Ketika Tenerife Jadi Momok bagi Real Madrid di La Liga Spanyol

Meski lebih sering main di divisi dua, namun CD Tenerife pernah menjalani periode terbaik di La Liga. Mereka sempat bertahan di level tertinggi selama 10 musim beruntun pada 1989-1999. Di periode itu, sukses dua kali finish di urutan lima musim 1992/1993 dan 1995/1996; pencapaian terbaik klub sampai saat ini. Hasilnya, mereka dua kali lolos ke Piala UEFA, dan menembus semi final 1996/1997.

Tenerife memang hanyalah tim kecil yang jarang tampil di La Liga, tidak pernah finish lebih tinggi dari urutan lima, dan berbasis lebih dari seribu mil jauhnya di sebuah pulau kecil di Samudra Atlantik, lautan lepas Afrika. Klub yang didirikan pada 1912 silam ini bermarkas di Kepulauan Canary, bersaing dengan klub rivalnya, Las Palmas; sedangkan sebagian lawannya di La Liga berada di daratan Spanyol.

Itulah mengapa tim berjuluk Chicharreros itu tak banyak masuk dalam headline sepakbola Spanyol. Bahkan, belum satu pun trofi kompetisi resmi yang pernah mereka menangkan selama 110 tahun, kecuali satu Piala Joan Gamper 1993, turnamen persahabatan yang digelar Barcelona setiap tahun. Namun, jika bicara soal La Liga 1991/1992 dan 1992/1993, maka Tenerife mungkin banyak diingat.

Persaingan Panas

Sebelumnya Real Madrid mendominasi akhir 1980-an dengan jadi juara Spanyol selama lima musim beruntun. Sedang Barcelona menderita dalam bayang-bayang rivalnya, tiga kali hanya mampu finish kedua. Namun, pada musim 1990/1991 mereka berhasil menghentikan sang lawan, setelah legenda klub, Johan Cruyff datang sebagai pelatih dua tahun sebelumnya. Saat itu, Real Madrid finish ketiga.

Di musim baru, persaingan kedua tim semakin panas. Kejar-kejaran terus terjadi hingga akhir musim 1991/1992 itu. Keduanya sempat memimpin klasemen dengan poin sama, dengan 12 laga tersisa. Tapi, Barcelona kemudian malah tergelincir, termasuk takluk 2-1 di markas Tenerife pada pekan ke-32. Jelang laga terakhir, Real Madrid masih mampu unggul satu poin di atas musuh bebuyutannya itu.

Laga pekan ke-38 berlangsung 6 Juni 1992, Barcelona menjamu Athletic Bilbao. Sedang Los Merengues harus terbang 15 jam ke Tenerife, yang baru saja menunjuk mantan bintang mereka, Jorge Valdano sebagai pelatih. Real Madrid unggul saat laga baru berjalan delapan menit, dan mencetak gol kedua di menit 28. Tapi Tenerife tidak mau pasrah, dan memperkecil ketinggalan delapan menit kemudian.

Semua mata masih tertuju ke laga di Tenerife. Hingga sisa 20 menit dengan skor masih 1-2, tiba-tiba petaka terjadi. El Real harus main dengan 10 orang, setelah Javier Villarroya menerima kartu kuning kedua. Tenerife memanfaatkannya dengan terus menekan. Menit 77, Felipe Minambres mengirim umpan silang ke area penalti. Malangnya, bek Ricardo Rocha malah mengarahkan ke gawang sendiri.

Musibah itu masih tak berhenti. Selang semenit, Tenerife berbalik unggul, setelah striker pengganti Pier mencetak gol dari umpan balik yang tak bisa diantisipasi kiper Paco Buyo. Pelatih Real Madrid Leo Beenhaaker terdiam. Setelah 12 menit dan lima menit injury time berakhir, mereka harus rela menerima kekalahan menyakitkan 3-2, dan melepas Barcelona yang menang 2-0 kembali jadi juara.

Luka yang Terulang

Ironisnya, musim 1992/1993 dimulai dengan kekalahan Real Madrid 2-1 di markas Barcelona. Tapi, mereka membalas di kandang. Musim pun berlanjut ke hari terakhir, di mana dengan cara luar biasa mereka sekali lagi unggul satu poin di depan El Barca. Menariknya, lagi-lagi mereka harus melakukan perjalanan laga terakhir ke Tenerife. Bedanya, tim tuan rumah kini duduk di papan atas klasemen.

Drama menakutkan muncul lagi. Salah satu pesawat yang ditumpangi pemain sempat bermasalah sehingga harus kembali ke Madrid. Memasuki pertandingan, mereka pun kebobolan cepat setelah Oscar Dertycia mencetak gol menit 11. Saat tayangan ulangnya tampil di TV, fans Barcelona bersorak merayakan gol ke gawang tamunya, Real Sociedad. Mimpi buruk bagi Real Madrid terus berlanjut.

Laga itu benar-benar tidak berjalan sesuai keinginan mereka. Bahkan, Tenerife akhirnya menambah keunggulan pada menit 42 melalui sundulan Chano. Di babak kedua, tim tamu semakin frustasi, yang berbuah kartu merah Ivan Zamorano, 10 menit sebelum laga usai. Ketika Barcelona menang 1-0, Real Madrid harus merasakan luka yang terulang; merelakan Barcelona juara, lagi-lagi gara-gara Tenerife.

Musim berikutnya, Tenerife berhak tampil di Piala UEFA. Tetapi, setelah periode terbaik itu, mereka hanya mampu dua kali kembali ke La Liga pada 2001 dan 2009, dan langsung degradasi di akhir dua musim itu. Sementara Barcelona sukses lagi menikung lawan di akhir musim 1993/1994 itu, namun kali ini Deportivo La Coruna jadi korban. Real Madrid sendiri baru bisa juara lagi di musim depannya.

Sumber: These Football Times