Ajang dua tahunan Piala Eropa U-21 kembali berlangsung pada tengah tahun ini. Sebanyak 12 negara elite Eropa bersaing memperebutkan status yang terbaik di turnamen level junior. Sebelum benar-benar bersaing menembus level senior, banyak pemain mesti dibuktikan kualitasnya terlebih dahulu di sini.
Sudah beberapa nama yang kadung meroket di level klub sebagai rising star. Kebijakan klub mengorbitkan pemain junior berkualitas unggul memberikan kesempatan talenta mereka melesat. Kesegaran tersendiri di tengah melonjaknya harga pemain gila-gilaan dalam beberapa tahun terakhir. Meski pada akhirnya pemain muda hebat itu juga yang diboyong dengan harga selangit. Investasi untuk masa depan klub.
Berikut nama-nama pemain yang beraksi di Piala Eropa U-21 untuk disimak lebih cermat. Dalam beberapa tahun mendatang, masa depan tim nasional ada di tangan mereka. Dalam waktu dekat, keseruan sepak bola dunia kemungkinan besar menjadi tanggung jawab mereka:
-
Federico Chiesa
Siapapun bisa membicarakan sosok Moise Kean yang begitu tampil cemerlang bersama Juventus musim ini. Diseraki kontroversi soal rasisme, Kean melesat menjadi salah satu pemain muda paling perlu diperhatikan. Adanya nuansa ‘The New Balotelli’ yang semoga nihil kelakuan ganjil membungkus citra Kean sebagai pemain kelahiran 2000-an yang tampil di lima liga top Eropa. Kean yang sebetulnya telah menjaringkan dua gol dalam tiga laga bersama Italia senior jelas andalan.
Namun, Kean sesungguhnya masih punya waktu seandainya tampil lagi di edisi mendatang. Oleh sebab itu, ada satu nama yang perlu memberikan pembuktian terakhir di pentas sepak bola kawula muda. Dialah, Federico Chiesa.
Sebagai tuan rumah, Italia sekejap tancap gas di pertandingan pertama. Melalui dua gol Chiesa yang dilengkapi penalti Lorenzo Pellegrini, Gli Azzurrini berbalik unggul 3-1 atas Spanyol. Lihat cara gol pertama Italia, betapa liatnya Chiesa menyambut umpan menyilang parabolik dari sisi kanan pertahanan Italia. Penyerang Fiorentina ini menyambut dengan sentuhan pertama begitu lengket dan menyeruak dari sayap kiri. Seolah mau melanjutkannya dengan umpan silang, Chiesa yang melewati satu pemain La Furia Roja justru menyelesaikan dengan sepakan menipu kiper. Setelah gol pertama ini, Italia mengambil momentum.
Tidak heran, Chiesa memang pemain paling banyak mengecap pengalaman sepak bola senior di dalam skuat Italia. Anak dari mantan pesepak bola Enrico Chiesa ini, setidaknya hanya absen tiga laga saja sepanjang menjalani dua musim terakhir Serie-A. Meskipun produktivitasnya kepepet, karena hanya membukukan enam gol liga dalam masing-masing musim. Toh memang Fiorentina masih kesulitan merangsek ke papan atas, pasca ditinggal wafat kapten Davide Astori dan para pemain kunci yang terus hengkang.
Siapa tahu, pada Piala Eropa U-21 ini Chiesa mendapatkan angin segar bagi kariernya yang lambat laun mesti lepas landas.
-
Phil Foden
Pemain junior tenar dari tim mewah Manchester City. Diperhatikan seiring endorsement dari pelatih Josep Guardiola dan Sergio Aguero. “Dia punya sesuatu yang sulit ditemukan. Dia spesial, pekerja keras, dan kita bakal perhatikan seberapa jauh dia melangkah,” kata Guardiola yang membantu Foden mengecap sukses besar di awal kariernya.
“Kerja bagus Phil. Aku menyayangimu juga,” ucap Aguero suatu waktu saat tim City beruji tanding sebelum kompetisi.
