Di sore yang cerah itu, Enrico sangat antusias menuju sebuah restoran di Ibiza. Di sela-sela liburan musim panasnya di pulau kecil sebelah timur Spanyol, pikirannya tak karu-karuan. Lelaki berumur 69 tahun itu tak sabar untuk bertemu seorang pria yang hendak menunjukkan sesuatu yang mungkin bisa membayar rasa penyesalannya dalam sepuluh tahun terakhir.
Sosok yang ia jumpai tersebut sangat bersemangat membuka gawainya. Lantas, diperlihatkanlah sebuah video yang memperlihatkan kehebatan seorang penyerang muda. “Lihatlah, saya yakin bahwa dia adalah pemain yang kamu inginkan selanjutnya!” ujar sang pria yang berprofesi sebagai agen itu.
Lalu Enrico tertegun. Dia mengamati saksama layar gawai tersebut. Di dalam kepalanya, ia sebenarnya sangat benci mendengar nama pemain yang disebutkan si agen. Pikirannya memutar balik ingatan beberapa tahun silam. Sesuatu yang membuatnya menyesal hingga kini.
Delapan tahun yang lalu Enrico sengaja hadir ke stadion untuk menonton Derby della Lanterna melawan rival bebuyutan mereka, Sampdoria. Saat itu, Enrico baru saja kehilangan pemain kesayangannya, Diego Milito, ke Internazionale. Gian Piero Gasperini, pelatih Genoa saat itu meminta kepadanya untuk merekrut pemuda asal Polandia sebagai ujung tombak baru. Seorang penyerang muda berbahaya yang baru saja gagal pindah ke Blackburn Rovers akibat erupsi gunung Eyjafjallajokull di Islandia. Pemuda tersebut bernama Robert Lewandowski.
Lewandowski tentu hadir bersamanya di Luigi Ferraris. Saat itu, striker klub Lech Poznan tersebut baru saja mengikuti tes medis di Genoa. Tetapi, saat berjumpa di stadion, Enrico melihat sesuatu yang tak beres dengan calon pemainnya itu. Menurutnya, tubuhnya terlalu ringkih dan tidak terlihat seperti perawakan seorang bomber tajam. Kesepakatan transfer pun dibatalkan. Padahal, media kenamaan seperti Sky Italia dan La Repubblica sudah mengumumkan kepindahan Lewandowski ke Genoa.
Sejak itu, penyesalan tinggal penyesalan. Pemain yang ia anggap tak cukup meyakinkan tersebut menjelma menjadi salah satu predator tertajam yang pernah ada. 74 gol dikemas Lewandowski dalam empat musim berseragam Dortmund. Bersama Bayern, catatan golnya lebih gila lagi. Lewy –panggilan akrabnya- bahkan mendapat predikat Pesepakbola Terbaik Kelima di Bumi versi Guardian.
Sebagai penebus rasa penyesalan, Enrico Preziosi akhirnya mendatangkan sang stiker muda yang menurutnya tak lebih meyakinkan dari perawakan Lewandowski yang sempat ia ragukan. Nama pemain tersebut adalah Krzysztof Piatek. Genoa menebusnya dari klub Ekstraklasa Polandia, Gracovia, dengan biaya 4,5 juta Euro. Saat itu, Enrico tak pikir panjang untuk merekrutnya. Ia tak mau kecolongan kedua kalinya.
Pemain bertinggi badan 183 cm itu mencetak 10 gol dari 4 laga uji tanding. Pelatih Genoa, Davide Ballardini yakin bahwa nomor punggung “9” barunya ini akan menjadi kejutan di Serie-A. Keyakinannya terbukti, Piatek mencetak gol debutnya bersama Genoa di ajang Coppa Italia hanya dalam 88 detik! Lebih gilanya lagi, ia menutup debut dengan quattrick. Dengan tiga gol awal yang dicetak dengan sundulan dalam 19 menit awal!
Catatan sensasional Piatek saat itu melampaui legenda-legenda di Serie-A. Sebagai perbandingan, George Weah, peraih Ballon D’Or 1995 mencetak gol debutnya di 6 menit awal. Gabriel ‘Batigol’ Batistuta harus melewati 72 menit. Bahkan seorang Diego Maradona harus puasa gol di 152 menit awal bersama Napoli kala itu.
Sejak itu, rasanya mustahil nama Krzysztof Piatek tidak menjadi buah bibir. Seperti biasa, namanya dikaitkan dengan nama klub-klub raksasa Eropa. Mulai dari Real Madrid, Bayern, Manchester City, juga Chelsea –yang sulit mencari sosok penyerang tajam sepeninggal Diego Costa.
Kontribusi Piatek bagi Il Griffone tentu membuat lega Enrico Preziosi. Karena dengan cara itulah, ia bisa mempertahankan klub dari jeratan utang. Ia tak mau lagi tertatih-tatih seperti saat Genoa berjuang merangkak naik dari Serie C1 di masa awal kepemimpinannya di klub. Baginya, tak ada cara lain selain ‘mencetak’ bintang kemudian menjualnya dengan harga tinggi. Seperti yang pernah ia lakukan kala menjual Diego Milito dan Thiago Motta dengan memecahkan rekor penjualan pemain di klub.
Kini bersama klub barunya, AC Milan, Piatek terus memberikan kontribusi yang gemilang. Bersama Rossoneri, Piatek mencetak 2 gol dari 3 laga dan membawa Milan meraih hasil positif. Ucapan yang dikatakan si agen yang dijumpainya di Ibiza ternyata benar: “Piatek adalah Lewandowski selanjutnya.“
Pernyataan yang tak hanya ia seorang Enrico Preziosi yakini, tapi juga dilabeli oleh para jurnalis dan pundit sepakbola.
Bagi Enrico, ia tahu kali ini ia bertindak dengan benar. Setidaknya sama ketika yang ia rasakan kerika melepas Diego Milito beberapa tahun silam bahwa dirinya masih memiliki insting yang kuat untuk mengorbitkan pemain, meskipun kelak harus melihatnya semakin bersinar dari kejauhan. Dan akhirnya bebas tanpa dihantui rasa penyesalan. Karena dalam kehidupan, penyesalan akan selalu menghantui orang yang memperbuat kesalahannya sendiri.
Seperti pepatah Italia yang mengatakan:
“Chi è causa del suo male, piange se stesso.”