David Beckham adalah idola banyak penggemar sepakbola. Selain tampan, kemampuannya di atas lapangan juga sudah tak diragukan. Tendangan bebasnya fantastis, ia punya kecepatannya menyisir lapangan, dan umpan silangnya akurat.
Di luar lapangan, hidup Beckham terlihat begitu mulus. Ia menikahi artis dari grup idola yang otomatis membuat kehidupannya disorot banyak kamera. Kehidupan pribadinya terlihat begitu harmonis.
Namun, ada satu hal yang kini tengah dilawan oleh Beckham, yaitu soal gangguan obsesifnya.
Dikutip dari The Independent, David Beckham mengakui kalau dirinya menderita gangguan obsesif kompulsif atau dikenal dengan singkatan OCD. Kebiasannya adalah membariskan kaleng minuman ringan untuk membuat semuanya sempurna. Dalam sebuah wawancara, Beckham mengaku sudah mencoba untuk menghentikan perilaku repetitifnya ini, tapi tetap tak bisa berhenti.
Di Inggris, satu daru 60 orang mengidap OCD; mulai dari yang ringan sampai yang berat. OCD berdasarkan Yayasan OCD Internasional, merupakan gangguan kesehatan mental yang menyerang orang-orang tak terbatas usia. Mereka biasanya ada dalam siklus obsesi dan kompulsif.
Obsesi adalah pikiran, gambaran, atau dorongan yang tidak diinginkan dan mengganggu, yang memicu perasaan tertekan secara intens. Penderita OCD tidak ingin memiliki pemikiran ini karena menganggapnya gangguan. Obsesi ini biasanya disertai dengan perasaan yang tidak nyaman seperti ketakutan, jijik, ragu, atau ada perasaan bahwa sesuatu yaharus dilakukan dengan cara yang tepat.
Kompulsi adalah bagian kedua dari obsesi. Kompulsif muncul dan digunakan seseorang dengan tujuan untuk menetralkan, melawan, atau membuat obsesinya hilang. Orang-orang dengan OCD menyadari bahwa ini hanyalah solusi sementara tetapi tanpa cara yang lebih baik untuk mengatasinya, mereka mengandalkan paksaan sebagai pelarian sementara.
Hal yang sama juga dirasakan oleh Beckham. Ia punya obsesi di mana benda-benda atau sesuatu harus dalam garis lurus dan segalanya harus sepasang.
“Saya memiliki gangguan obsesif kompulsif ini di mana saya harus memiliki segala sesuatu dalam satu garis lurus atau semuanya harus berpasangan. Saya akan meletakkan kaleng Pepsi saya di lemari es dan jika ada terlalu banyak maka saya akan menaruhnya di lemari lain di suatu tempat.”
“Di kamar hotel, sebelum bersantai, saya harus memindahkan semua selebaran dan semua buku dan menaruhnya di laci. Semuanya harus sempurna. Saya ingin (menghentikan perilaku OCD). Saya sudah mencoba dan tidak bisa berhenti.”
Selain soal berpasangan, salah satu alasan mengapa Beckham punya banyak tato juga karena OCD. Ia ketagihan memiliki tato sebagian karena menikmati rasa sakitnya.
Beckham juga mengenakan pakaian berwarna putih agar sama dengan furnitur di rumahnya. Ia juga membeli 30 pasang celana dalam Calvin Klein yang identik setiap dua minggu sekali, dan memilih untuk menyusun bajunya berdasarkan warna. Karena kondisinya ini, sang istri, Victoria, sampai menyebutnya sebagai “Si Aneh”.
“Dia punya obsesi dan kompulsi di mana semuanya harus cocok. Jika Anda membuka lemari es kami, semuanya terkoordinasi di kedua sisi. Kami punya tiga lemari es; satu makanan, salad di kulkas yang lain, dan minuman di kulkas ketiga. Di kulkas berisi minuman, semuanya simetris. Kalau ada tiga kaleng, dia akan membuang satu karena harus bilangan genap,” kata Victoria.
Saat di Madrid, rekan-rekannya tidak ada yang tahu soal kondisinya. Beda dengan di Manchester United, di mana teman-temannya malah menjahilinya. Mereka sengaja mengubah susunan bajunya di kamar hotel, memindahkan majalah hingga membuatnya terlihat miring agar ia marah.
Selain Beckham, Paul Gascoigne juga mengaku terobsesi pada kebersihan. Ia sampai harus meminta bantuan atas kondisinya itu.
WHO menempatkan OCD dalam 10 besar penyebab kecacatan terbesar. Namun banyak penderita yang menyembunyikan penyakit mereka dan kondisinya, karena sering menjadi subjek skeptisisme dan cemoohan.
Laki-laki dan perempuan sama-sama terpengaruh, dan OCD diperkirakan diturunkan dalam keluarga, menunjukkan kemungkinan penyebab biologis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perubahan aktivitas dan pola otak juga dapat menyebabkan kondisi tersebut, dan sering kali terjadi bersamaan dengan penyakit lain, seperti depresi dan kecemasan.