Sepanjang sejarahnya tim nasional Indonesia belum pernah menjadi juara pada ajang Piala AFF. Lima kali berlaga pada partai final, lima kali juga mereka selalu kalah. Meski begitu, ajang yang melibatkan seluruh negara Asia Tenggara ini kerap menjadi panggung para striker timnas untuk mencetak banyak gol.
Salah satu yang handal dalam mengoyak jala gawang pada Piala AFF adalah Kurniawan Dwi Yulianto. Si Kurus, sapaan akrabnya, telah mencetak 13 gol sepanjang karier dia bermain pada kompetisi ini. Dengan torehan golnya tersebut, mantan pemain Persebaya Surabaya ini menjadi penggawa timnas paling subur sejak AFF dimulai pada 1996.
Yang menarik, meski Kurniawan banyak gol pada Piala AFF namun tidak satu kalipun ia pernah menjadi pencetak gol terbanyak turnamen. Ia kalah dari pemain lain seperti Gendut Doni, Bambang Pamungkas, Ilham Jaya Kesuma, dan Budi Sudarsono. Sama seperti pemain Vietnam, Le Cong Vinh, Kurniawan tidak pernah merasakan apa itu nikmatnya mengangkat sepatu emas.
Kurniawan langsung ikut serta pada turnamen pertama yang digelar tahun 1996. Namanya selalu ada pada daftar pencetak gol ketika Indonesia mengalahkan Laos, Kamboja, dan Vietnam. Masing-masing ia membuat satu gol. Akan tetapi, gol Kurniawan lenyap pada semifinal melawan Malaysia. Gol Kurniawan baru muncul pada perebutan tempat ketiga melawan Vietnam. Perlu diingat kalau Kurniawan saat itu baru berusia 20 tahun.
Dua tahun kemudian, Kurniawan kembali dipanggil oleh timnas asuhan Rusdi Bahalwan. Akan tetapi, ia kalah bersinar dari Widodo C Putro atau Miro Baldo Bento. Ia hanya mencetak satu gol ketika timnas menang adu penalti melawan Thailand pada perebutan peringkat ketiga. Sinar para pemain timnas tertutup dengan skandal Sepakbola Gajah yang melibatkan mereka dengan Thailand pada fase grup.
Kurnawan kembali mencetak gol pada turnamen tahun 2000. Ia kembali mencetak tiga gol pada pertandingan grup. Berbeda dari dua turnamen sebelumnya, kali ini dia tidak bisa mencetak gol pada fase knock out. Tiga gol pada babak grup menjadi torehan yang ia miliki pada turnamen pertama ketika Indonesia melangkah hingga final.
Meski punya delapan gol, namun Kurniawan justru tidak dipanggil pada Piala AFF 2002. Ivan Kolev saat itu memilih memanggil Bambang Pamungkas, Zaenal Ichwan, Zaenal Arief, dan Gendut Doni. Keputusan tidak memanggil Kurniawan memang mengejutkan karena ia mengoleksi empat gol selama timnas bermain pada kualifikasi Piala Dunia 2002.
Namanya kembali hadir ketika Peter With memimpin timnas untuk turnamen Piala AFF 2004. Sebaliknya, Bambang tidak dipanggil karena mengalami cedera. Kurniawan menjadi pemian tertua ketiga dalam skuad setelah Hendro Kartiko dan Mauly Lessy. Akan tetapi, justru pada 2004 Kurniawan mencetak gol lebih banyak dari sebelumnya. Ia mencetak lima gol. Seperti biasa, tiga gol ia buat pada babak penyisihan.
Dua gol lainnya datang pada semifinal melawan musuh bebuyutan Malaysia. Kurniawan yang baru saja membawa Bajul Ijo menjadi juara Liga Indonesia menjadi aktor dari kebangkitan tim nasional. Pada leg pertama, Withe tidak bisa memainkan Ilham Jaya Kesuma karena akumulasi kartu dan Boaz Solossa akibat cedera. Kurniawan menjadi andalan lini depan dan mencetak satu-satunya gol saat Indonesia kalah 1-2 di GBK.
Pada leg kedua di Bukit Jalil, Withe kembali memainkan Boaz dan Ilham di lini depan. Akan tetapi, Malaysia justru memperlebar keunggulan melalui Khalid Jamlus. Withe kemudian mengambil risiko dengan memainkan Kurniawan menggantikan Ismed Sofyan pada menit ke-55. Perjudian ini membuahkan hasil karena Kurniawan langsung mencetak gol empat menit kemudian.
Gol ini seolah menjadi inspirasi bagi tim nasional untuk bangkit. Mulai menit ke-74, Charis Yulianto, Ilham Jaya Kesuma, dan Boaz bergantian untuk membuat timnas balik unggul menjadi 4-1 dan mengubah agregat menjadi 5-3.
“Sulit untuk memilih mana yang menjadi favorit. Gol penyama kedudukan pada saat Piala Tiger 2004 juga saya pilih karena timnas sedang tertinggal agregat dan kami harus menang untuk ke final. Pelatih Peter meminta saya untuk melakukan sesuat. Sempat tertinggal 1-0, saya main dan Alhamdulillah mencetak gol lalu balik unggul menjadi 4-1 melawan Malaysia,” ujarnya.
Pada mulanya, Kurniawan mengungkapkan kalau Peter Withe bingung harus memainkan siapa pada leg kedua antara dia atau Ilham. Kurniawan kemudian meminta manajernya untuk tidak mengubah strategi dan tetap memainkan dia sebagai super sub. Keputusan yang kemudian membuahkan hasil.
Gol ke gawang Malaysia tersebut sekaligus menjadi gol terakhir Kurniawan ketika berseragam tim nasional sekaligus menjadikan namanya sebagai pencetak gol terbanyak timnas pada ajang Piala AFF. Total, Kurniawan mencetak 33 gol dari 59 pertandingan di semua ajang yang pernah ia ikuti. Torehan ini membuat namanya berada pada urutan ketiga top skor terbanyak sepanjang masa setelah Soetjipto Soentoro dan Bambang Pamungkas.
Sepanjang kariernya, Kurniawan telah memperkuat 14 klub yang salah satunya adalah kesebelasan Swiss FC Luzern. Penampilannya di sana membuat namanya kemudian direkrut oleh Sampdoria. Sayangnya, karier Kurus pernah rusak akibat obat-obatan terlarang.
Menurut Edy Prayitno, salah satu kelebihan pemain kelahiran Magelang ini adalah kecepatan dan naluri golnya. Sayangnya, tubuhnya yang kurus kerap menjadi penghalang meski ia membuktikan dengan golnya yang cukup banyak.
Setelah pensiun dari sepakbola, Kurniawan menjajal dunia kepelatihan. Sempat menjadi assisten timnas Indonesia pada 2018 dan asisten timnas U-23, ia kini melatih kesebelasan Malaysia, Sabah FA.
Tulisan ini dipersembahkan untuk merayakan hari ulang tahun Kurniawan Dwi Yulianto ke-44 pada Senin kemarin. Selamat ulang tahun kurus!