Ketika Rivaldo Memilih Lanjutkan Karier di Uzbekistan

Tak banyak yang mengetahui sepak bola Uzbekistan. Bahkan, di level Asia pun negara pecahan Uni Soviet itu tidak terlalu diperhitungkan. Makanya, ketika seorang bintang sepak bola dunia sekelas Rivaldo memutuskan untuk melanjutkan kariernya di negeri tersebut; meski pada saat itu usianya memang sudah memasuki 36 tahun, tidak sedikit yang melihatnya sebagai sebuah keputusan aneh.

Tepat pada Agustus 2008, pemenang Piala Dunia 2002 bersama Brasil itu bergabung dengan klub Uzbekistan, Bunyodkor. Sementara itu, rekan-rekan segenerasinya memilih menghabiskan karier di Timur Tengah atau Amerika Serikat. Seperti David Beckham ke LA Galaxy setahun sebelumnya. Meski uang memang sama-sama menjadi pertimbangannya, tapi kompetisi mereka jauh lebih berkembang.

Tak Sulit

Rivaldo masuk ke sepak bola Uzbekistan seperti bebek turun ke air, tulis Planet Football. Tetapi, air keruh dan berminyak. Tak sulit baginya untuk membuat Bunyodkor semakin tak terkalahkan, meski klub baru dibentuk pada 2005. Sang penyerang membukukan dua gol pada debutnya, yang diikuti oleh tujuh gol lainnya, dan mereka akhirnya memenangkan gelar liga dengan sisa dua pertandingan.

Rivaldo kemudian memperpanjang kontrak, menyatakan keinginannya untuk “berkontribusi pada perkembangan sepak bola di Uzbekistan”. “Saya puas dengan kondisinya, dan saya memutuskan untuk tinggal di negara yang indah ini selama beberapa tahun,” tambahnya. Musim 2009 itu, dia jadi pencetak gol terbanyak liga dengan 20 gol dalam 29 pertandingan, dan mereka pun kembali juara.

Bahkan, Rivaldo sempat menorehkan rekor luar biasa, mencetak gol secara berurutan, satu gol dalam satu pertandingan, lalu dua, tiga, dan empat gol di laga-laga berikutnya. Ribuan penonton menjadi saksinya dalam hiburan besar di Liga Uzbekistan saat itu. Meski, dalam level lebih tinggi, Bunyodkor belum mampu berbuat banyak, setelah tersingkir di babak perempat final Liga Champions Asia 2009.

Demi Uang

Sebagai penyerang lincah selama akhir 1990-an hingga 2000-an, mencatatkan prestasi di negara kecil tentu mudah saja bagi Rivaldo. Dia telah mencapai puncak bersama Brasil, juga Barcelona dengan double gelar La Liga Spanyol, serta juara Liga Champions bersama AC Milan. Penghargaan individu Ballon d’Or 1999 pun dimenangkan, dan masuk daftar FIFA 100 pada 2004 sebagai apresiasi tertinggi.

Peman kelahiran 19 April 1972 itu pun ​​membentuk salah satu trio penyerang terhebat di sepak bola dunia. Meski tidak seglamor Ronaldo dan Ronaldinho, tetapi Rivaldo sama mengesankannya dengan siapa pun di lapangan. Namun, di awal usia 30-an tahun, dia tampaknya sudah selesai bersama Milan pada 2003, walaupun pada akhirnya masih memeras keringat bahkan hingga 12 tahun kemudian.

Kepulangannya ke Brasil, lalu bertualang ke Yunani, hingga mengantarkannya ke perjalanan terliar di Uzbekistan. Rivaldo bergabung dengan Bunyodkor jelas demi uang, karena dia baru saja menikmati musim yang hebat bersama AEK Athens. Tim barunya ini memang punya dukungan keuangan yang signifikan; bahkan mampu mendatangkan pelatihnya saat juara Piala Dunia 2002, Luiz Felipe Scolari.

“Itu adalah keputusan yang sulit untuk diambil,” kata Rivaldo saat meninggalkan AEK Athens untuk menerima tawaran Bunyodkor. “Tetapi saya telah menerima tawaran yang sangat bagus untuk karir saya. Orang lain di posisi saya tidak akan mengatakan tidak untuk kesepakatan seperti itu,” lanjutnya. 8 juta paun selama dua tahun, tentu saja menggiurkan bagi pemain uzur yang sudah kesulitan berlari.

Dimanfaatkan

Tapi, di balik itu semua, ternyata ada kuasa politik yang dibawa Bunyodkor. Meski anonim, namun semua orang paham bahwa diktator Uzbekistan Islam Karimov ada di belakang mereka. Mantan duta besar Inggris di sana, Craig Murray mengungkap ke The Guardian pada 2009 bahwa klub tersebut secara efektif adalah “bagian kampanye presiden untuk mendapatkan popularitas bagi putrinya.”

Sosok itu adalah Gulnara Karimova, sosialita miliarder yang pernah berkarier sebagai bintang pop dengan nama “GooGoosha”, diyakini sebagai pengendali de facto Bunyodkor. Makanya, tak salah jika Rivaldo seperti dimanfaatkan untuk membantu membersihkan persepsi global tentang Uzbekistan, sekaligus mereka yang berkuasa di masa tersebut; itulah air keruh dan berminyak yang dimasukinya.

Karier Rivaldo bersama Bunyodkor pun berakhir tak enak. Pada pertengahan 2010, dia memutuskan kontrak gara-gara gajinya di musim kedua tak dibayar. Padahal, di awal tahun kontraknya baru saja diperpanjang hingga 2011. Saat itu, pengacaranya, Luis Pereira menyebut sang pemain secara khusus meminta bantuan Gulnara untuk menyelesaikan kasus ini; yang makin memperjelas ikatan mereka.

Rivaldo sendiri, setelah pergi meninggalkan Uzbekistan, masih terus merumput sampai lima tahun kemudian. Bahkan, dia pernah menjajal Liga Angola di Afrika bersama Kabuscorp pada 2012 dengan 11 gol dalam 21 laga. Lalu, bermain untuk Sao Caetano selama 2013, sebelum memutuskan pensiun di tim Brasil Mogi Mirim, di mana dia adalah presiden klub, hingga sempat berduet dan sama-sama mencetak gol dengan putranya, Rivaldinho dalam sebuah laga pada Juli 2015, di usianya 43 tahun.

Sumber: Planetfootball, Wikipedia