Dari Ibrahimovic hingga Duo Laudrup: 11 Ikon Sepakbola Skandinavia

Sebelum Erling Haaland dan Martin Odegaard datang menguasai Premier League, sejumlah bintang Nordik lainnya telah membuat jejak mereka dalam permainan, di Inggris atau lebih jauh lagi. Dari pencetak gol pemenang Liga Champions hingga sosok berpengaruh dalam kejayaan internasional. Mereka menjadi pesepakbola penting dari Norwegia, Swedia dan Denmark dalam satu abad terakhir.

Tanpa urutan tertentu, berikut 11 ikon sepakbola Skandinavia, dikutip laporan FourFourTwo yang diterbitkan pada 23 Mei 2023.

  1. Zlatan Ibrahimovic (Swedia, 1999-2023)

Dalam sepakbola, produktivitas Zlatan sejak debut bersama Malmo pada 1999 tiada henti-hentinya. Dia memainkan lebih 850 pertandingan, mencetak lebih 500 gol untuk Ajax, Juventus, Inter Milan, Barcelona, AC Milan, Manchester United, PSG dan LA Galaxy, serta jadi top scorer Swedia sepanjang masa. 50 gol dalam 51 laga bersama PSG pada 2014/2015 adalah salah satu bagiannya yang terbaik.

Modal fisiknya; tinggi 1,95 meter, cepat, gesit, dan fisik petarung telah didukung dengan otak taktis, keunggulan teknis, multi skill, nafsu kerja keras dan kecerdikan jalanan untuk menghasilkan pemain yang nyaris sempurna. Sama pentingnya dengan status ikoniknya adalah penampilan, kesombongan, dan kecerdasan. Pada 4 Juni 2023, Zlatan akhirnya memilih menepi di San Siro dalam usia 41 tahun.

  1. John Arne Riise (Norwegia, 1996-sekarang)

Jangan salah, Riise memang masih aktif bermain; baru memutuskan kembali memakai sepatu pada 26 Mei 2023 bersama tim Divisi 5 Liga Norwegia, Avaldsnes IL, sembari memimpin tim wanita di divisi utama. Dia akan menjalani debut pada 8 Juli 2023, menurut akun Twitter @mediclubID, setelah tiga kali memutuskan pensiun; pertama 13 Juni 2016, lalu 31 Oktober 2016, dan terakhir 1 Januari 2018.

Bek kiri ini pernah menjalani masa terbaiknya di awal 2000-an; mencatat 110 caps untuk Norwegia, dan menjadi pahlawan Liverpool selama tujuh musim setelah bergabung dari Monaco pada 2001. Riise adalah bagian The Reds yang melakukan keajaiban terkenal di final Liga Champions lawan Milan pada 2005. Lain waktu, dia mengalahkan kiper MU, Fabien Barthez dengan tendangan hipersonik.

  1. Thomas Gravesen (Denmark, 1995-2008)

Dia dikenal sebagai perusak dari Denmark yang gila, dijuluki gelandang Mad Dog, dan bahkan pernah merontokkan gigi bintang Brasil, Ronaldo meski berada di tim yang sama. Saat itu, Gravesen main di Real Madrid selama 1,5 tahun, direkrut Fabio Capello.

“Dia hanya sedikit aneh,” kata pelatih sebelum melepasnya ke Celtic FC musim panas 2006 dan memenangkan dua trofi; hanya itu sepanjang karier.

Namun, dia akan selalu dikenang sebagai legenda Everton, selain pernah jadi ikon Denmark dengan 66 caps. Gravesen telah berhasil menjadi anak anjing bagi Dogs of War David Moyes, yang membuat The Toffees jadi lawan yang sangat kuat. Meski begitu, aksi kembang apinya yang hampir mengenai fisioterapis klub di Merseyside, lalu mengaku tak benar-benar membidiknya, juga akan tetap diingat.

  1. Henrik Larsson (Swedia, 1989-2013)

Bagi penggemar Celtic, Larsson masih menjadi king of the king. Bagi lawan, sosoknya seperti hantu.

“Kadang-kadang kamu bersumpah dia hilang begitu saja. Dia tak terlihat,” kenang kiper Motherwell, Stephen Craigan yang kebingungan saat mencoba menjegalnya.

Pemain Swedia itu adalah penyerang yang lengkap; cepat, tangguh, sentuhan luar biasa, brilian di udara, eksplosif dan finisher mematikan.

Tujuh tahunnya di Skotlandia benar-benar manis, hingga dia pergi ke Barcelona untuk memenangkan Liga Champions 2006.

“Orang-orang selalu membicarakan Ronaldinho, Eto’o dan semuanya, tapi saya tak melihat mereka hari ini, saya melihat Larsson. Dia masuk, dan mengubah permainan. Itulah yang membunuh pertandingan,” kata Thierry Henry, striker Arsenal yang dikalahkannya pada malam itu.

  1. Allan Simonsen (Denmark, 1971-1989)

Perekrutan bagus di Jerman pada era 1970-an. Striker Denmark yang produktif ini telah mendorong Borussia Moenchengladbach meraih tiga gelar juara liga, dua trofi Piala UEFA dan mencapai final Liga Champions 1977. Meski kalah dari Liverpool, tapi Simonsen mencetak gol spektakuler ke gawang Ray Clemence, yang mengantarkannya untuk mengalahkan Kevin Keegan dalam perebutan Ballon d’Or.

