Baik Internazionale Milan maupun SS Lazio sedang berlomba menggeser Juventus dari puncak klasemen sementara Serie-A 2019/2020. Kedua kesebelasan itu pun harus saling mengalahkan pada giornata 24 Serie-A musim ini di Stadion Olimpico, Senin (17/2) dini hari.
Ketika dua kesebelasan itu sedang berada dalam rivalitas untuk saling mengalahkan, ada pandangan menarik di tribun utara Stadion Olimpco. Area yang ditempati Ultras Lazio itu menunjukan koreografi raksasa dari kumpulan kertas membentuk bendera bewarna dua kesebelasan tersebut.
Big friends #LazioInter pic.twitter.com/pz6e4ZvBxA
— Total Italian Football (@SerieATotal) February 16, 2020
Pasti ada pemikiran aneh tentang ini. Di mana sebgaian ebsar Ultras berbagai negara justru saling membenci. Lalu pertanyaannya adalah, bagaimana pertemanan ini dimulai? berapa lama mereka berteman dan sedekat apakah mereka?
Padahal Inter dan Lazo sering berusaha saling mengalahkan di lapangan. Istilah ultras yang berteman di Italia disebut dengan nama Gemellagio. Hubungan antara ultras kedua kesebelasan tersebut sudah terjalin sejak 1992. Tidak lepas dari cabang Ultras Inter di Kota Roma Region Lazio bernama Boy Sez Roma.
Merekalah yang mengawal sekitar 2.000 ultras Lazio saat bertandang ke Inter pada 1992. Pengawalan itu dilakukan karena awalnya ada penolakan terhadap Ultras Lazio dari pendukung Inter karena dianggap terlalu radikal. Wajar karena pendukung Inter masih trauma dengan sikap radikal kelompok ultras pendahulunya bernama SKINS.
Dua kubu itu benar-benar resmi menjalin Gemellaggio pada final Piala Eropa 1998 di Prancis. Pada saat itu mereka mendapatkan penghargaan suporter fair-play dari UEFA dan kemudian merayakannya bersama-sama.
“Ini jelas merupakan persahabatan sejati antara kami. Kami telah kehilangan scudetto saat bermain dengan Lazio, kehilangan Coppa Italia melawan Lazio, Lazio telah kehilangan Piala UEFA ketika bermain dengan kami dan kami memiliki mantan manajer ditambah banyak mantan pemain Lazio,” tulis akun Curva Nord dalam forum Ultras-Tifo.
Selain ke Prancis, sekitar 30.000 pendukung Inter dan Lazio berangkat bersama-sama ke China untuk pertandingan Supercopa Italia 2009. Ketika tidak saling bertanding, masing-masing ultras ini memberikan dukungan satu sama lain. Seperti saat Ultras Inter membuat koreografi Gabriele Sandri, yaitu pendukung Lazio yang tewas ditembak polisi.
Beberapa pendukung Inter juga sering menonton pertandingan Lazio dan begitu pun sebaliknya. Ultras Inter dan Lazio sama-sama menempati curva nord alias tribun utara. Persamaan tempat ini menjadi salah satu alasan gemellaggio juga.
Hubungan gemellagio ini juga lah yang membuat masing-masing ultras ini punya hubungan baik dengan kelompok suporter garis keras Liverpoo, Hellas Verona, Real Madrid, West Ham United, Valencia dan lainnya.
Sebelum dan sesudah pertandingan, mereka akan meluangkan waktu untuk merayakan pertemuan. Berbagi makanan, minuman dan pertandingan sepakbola itu sendiri. Pada kesempatan lain, dapat menghadiri dalam solidaritas, seperti memberi dukungan.
Hubungan ini juga dimanfaatkan klub untuk beramal melalui produksi merchandise. Sementara itu, gemellagio sempat ingin disudahi kaum muda Ultras Lazio karena merasa kesebelasannya lebih banyak dirugikan.
Memang pemain atau pelatih Lazio sering dicuri oleh Inter. Sementara Inter jarang memberikan pemain atau pelatih kepada Lazio. Di dalam skuat Inter musim ini saja ada Antonio Candreva dan Stefan de Vrij yang didapatkan dari Lazio.
Gemellaggio juga seolah menjadi bumerang bagi Lazio. Sebab kelompok ultrasnya pernah meminta Lazio kalah dari Inter pada pekan penentuan Serie-A 2001/2002. Saat itu, persaingan scudetto terjadi antara AS Roma, Inter dan Juventus.