Berkaki kiri, Foden bisa berperan sebagai bek sayap, gelandang sayap kanan, tapi bagi Guardiola dia kelak jadi jantung kreasi permainan lini tengah. Menurut Guardiola, dia andal memainkan peran posisi delapan a la David Silva, tapi saat di kotak penalti dia bisa klinis seperti pemain nomor sembilan. Sesuatu yang kemungkinan bisa tampak di Piala Eropa U-21 saat ini.
Dua tahun silam, Foden mengantar The Young Three Lions juara Piala Dunia U-17. Menggondol status pemain terbaik turnamen, diiringi gelar Pemain Terbaik U-17 Dunia FIFA. Disesaki pemain muda yang tenar berkat sorotan besar Premier League dan berharga murah tapi potensial bagi pemain gim Fantasy Premier League, Inggris pimpinan Foden siap mencari kejayaan lanjutan di level junior.
-
Dani Olmo
Satu nama ganjil dari skuat yang biasa-biasa saja dari Spanyol. Berbeda dari dua edisi sebelumnya, era juara tahun 2013 dan runner-up dua tahun silam yang penuh sesak pemain muda klub elite Eropa, saat ini Spanyol mengandalkan pemain klub La Liga papan tengah dan bawah. Minus pemain Barcelona dan hanya dua dari Real Madrid. Memang ada beberapa yang merumput di liga top Eropa lain, tapi hanya pemain Napoli Fabian Ruiz yang eksistensinya menarik perhatian.
Bukan Ruiz yang bakal dibahas, tapi satu nama yang datang dari tim Liga Kroasia. Memang, Kroasia finalis Piala Dunia tahun lalu dan tim yang dia bela sangat dominan di sana, Dinamo Zagreb. Namun, Kroasia bukan terkenal dari liganya yang kompetitif dan dihuni pemain berkaliber tim nasional. Sungguh anomali timnas Spanyol memanggil pemain dari Liga Kroasia.
Nama pemain yang dimaksud, Dani Olmo. Olmo jebolan akademi La Masia yang tersohor. Pindah dari sana saat berusia 16 tahun guna mencari jaminan main di tim utama. Semua terkejut, tapi dia mengusahakan yang terbaik. Lima tahun di Liga Kroasia, Olmo berhasil ikut serta memborong empat trofi juara. Untuk semua ajang, Olmo yang berposisi gelandang menyumbang 12 gol. Pemain kelahiran Terrassa, 21 tahun lalu ini pada Juni ini menyapu bersih gelar Pemain Terbaik dan Pemain Muda Terbaik Liga Kroasia 2018-19.
Prestasi moncer ini, sempat membuat Timnas Kroasia tertarik menaturalisasinya. Pelatih Zlatko Dalic bahkan merayu Presiden Kolinda Grabar-Kitarovic untuk memuluskan upaya ini, sebelum tim senior Spanyol memanggilnya. Nyatanya, kisah ini hanya gurauan April Mop media olahraga Kroasia sebagai bentuk apresiasi kemampuan Olmo.
Sayang, Olmo belum diberi kesempatan tampil di laga perdana saat tunduk dari Italia. Pada dua laga mendatang, menghadapi Polandia dan Belgia, siapa tahu nasib dia dan Spanyol berubah.
-
Luca Walschmidt
Melihat kelangkaan penyerang tengah hebat di skuat Jerman sama seperti menanti kelegowoan politisi Indonesia yang kalah Pemilihan Presiden. Bakal datang, tapi mesti sabar. Pasti ada, tapi mesti ramai-ramai diusahakan.
Penggemar layak menggelengkan kepala mengingat bagaimana Jerman masih memasang Mario Gomez di Piala Dunia 2018. Kiat sukses hancur lebur yang Martin Suryajaya saja tidak tulis. Siapapun pantas jemu melihat pengumuman skuat Jerman yang menggabungkan gelandang/penyerang dalam satu kolom. Terimplementasi pula konsep tersebut di lapangan seolah-olah tidak ada obat penangkisnya sejak 2014.