Tawaran dari Barcelona pun datang pada 1979, yang berbuah trofi Copa del Rey 1981 dan Piala UEFA 1982. Tapi, kedatangan Diego Maradona pada 1982 telah menghentikannya. Simonsen memilih pergi ke klub kecil, secara mengejutkan bergabung dengan Charlton Athletic, setelah menolak Real Madrid. Naasnya, klub Inggris itu bangkrut setelah mendanai kepindahannya dan tak sanggup membayar gaji.

  1. Thorbjorn Svenssen (Norwegia, 1945-1966)

Pada 1961, bek tengah Norwegia ini menjadi pemain kedua dalam sejarah yang mencapai 100 caps internasional, setelah Billy Wright dari Inggris yang meraih pertama kali dua tahun sebelumnya. Ikut turun di Olimpiade 1952, Svenssen menyelesaikan tugas dengan 104 caps, kurang satu dari Wright. Saat itu, usianya 38 tahun; hanya tiga pemain yang pernah tampil untuk Norwegia di usia lebih tua.

“Pada 1950-an, dia dipandang sebagai salah satu bek tengah terbaik Eropa,” kata Per Ravn Omdal, mantan presiden federasi sepak bola Norwegia. Tidak heran jika dia dijuluki Klippen atau The Rock, dipercaya sebagai kapten tim nasional pada usia 24 tahun dan memimpin dalam 93 pertandingan. Di sisi klub, Svenssen menghabiskan seluruh karier di Sandefjord pada 1945-1964, dan sangat dikagumi.

  1. Ole Gunnar Solskjaer (Norwegia, 1990-2007)

Hal paling dikenang dari nama Solskjaer; pemenang injury time di final Liga Champions 1999, dan orang-orang cenderung melupakan hal lain. Striker Norwegia itu memulai dengan baik sebelum ke luar negeri; membantu Clausenengen naik kasta, lalu membela Molde, sebelum mencetak 126 gol untuk Manchester United pada 1996-2007, termasuk catatan terbanyak 18 gol di musim pertamanya.

Tetapi, dia selalu jadi pilihan kedua, setelah Eric Cantona, Dwight Yorke, Andy Cole, hingga era Ruud van Nistelrooy. Meski begitu, dia tetap memiih bertahan dan menikmati jabatan supersub penting bagi tim selama 11 tahun. Periodenya di Old Trafford lalu berlanjut di kursi manajerial pada 2018. Namun, segalanya berubah menjadi serba salah, hingga Solskjaer ditendang menjelang akhir 2021.

  1. Tomas Brolin (Swedia, 1984-1998)

Jika pernah ada pertemuan manajer dan pemain yang ditakdirkan untuk malapetaka, itu adalah saat jenius asal Swedia, Brolin menandatangani kontrak dengan pengarah Leeds United yang tidak masuk akal, Howard Wilkinson. Sebenarnya, dia adalah playmaker yang sangat berbakat, tampil luar biasa di Parma di usia awal dua puluhan, dan bertahan selama hampir enam tahun sampai jelang akhir 1995.

Brolin juga sangat sensasional bersama negaranya; membukukan 47 caps dengan mencetak 26 gol. Termasuk penampilannya yang sangat memukau dalam Euro 1992 di tanah airnya, menmbus semi final dengan menyingkirkan Inggris. Tapi, kepindahannya ke Elland Road telah menghancurkannya. Dia akhirnya berjuang melawan masalah berat badan, sebelum terpaksa pensiun pada usia 29 tahun.

  1. Peter Schmeichel (Denmark, 1981-2003)

Peter mungkin menjadi pemain nomor satu Nordik dengan teriakan untuk penjaga gawang terhebat yang pernah ada, mengingat kesuksesan ajaib Denmark di Euro 1992, ditambah beberapa trofi juara domestik dan Liga Champions 1999 bersama MU. Dia menghabiskan delapan musim yang bersinar di Old Trafford, dan menutupnya dengan treble winners sebelum terbang ke Sporting CP di Portugal.

Namun, bagi sebagian orang, musim tunggalnya di Manchester City pada 2002/2003, tampak telah menodai kegemilangannya di kota Manchester. Setelah itu, dia gantung sarung tangan, dengan 129 caps di level internasional. Satu momen lagi yang tidak akan terlupakan dari sosok Peter adalah gol bersama Aston Villa yang membuatnya menjadi kiper pertama yang mencetak gol di Premier League.

1 & 2. Michael dan Brian Laudrup (Denmark, 1981-1998 & 1986-2000)

Dengan segala hormat pada De Boer, Hazard dan Neville bersaudara, tak pernah ada saudara dalam sepakbola yang lebih berbakat dari duo Laudrup, Michael dan Brian. Nama pertama, sang kakak, bisa dibilang pemain Denmark terhebat sepanjang masa. Dia merupakan playmaker yang elegan, sangat cerdas dan penuh tipuan, yang telah jadi juara bersama Ajax, Barcelona, ​​Real Madrid dan Juventus.

Sedangkan Brian, empat tahun lebih muda, mampu keluar dari bayang-bayang saudaranya. Bahkan, Michael sering kali menyatakan keyakinannya bahwa sang adik adalah pemain lebih baik. Sebagai penyerang, Brian memiliki kemampuan teknis yang melimpah, kecerdasan, kecepatan, dan keinginan yang tak terpuaskan. Dia memenangkan Pemain Terbaik Denmark empat kali, lebih banyak dari Michael, serta membintangi Bayern Munich, Fiorentina dan Rangers. Dua bersaudara kelas dunia.

Sumber: Four Four Two