Ultras Lazio ingin kesebelasannya mengalah agar Roma maupun Juventus gagal juara. Tapi tekanan Ultras Lazio gagal karena kesebelasannya berhasil mengalahkan Inter. Juventus pun menjuarai Serie-A 2001/2002.
Bahkan, Roma juga naik ke peringkat dua klasemen akhir di atas Inter dan Lazio. Hasil itu membuat Ultras Lazio menuntut pelatih kesebelasannya saat itu, Alberto Zaccheroni agar dipecat. Tekanan ultras Lazio baru berhasil ketika musim 2009/2010.
Mereka tidak ingin Roma juara sehingga menekan kesebelasannya agar kalah dari Inter. Padahal, posisi Lazio saat itu sedang di ambang zona degradasi. “Jika sampai menit ke-80 Lazio unggul, kami akan masuk ke lapangan!,” tulis spanduk Ultras Lazio pada laga itu.
Lazio pun akhirnya kalah 2-0 misi mereka berhasil. Yaitu menggagalkan Roma juara sehingga Inter yang mendapatkan gelar scudetto 2009/2020. “Saya belum pernah menyaksikan hal seperti ini,” ujar Jose Mourinho, Pelatih Inter saat itu.
Sama-sama Berpaham Fasisme
Salah satu yang membuat koneksi gemellaggio ini adalah karena Ultras Lazio dan Inter sama-sama menganut paham sayap kanan. Lazio lebih spesifik karena didirikan oleh politisi dan pengusaha sayap kanan borjuis pada 1900-an. Ultras Lazio sudah sering melakukan aksi rasisme.
Ultras Inter mungkin jarang, tapi tragedi rasisme kepada Kalidou Koulibaly saat 2018, masih sulit dilupakan. Ultras Inter juga melakukan aksi simpatik terhadap Fabrizio Piscitelli. Pada putaran satu musim ini, pendukung Inter menampilkan spanduk bertulis “Diablo Vive” untuk mengenang Piscitelli.
So Inter ultras decided to celebrate the season opener by paying their respect to the defunct Lazio ultras leader.
The fascist, racist, drug-dealing criminal that used Anne Frank's image as an insult.
I know a lot of Inter fans. None of them would agree with this. https://t.co/eOAHahTCac
— Jacopo Piotto (@jacopopiotto) August 26, 2019
Ia meninggal pada usia 53 tahun di sebuah bangku taman wilayah Lazio. Piscitelli meninggal dengan luka tembakan dari seorang pria yang sedang berpura-pura joging. Ia adalah seorang fasisme dan salah satu pentolan Ultras Lazio.
“Fabrizio adalah saudara kami, nomor satu. Kami telah melihiat banyak penghormata untuk Fabrizio dari seluruh Italia dan Eropa,” kata Franchino, pendukung Lazio, seperti dikutip dari FourFourTwo.
Bagi pendukung lain, Picitelli bukanlah seorang pendukung sepakbola. Melainkan seorang neo-Nazi yang menggunakan naluri kebinatangannya kepada sepakbola untuk propaganda, kebiadaban dan keuntungannya sendiri.
Piscitelli dianggap seorang pengecut yang memiliki koneksi, kekuasaan dan kekayaan klub dan sepakbola Italia. Hal-hal itu dimanfaatkannya untuk mengedarkan Narkoba dan memproduksi merchandise barbau neo-Nazi untuk dijual. Piscitelli juga pernah ditangkap polisi di gudang penyimpanannya yang berisi berbagai macam senjata, dari kapak, pentungan dan pistol.
Masih ingat ketika beredar propaganda ejekan Anne Frank untuk ultras Roma? Piscitelli jugalah dalang utamanya. Pada intinya, sejarah awal pembentukan klub, paham ultras dan kedekatan para petinggi yang membuat gemellaggio antara Inter dengan Lazio.
Meski banyak bau negatif karena propaganda fasisme dan tekanan pengaturan skor dari suporter, sejatinya gamellaggio mampu menghidupkan stadion dalam bentuk koreografi, nyanyian dan spanduk timbal balik.
Ketika berhadapan dengan satu sama lain, para pendukung berbaur dengan bebas di dalam mau pun di luar stadion. Berbeda dengan pemisahan ketat yang biasanya terjadi antara pendukung tuan rumah dengan tamu.
Sumber lain: Calcio England, The Laziali, SB Nation