Tak banyak yang mengenal Alessandro Favalli. Ini wajar, karena ia hanya bermain untuk Reggio Audace yang berlaga di Serie C. Akan tetapi namanya naik ketika menjadi pesepakbola berkebangsaan Italia kedua yang positif terinfeksi virus corona atau Covid-19.
Hal ini diketahui oleh Favalli pada 6 Maret silam, ketika tes yang dilakukan terhadapnya berakhir positif. Sebelumnya, King Udoh, pesepakbola dari Pianese, menjadi pesepakbola berkebangsaan Italia pertama yang positif Covid-19.
Favalli sebelumnya bergabung dengan U.S. Catanzaro 1929 sejak 2018. Sampai akhirnya, pada 10 Januari lalu, ia kembali ke Italia bagian utara dengan bergabung bersama Reggio Audace. Alasannya saat itu adalah untuk bisa lebih dekat dengan keluarganya.
Dalam wawancaranya dengan Daniele Verri, Favalli bicara soal bagaimana ia bertahan dari penyakitnya, perjuangan ketika diisolasi, dan semangat masyarakat Italia menghadapi masa sulit ini.
Langsung Tahu Kalau Corona Mengintainya
Awal mula ceritanya adalah ketika pada 2 Maret, di Senin pagi, Favalli bangun dengan perasaan tak enak. Ia mengalami demam, kepala pusing, serta matanya bagai terbakar. Ia sudah menunjukkan gejala terkena virus corona sepanjang malam. Ia gemetar karena kedinginan.
“Aku curiga. Aku sebelumnya pernah flu pada Januari. Aku menelepon keluargaku, dan mereka semua punya gejala yang sama. Kami sempat makan malam bersama beberapa hari sebelumnya. Karena virus corona sudah meledak saat itu di media, dan orang-orang s sudah terinfeksi di sekitar rumahkau, aku langsung tahu apa yang kami idap,” cerita Favalli.
Beruntung Favalli tak merasakan gejala parah seperti yang ia saksikan di televisi dan media. Demamnya tak pernah lebih dari 37,8 derajat selsius. Demamnya pun hanya berlangsung selama tiga hari. Pada Jumat, ia sudah merasa baikan.
“Aku merasakan sakit kepala yang begitu menyakitkan, tapi tak berlangsung lama. Aku tak begitu khawatir pada diriku sendiri, meski aku tak pernah merasakan yang seburuk ini. Aku lebih khawatir pada saudara-saudaraku yang gejalanya lebih parah dariku, mungkin karena usia yang berbeda, juga dari tingkat kebugaran yang berbeda.”
Beratnya Masa Isolasi Karena Virus Corona
Setelah berbicara dengan keluarganya, Favalli memutuskan untuk melakukan isolasi mandiri. Favalli tinggal bersama dengan istrinya, Miriam, tapi ia memilih mengunci diri di sebuah kamar. Istrinya akan memasak makanan dan meninggalkan hidangannya di depan pintu.
Alasan Favalli mengisolasi diri adalah karena istrinya tak menunjukkan gejala. Ia pun tak ingin menyakitinya. Untungnya, selera makannya tak bermasalah sehingga makanan apapun yang disajikan selalu ia makan.
Setelah dua pekan dinyatakan positif, Favalli akan kembali melakukan uji swab untuk mengetahui apakah dirinya masih positif atau sudah negatif. Kalau hasilnya negatif, ia harus kembali dites untuk memastikan hasilnya.
Yang dilakukan Favalli sebelum virus corona menyerang terbilang teratur. Ia bangun pada pagi hari, berkendara selama 40 menit dari kampungnya di Solarolo Rainerio ke Reggio Emilia untuk berlatih, lalu kembali lagi. Ia bertemu teman-teman dan merencanakan aktivitas keluarga. Namun, semuanya kini mesti ditunda.
“Isolasi secara mental amatlah sulit. Aku terbiasa untuk hidup berbaur. Aku tinggal dengan istriku, keluarga dan teman-temanku juga tinggal di area ini. Aku berlatih setiap hari dengan rekan setimku,” kata pria yang mengambil pendidikan fisik dan sports science ini.
Hal yang menenangkan buat Favalli adalah ketika ia mendapatkan hadiah dari teman-temannya, manajer, dan fansnya. Setiap hari, selalu ada yang menghubunginya. Kotak pesannya pun tak pernah kosong.
“Semua orang mengkhawatirkanku dan keluargaku. Amat menyenangkan melihat betapa banyak orang peduli pada kami. Kalau kami ingin melihat hal positif dari virus ini, virus ini mengajarkanku betapa pentingnya orang-orang di sekitar kita,” kata pemain kelahiran 15 November 1992 ini.
Di media sosial ada video tersebar soal bagaimana warga Italia menghibur diri saat isolasi nasional diberlakukan. Ada dari mereka yang bernyanyi bersama-sama dari balkon rumah.
“Flashmobs dengan orang-orang bernyanyi dan memainkan musik dari balkon rumah begitu membuatku kagum. Tapi, tak ada yang terjadi di kampungku ini, karena kampung ini terlalu kecil dan rumahku dikelilingi lapangan serta tanaman.”
“Aku melihat mereka di TV dan aku cuma bisa tersenyum: Ini Italia banget. Di saat yang sama, hal ini juga amatlah emosional saat mendengar orang-orang menyanyikan lagu kebangsaan kami. Kami semua bersama-sama saat ini dan kami harus lebih erat lagi, walaupun kami tak bisa melakukannya secara fisik.”
Sumber: Daniele Verri dari BBC.