Sebetulnya ada Devie Selke yang moncer di Piala Eropa U-17 edisi 2017 yang mereka menangi. Sayang, rajin berpindah klub saat muda tampak bukan rumusan ideal menatapi tangga kesuksesan. Selke mesti adaptasi permainan yang sebenarnya permain tim amat perlu mengakomodasinya sebagai target.
Oleh sebab itu, keikutsertaan Luca Walschmidt di Piala Eropa U-21 perlu diperhatikan. Menentukan masa depan muara penyerangan Jerman di masa mendatang. Selain Timo Werner (yang entah kenapa di Piala Dunia sering diletakkan di sayap kiri), praktis hanya Walschmidt yang punya banyak pengalaman tampil di level klub senior.
Belum terlalu memesona memang, tapi Walschmidt menyumbang sembilan gol dan tiga asis bagi Freiburg musim ini. Toh musim pertama, cukup menjadi modal bagus seandainya menargetkan break-out season pada Bundesliga mendatang.
Untuk turnamen kali ini, Walschmidt layak menggenggam kesempatan penuh di sektor depan. Mengingat nama tiga penyerang lain, Lukas Nmecha, Marco Richter, dan Johannes Eiggestein masih terlalu meragukan bagi tim Jerman yang penuh pemain berpengalaman laga Bundesliga. Total 1.310 laga di antara pemain Die Mannschaft skuat arahan Stefan Kuntz.
Lewat Walschmidt, Jerman muda pantas menaruh asa mempertahankan gelar. Lewat Walschmidt, siapa tahu Jerman senior bisa punya lagi penyerang setajam Miroslav Klose.
-
Luka Jovic
Bintang dari segala bintang untuk sepak bola modern Serbia. Transfernya ke Real Madrid dengan ongkos 60 juta Euro di awal Juni ini mempertegas segalanya. Ajang Piala Eropa U-21 bisa menjadi kesempatan terakhir penggemar El Real menonton Jovic berlaga sebelum tampil dengan seragam putih agung di lapangan hijau. Seandainya sepanjang satu musim ini luput menengok kiprahnya bersama Eintracht Frankfurt. Sebab, melihat cuplikan di Youtube jelas suatu yang tidak sebanding dengan level spontanitas menyaksikannya saat laga berjalan.
Torehan 17 gol di Bundesliga dan 10 gol di Europa League musim jelas upaya penggambaran paling mudah. Mencetak lima gol dalam satu laga saat Die Adler mengggulung Fortuna Duesseldorf 7-1 bisa jadi upaya lain. Namun, penggambaran paling asyik justru mungkin ini: Menggeser produktivitas Ante Rebic dan Sebastien Haller yang lebih tersohor di era Niko Kovac pada skema total football Adi Huetter musim ini.
Patut diingat, ketiganya datang di musim panas 2017-18 tatkala Eintracht mencari sumber gol lain seiring turun mesinnya ‘Tuhan Sepak Bola Frankfurt’, Alexander Meier. Tanpa mengesampingkan Rebic dan Haller yang masih muda, tajam, dan juga berbahaya, tapi meroketnya Jovic di musim lalu kadung mengagumkan. Sebab, Haller dan Rebic kadung menaruh standar yang tinggi di musim saat Eintracht merengkuh DFB Pokal dalam 30 tahun terakhir.
Dua gol dalam delapan laga telah Rebic kemas untuk tim senior Serbia. Jelas sangat dinantikan kiprah ketajamannya di Piala Eropa U-21 kali ini. Sebelum penghakiman baginya hadir di Stadion Bernabeu. Sebelum bahu membahu bersama Eden Hazard untuk menyajikan kembali kejayaan Real Madrid di tangan Zinedine Zidane.
Sumber: The Guardian/Telegraph/DailyMail