18 September 2010: Kembalinya Sang Raja ke Puncak

Foto: Soccerpicks

Saint-Etienne mengawali kompetisi Ligue 1 2020/2021 dengan sangat baik. Tiga kali bertanding, tiga kali pula mereka meraih tiga poin penuh. Yang terbaru, mereka sukses mengalahkan Marseille dengan skor 2-0 di kandang lawannya. Keberhasilan Les Verts menduduki peringkat satu ini mengulangi pencapaian yang pernah terjadi pada 18 September sepuluh tahun yang lalu.

Ketika itu, mereka kembali ke puncak klasemen Liga Prancis setelah menunggu selama 29 tahun. Pada kompetisi 2010/2011, mereka mengawali musim dengan sangat baik. Lima pertandingan yang sudah dimainkan, Saint-Etienne menang tiga kali dan meraih satu kali imbang. Mengumpulkan 10 poin membuat posisi mereka naik ke tempat ketiga.

Momen kembalinya mereka ke puncak terjadi pada pertandingan keenam saat mereka menjamu Montpellier yang berada tepat di belakang mereka. Anak asuh Christophe Galtier ini membuka keunggulan pada menit ke-21 melalui Dimitri Payet. Selang 10 menit kemudian, mereka menggandakan keunggulan melalui gol Emmanuel Riviere. Payet kembali mencetak gol melalui tendangan bebas pada menit ke-66.

Kemenangan ini membawa mereka kembali ke puncak klasemen setelah penantian 29 tahun. Kegagalan Toulouse yang bermain imbang membuat mereka unggul selisih gol pada saat itu. Sayangnya, mereka hanya bertahan selama tiga pekan sebelum inkonsisten menyerang mereka. Pada akhir musim, mereka menyelesaikan Ligue 1 pada urutan ke-10.

Meski mentok di papan tengah, namun keberhasilan mereka masuk 10 besar menjadi sebuah peningkatan prestasi tersendiri bagi Saint-Etienne. Wajar saja mengingat pada musim 2009/2010 mereka menyelesaikan Ligue 1 pada urutan ke-17. Berselisih delapan angka dari Le Mans yang berada di bawahnya.

Berbicara tentang kesebelasan hebat di Prancis, maka nama klub yang akan selalu keluar dari mulut penggemar sepakbola adalah PSG, Lyon, Marseille, hingga AS Monaco. Wajar saja mengingat nama-nama ini adalah kesebelasan yang pernah menjadi juara Ligue 1 dalam kurun dua dekade terakhir. PSG memenangi tujuh dari delapan kali gelaran Liga Prancis, sedangkan Lyon pernah mengejutkan kita dengan kesuksesan mereka mendominasi kompetisi tujuh musim berturut-turut. Selain itu, nama-nama tadi juga konsisten untuk menyelesaikan musim di papan atas.

Namun, berbicara soal siapa yang menjadi pemilik gelar Liga Prancis terbanyak, maka Saint-Etienne adalah jawabannya. Bersama Marseille, mereka memiliki 10 gelar juara dan tiga kali menjadi runner-up­. Prestasi mereka kalah bagus dari Marseille yang menjadi juara liga 10 kali dna 13 kali menjadi runner-up.

Gelar Ligue 1 pertama yang diraih Saint-Etienne terjadi pada 1956/1957. Kemudian, mereka mendapat gelar kedua pada musim 1963/1964. Gelar kedua ini terasa sangat spesial karena mereka meraihnya saat berstatus sebagai tim promosi. Dominasi mereka dimulai pada 1966/1967 hingga 1975/1976. Ketika itu, mereka meraih tujuh gelar dalam 10 musim kompetisi. Hanya tiga kali saja mereka tidak bisa menjadi juara karena kalah bersaing dengan Marseille dan Nantes. Gelar kesepuluh kemudian berhasil diraih pada musim 1980/1981.

Akhir 60-an hingga pertengahan 70-an memang menjadi masa-masa emas Saint-Etienne. Mereka tidak hanya mendominasi Liga Prancis tapi juga melengkapinya dengan gelar Piala Prancis. Tercatat, mereka enam kali menjadi juara pada kompetisi tersebut dengan lima diantaranya diraih dalam 10 musim dominasi mereka pada sepakbola Prancis.

Pada masa-masa itu pula Saint-Etienne sukses melangkah hingga final Liga Champions Eropa musim 1975/1976. Ketika itu, mereka berturut-turut menyingkirkan Kjobenhavns Boldkluub, Rangers, Dynamo Kyiv, dan PSV Eindhoven. Sayangnya, mereka tidak bisa membendung Bayern Munich pada laga final yang dimainkan di Hampden Park, Glasgow. Mereka kalah 1-0 karena gol dari Franz Roth.

Sayangnya, krisis keuangan yang menerpa mereka pada 1982 membuat tim ini mulai kesulitan untuk berjaya seperti sebelumnya. Bahkan mereka beberapa kali harus merasakan pahitnya terdegradasi meski dalam jangka waktu singkat mereka kembali promosi ke divisi tertinggi.

Sekarang, Saint-Etienne dipandang sebagai klub penghasil pemain-pemain berbakat yang kemudian mencuat bersama klub lain. Laurent Blanc, Kurt Zouma, Blaise Matuidi, Bafetimbi Gomis, hingga Pierre-Emerick Aubameyang bersinar di stadion Geoffroy-Guichard sebelum kemudian namanya menjadi semakin berkilau ketika hijrah ke tempat lain.

Musim ini, mereka bertekad untuk bisa mengembalikan kejayaan mereka yang pelan-pelan mulai hilang. Meski kompetisi belum berjalan sepertiganya, namun kesuksesan berada di puncak klasemen musim ini setidaknya bisa meningkatkan kepercayaan diri dan moral para pemain serta optimisme mereka untuk bisa kembali membawa Les Verts untuk menjadi raja yang sesungguhnya tanpa berbagi singgasana dengan Marseille.