membuat rehabilitasi bagi para prajurit yang akan menjadi warga sipil. Pada 2013, saat dalam persiapan menghadapi Amerika Serikat di laga internasional, Naismith sengaja libur untuk membantu peluncuran inisiasi ini. Ia pun mendonasikan uangnya yang menjadikannya sebagai gerakan bagi para veteran yang cedera untuk kembali bekerja.

“Sejauh yang aku tahu, aku punya hobi yang berubah menjadi karier. Pemain sepakbola menghadirkan hiburan bagi dunia. (Tetapi), prajurit Angkatan Bersenjata membiarkan kami tidur nyenyak di malam hari,” ucap Naismith.

Membelikan Tiket untuk Suporter Everton

Pada 2014 lalu, Naismith membeli sejumlah tiket laga kandang Everton. Ia lalu mendonasikan tiket-tiket tersebut untuk orang-orang yang tak dapat pekerjaan di Liverpool.

Apa alasannya? Steven Naismith mengingat masa kecilnya di Glasgow, di mana saat itu tingkat pengangguran sangatlah tinggi. Ia merasa kalau Kota Liverpool punya sejarah yang sama; tingginya angka pengangguran bukanlah salah masyarakat mereka.

“Ada banyak pengangguran di Liverpool yang berusaha keras mencari pekerjaan yang mungkin tidak mampu membeli tiket. Aku pikir ini mungkin merupakan isyarat kecil untuk membantu mereka yang berada dalam situasi tersebut untuk menikmati hari libur di salah satu pertandingan liga kami. Semoga dapat membawa kebahagiaan bagi banyak orang,” kata Naismith.

Naismith bekerja sama dengan Jobcentre Plus untuk membagikan tiket-tiket tersebut ke sejumlah job centre. Ia ingin mereka yang berusaha keras mendapatkan pekerjaan, setidaknya bisa terhibur dengan menonton laga Premier League.

“Setiap hari aku merasa sangat beruntung atas peluang dan gaya hidup yang diberikan oleh pekerjaanku sebagai pesepakbola kepada keluarga dan aku, dan juga berada dalam posisi di mana aku dapat membantu masyarakat dengan cara yang kecil.”

Steven Nasimith Menolong Homeless di Liverpool

Homeless memang menjadi perhatian bahkan di negara-negara maju seperti Inggris dan Amerika Serikat. Pada 2017, sekitar 600 homeless meninggal dunia di Inggris dan Wales.

Naismith sejak awal berkomitmen membantu para homeless ini, baik di Liverpool maupun di Glasgow. Ia merasa kalau sejumlah masalah sudah tumbuh dan itu adalah kenyataan yang menyedihkan.

Naismith terus membantu The Whitechapel Centre untuk menyediakan makan siang setiap Natal. Ini ia lakukan baik saat masih di Goodison, maupun setelah pindah ke Carrow Road atau ke Hearts.

Ia bukan cuma berhubungan baik dengan pemilik, staf klub, dan para pemain, tapi juga dengan para suporter. Ia sudah dianggap lebih dari sekadar pesepakbola. Ada banyak kegiatan amal yang ia kerjakan untuk membantu orang-orang. Termasuk setelah pindah dari Everton.

“Sungguh menyedihkan bahwa di Abad ke-21, di negara maju masih ada begitu banyak homeless yang kesulitan untuk memenuhi kebutuhannya. Pekerjaan yang kami lakukan dengan badan amal hanya memberi orang hal-hal kecil dan istirahat dari masalah sehari-hari.”

“Orang bisa mengambil jalan yang berbeda dan aku telah belajar bahwa mereka bisa saja tidak beruntung. Aku menghilangkan sisi kemanusiaan dan juga seberapa besar perbedaan yang bisa dihasilkan dari sebuah obrolan,” ucap Naismith.

Steven Naismith menolak untuk mengajak rekan setimnya untuk kegiatan amal ini dengan harapan mereka akan mendukungnya. Dia menganggapnya tidak perlu, tapi dengan senang hati menjelaskan apa yang dia lakukan jika diminta. Ia sebenarnya merasa kesal karena tak punya kekuatan besar untuk membuat dampak yang lebih besar.

Namun dengan menyoroti isu-isu tersebut dan mendorong anggota muda klub untuk menyadari dampak yang dapat mereka timbulkan sebagai pesepakbola profesional, mungkin dia bisa melakukannya.

“Aku tidak akan pernah membicarakannya kecuali mereka bertanya langsung kepadaku, tetapi aku berbicara dengan para pemain muda sekarang dan mendorong mereka untuk berpikir: ‘apa yang bisa aku lakukan?'” katanya.

Kalau cuma sendiri, perbedaan yang terlihat mungkin tidak akan terasa. Namun, kalau tiga sampai empat pemain menyadari pentingnya bahwa mereka bisa membuat perbedaan, maka ini adalah hal yang positif.

“Anda harus memahami betapa besarnya kenikmatan yang dapat diberikan kepada orang-orang di masa-masa sulit. Dan bagaimana suatu sore orang-orang akan membicarakannya selama berminggu-minggu.”

***

Pola pikir Naismith menunjukkan bahwa uang sebenarnya bisa membantu, meski dalam hal ini ia menyebutnya “bukan sesuatu yang besar”. Namun, Naismith mengingatkan bahwa memberikan kesenangan akan didapatkan orang-orang yang mengalami masa-masa sulit. Satu momen kecil yang akan terus dibicarakan berhari-hari, berminggu-minggu, atau seumur hidup.