Sepanjang 38 tahun sejarahnya, Piala Dunia U-17 telah menjadi tempat kelahiran para pesepakbola muda paling menarik di dunia. Mereka menunjukkan keterampilan luar biasanya di turnamen itu.
Redaksi LigaLaga menyorot para pemain yang telah memenangkan penghargaan Golden Ball sebagai pemain terbaik dalam 18 edisi yang telah berlangsung, dan menelusuri karier mereka selanjutnya.
William (Brasil) – China 1985
Striker Brasil William tampil memukau di edisi perdana, saat itu masih Piala Dunia U-16 yang direbut Nigeria. Dia mencetak lima gol dan membawa tim finish sebagai juara tiga. Tapi, karier seniornya tak sampai ke Eropa, meski sukses bersama Vasco da Gama, Flamengo, Atletico Mineiro dan Fluminense.
Philip Osondu (Nigeria) – Kanada 1987
Hat-trick Philip Osondu dalam kemenangan atas Bolivia 3-2 di fase grup memastikan juara bertahan Nigeria lolos ke babak gugur. Tapi, Super Eagles kalah dari Uni Soviet di final. Usai turnamen, sang striker pindah ke Anderlecht dan menghabiskan karier profesional di Belgia hingga gantung sepatu.
James Will (Skotlandia) – Skotlandia 1989
Kiper James Will membuat penampilan sempurna bersama tim tuan rumah hingga ke final, sebelum kalah dari Arab Saudi. Dia hanya kebobolan satu gol dan mencatat empat clean sheet dalam lima laga sebelum final. Setelah itu, Will masuk akademi Arsenal, tapi kembali ke Skotlandia hingga pensiun.
Nii Lamptey (Ghana) – Italia 1991
Di usia 15 tahun, Nii Lamptey membawa Ghana jadi juara, cetak empat gol, salah satunya ke gawang Brasil. Pele pun menyebut sang gelandang sebagai “penerusnya”. Namun, dia tidak pernah mencapai tingkat yang terbaik di level senior, meski pernah berkarier di Belgia, Belanda, Inggris hingga Italia.
Daniel Addo (Ghana) – Jepang 1993
Ghana kembali lolos ke final 1993 dengan Daniel Addo sebagai kekuatan di lini tengah, mencetak tiga gol. Sayangnya, mereka kalah dari Nigeria. Setelahnya, dia menghabiskan sebagian karier di Jerman, termasuk di Bayer Leverkusen meski tak pernah membuat penampilan, dan pension pada 2007 silam.
Mohammed Al-Kathiri (Oman) – Ekuador 1995
Playmaker Oman Mohammed Al-Kathiri tampil cemerlang di Ekuador 1995, mencetak lima gol hingga jadi top scorer bersama. Penampilannya yang luar biasa melatarbelakangi kejutan tim ke semi final, di mana Ghana jadi juara. Tapi, kariernya hanya di Oman, meski sempat ada tawaran dari luar negeri.
Sergio Santamaria (Spanyol) – Mesir 1997
Jadi gelandang serang berbakat, teknik, visi dan ketenangan Sergio Santamaria menonjol di Mesir 1997. Dia mencetak dua gol saat Spanyol finish ketiga, di mana Brasil jadi juara. Usai turnamen, dia jadi andalan akademi Barcelona, tapi gagal di tim senior dan lebih banyak menjalani peminjaman.
Landon Donovan (AS) – Selandia Baru 1999
Performa Landon Donovan membawa AS ke semi final, pencapaian terbaik mereka di turnamen ini. Striker berkelas itu mencetak tiga gol, tapi kalah adu penalti dengan Australia, yang dikalahkan Brasil di final. Di level senior, dia tampil di tiga edisi Piala Dunia, dan pernah membela Bayern Munchen.
Florent Sinama Pongolle (Prancis) – Trinidad and Tobago 2001
Florent Sinama Pongolle memenangkan Golden Ball sekaligus Golden Boot dengan sembilan gol saat membantu Prancis jadi juara. Hingga kini, dia satu-satunya yang memborong penghargaan individu dan memenangkan trofi Piala Dunia U-17. Sang striker lalu main untuk Liverpool dan Atletico Madrid.
