Kisah Medali yang Tertukar

Kesuksesan Liverpool menjadi juara Piala FA 1992 diwarnai insiden tertukarnya medali (Foto: Liverpool Echo)

Beberapa hari yang lalu, Arsenal berhasil mengalahkan Chelsea pada final Piala FA musim 2019/2020. Meriam London menang 2-1 melalui dua gol Pierre-Emerick Aubameyang setelah sebelumnya mereka tertinggal melalui Christian Pulisic. Ini menjadi trofi ke-14 sekaligus mengukuhkan Arsenal sebagai raja dari salah satu kompetisi tertua di dunia ini.

Pemandangan menarik muncul ketika Arsenal bersiap mengangkat trofi sakral tersebut. Sang kapten, Aubameyang, menjatuhkan trofi tersebut. Meski apa yang dilakukan terlihat seperti sesuatu yang disengaja, terlihat dari reaksi rekan setimnya, namun tetap saja hal itu mengundang tawa siapapun yang melihat momen tersebut.

Berbicara soal cerita menarik saat pemberian gelar juara, saya langsung teringat momen pada final Piala FA 1992. Ketika itu, trofi yang diraih tidak terjatuh, namun yang menjadi masalah adalah medali yang diraih kedua kesebelasan yang justru tertukar.

Piala FA 1991/1992 saat itu mempertemukan Liverpool dengan Sunderland di stadion Wembley. Kedua kesebelasan saat itu datang dari divisi yang berbeda. Liverpool dari First Division dan baru saja mengakhiri musim di peringkat keenam, sedangkan Sunderland bermain di Second Division dan menyelesaikan kompetisi pada peringkat ke-18.

Saat itu, Liverpool cukup rajin bermain di final. Final 1992 adalah yang keempat dalam enam tahun terakhir. Bagi Sunderland, final 1992 adalah yang keempat setelah kejutan yang mereka buat pada 1973.

Pada akhirnya, Liverpool menunjukkan kualitas mereka memang jauh lebih baik. The Reds menang 2-0 melalui gol Michael Thomas dan Ian Rush. Kemenangan yang membuat mereka meraih trofi Piala FA kelima sepanjang sejarah.

Cerita lucu hadir saat penyerahan medali. Sunderland yang seharusnya mendapat medali runner-up justru mendapat medali juara yang seharusnya menjadi milik Liverpool. Begitu juga sebaliknya, Liverpool yang seharusnya mendapat medali juara justru memegang medali yang seharusnya diberikan kepada peringkat kedua. Tentu saja hal itu membuat bingung para pemain.

“Kami berjalan menuruni tangga untuk mendapatkan medali kami dan saat saya turun tangga, saya melihat medaliku dan berpikir, ‘Ya Tuhan, aku menang!’ Saya bingung apakah mereka memberikan medali yang benar? Saya benar-benar berpikir kalau saat itu kami menang,” kata mantan pemain Sunderland, Anton Rogan.

“Yang lebih buruknya adalah mereka tidak mengganti medalinya di lapangan. Saya mengganti medali saya dengan Ray Houghton, dia pria yang baik. Tetapi, saya masih heran kenapa mereka bisa memberikan medali yang salah?” kata Rogan menambahkan.

Pada saat itu, medali ditempatkan di sebuah kotak yang berbeda warna. Warna biru untuk pemenang, sedangkan kotak merah untuk runner-up. Sunderland sudah pasti mendapat yang biru. Tidak jelas apakah panitia saat itu lalai atau mungkin mereka merasa kalau yang merah adalah punya Liverpool mengingat jersey yang mereka pakai saat itu berwarna merah.

“Ada kotak biru dan kotak merah. Yang biru untuk yang menang, sedangkan yang kalah mendapat kotak yang merah. Mereka justru memberi kami yang biru. Para pemain Liverpool datang dan meminta kami untuk bertukar. Saya lupa saat itu bertukar medali dengan siapa, namun setidaknya kami bisa merasakan sedikit nikmatnya menjadi pemenang,” kata Brian Atkinson.

Momen pada 1992 tersebut menjadi kali terakhir Sunderland bisa merasakan nikmatnya bermain pada final Piala FA. Setelah itu, prestasi terbaik mereka hanya melangkah hingga semifinal yang terjadi pada musim kompetisi 2003/2004.

Setelah final tersebut, The Black Cats juga hanya dua kali bisa bermain di Wembley. Yang pertama adalah pada Piala Liga 2013/2014. Ketika itu, Sunderland yang sudah unggul 1-0 melalui Fabio Borini justru kalah dengan skor 1-3 dari Manchester City. Lima musim kemudian, mereka yang sekarang berada di League One sukses melangkah ke final EFL Trophy, ajang piala yang diperuntukkan bagi tim-tim peserta League One dan League Two. Bermain apik sepanjang turnamen, skuad asuhan Jack Ross tersebut justru kalah melalui adu penalti pada partai puncak melawan Portsmouth.

Insiden salah medali ini menjadi salah satu momen menarik yang hadir dalam sepanjang sejarah Piala FA. Banyak sekali momen-momen lain yang juga hadir. Salah satunya, dan yang paling sering terjadi, adalah lepasnya penutup trofi saat piala tersebut diangkat oleh kapten kesebelasan.