Cesc Fabregas (Spanyol) – Finlandia 2003
Keunggulan teknis, daya pikir dan semangat Cesc Fabregas muncul di Finlandia 2003. Maestro lini tengah ini juga menyumbang lima gol hingga Spanyol ke final sebelum kalah dari Brasil. Setelahnya, dia ikut menjuarai Piala Dunia 2010 dan dua trofi Euro, selain bersinar bersama Arsenal dan Chelsea.
Anderson (Brasil) – Peru 2005
Meski Brasil gagal mempertahankan gelar usai kalah dari Meksiko di final, pemain andalan Selecao Anderson tetap jadi bintang. Gelandang serang ini tampil eksplosif dan menyumbang dua gol. Lalu, menikmati kesuksesan bersama Manchester United (2007-2015) usai menjuarai Copa America 2007.
Toni Kroos (Jerman) – Korea Selatan 2007
Ketenangan, kendali dan kecerdasan ditunjukkan Toni Kroos saat membantu Jerman finish ketiga di Korea 2007. Selain mampu mengubah permainan di lini serang, dia juga membuat lima gol. Di timnas senior, dia sosok penting saat juara Piala Dunia 2014, sebelum jadi andalan Real Madrid hingga kini.
Sani Emmanuel (Nigeria) – Nigeria 2009
Sani Emmanuel jadi top scorer bersama saat tuan rumah sekaligus juara bertahan Nigeria mencapai final. Dia mencetak lima gol, termasuk dua gol penentu kemenangan 3-1 atas Spanyol di semi final, sebelum kalah dari Swiss. Tapi, cedera merusak kariernya, meski sempat gabung ke klub Italia, Lazio.
Julio Gomez (Meksiko) – Meksiko 2011
Dia jadi bintang Meksiko saat juara di tanah sendiri. Julio Gomez turut mencetak gol kemenangan 3-2 atas Jerman di semi final, lewat bicycle kick di menit-menit akhir yang jadi salah satu momen paling berkesan di Piala Dunia U-17. Sayangnya, kariernya hanya di Meksiko hingga saat ini di usia 29 tahun.
Kelechi Iheanacho (Nigeria) – Uni Emirat Arab 2013
Striker predator Kelechi Iheanacho memulai turnamen dengan luar biasa, mencetak empat gol dalam kemenangan 6-1 atas juara bertahan Meksiko. Menariknya, dia mencetak gol lagi di final saat Nigeria kembali menang lawan tim yang sama. Di klub, dia main bersama Manchester City dan Leicester City.
Kelechi Nwakali (Nigeria) – Chile 2015
Dia mengungguli rekan setimnya di Nigeria sekaligus pemenang Golden Boot Victor Osihmen untuk meraih Golden Ball di Chile 2015. Sang kapten membuat tiga gol saat negaranya mencatatkan rekor juara lima kali. Gelandang serba bisa itu lalu sempat ke Arsenal, sebelum kini main di Liga Portugal.
Phil Foden (Inggris) – India 2017
Atribut menyerang Phil Foden mengantarkan Inggris mengangkat Piala Dunia U-17 pertama mereka. Dia mencetak tiga gol, termasuk dua gol saat menang 5-2 atas Spanyol di final. Sejak setahun setelah itu, gelandang serang ini jadi bagian penting Manchester City, termasuk meraih treble winners 2023.
Gabriel Veron (Brasil) – Brasil 2019
Kecepatan, tipu daya, dan keseimbangan Gabriel Veron hampir mustahil dibendung pemain bertahan saat Brasil jadi juara di kandang pada 2019. Tiga gol dicetaknya, termasuk penyeimbang saat timnya tertinggal 0-2 dari Prancis di semi final, sebelum menang 3-2. Kini, pemain sayap itu main di Porto.
Sumber: FIFA.com