Luton Town dan Janji yang Dinanti Satu Dekade

Foto: Luton Town

April 2009, tepatnya tanggal 13, untuk pertama kalinya sepanjang dalam 89 tahun, Luton Town tersingkir dari Football League dan menjadi kesebelasan semi-profesional. Merasakan tiga degradasi beruntun sejak 2007, the Hatters seakan punah dari sepakbola profesional Inggris. Mereka turun sebagai juru kunci divisi empat, League Two dengan total 26 poin. Angka terendah yang pernah diraih selama era empat divisi profesional Inggris.

“Saya ingat hari itu, lima menit menjelang pukul lima. Lalu saya berkata ke para pemain, ingat hari ini, 13 April 2009. Saatnya untuk membangun kembali Luton,” kata Manajer the Hatters Mick Harford yang juga pernah membela selama tujuh tahun (1984-90 & 1991/1992).

Degradasi adalah hal yang tidak bisa dihindari Luton saat itu. Mereka menelan deduksi 30 poin dari FA karena terlibat dengan pihak ketiga dalam pembayaran agen. Mungkin mirip dengan kontroversi Jorge Mendes di Wolverhampton Wanderers. Bedanya, Luton terbukti bersalah.

Harford tak lama hengkang ke Queens Park Rangers. Namun ambisinya itu terus mengiang di tubuh Luton. Richard Mooney, yang juga mantan punggawa the Hatters (1982/1983) ambil alih kemudi.

Foto: Lewis Williams

Bertahan selama dua musim, Mooney hampir membawa Luton kembali ke liga profesional. Selalu tidak jauh dari puncak klasemen. Bahkan pada musim pertamanya, Mooney hampir membawa Luton kembali ke Football League. Duduk di peringkat kedua klasemen, hanya untuk kalah dari York City di babak play-off promosi.

Pengganti Mooney tak ada yang bisa memberikan harapan serupa. Luton menjalani musim terburuk mereka di Confrence Premier (dikenal sebagai National League sejak 2015). Gary Brabin hanya bertahan satu tahun sebelum didepak.

Barulah kemudian muncul nama John Still. Mantan pemain Leyton Orient itu tidak memiliki kedekatan emosional dengan Luton. Tak seperti Mooney dan Harford. Namun, dia berhasil membuat the Hatters kembali ke League Two setelah menjuarai Confrence 2013/2014.

Sukses membawa Luton kembali ke liga profesional, bukan berarti impian Harford menjadi kenyataan. Mereka belum membangun kembali klub seperti harapan Harford. Kembali ke Luton sebagai kepala perekrutan pada 2016, Harford mulai membangun mimpinya. Tugas pertama dimulai dengan melakukan seleksi di pos kepelatihan the Hatters.

Karakter Nathan Jones

Foto: Sporting Life

“Setelah proses yang panjang, kami percaya Nathan Jones adalah orang yang tepat untuk membawa Luton Town melangkah lebih jauh. Dia sosok yang disiplin, punya karakter kuat dan pikiran terbuka. Memberikan etos kerja keras dan menanamkan sepakbola indah untuk masa depan adalah hal penting bagi klub,” jelas Kepala Eksekutif Luton Gary Sweet.

Luton memboyong jasa Jones dari Brighton & Hove Albion. Manajer Brighton Chris Hughton pun memberi pengakuannya untuk Jones. “Sejak saya ada di sini, Jones sangat membantu tim untuk menjadi lebih kuat. Dia memiliki semua modal yang dibutuhkan untuk menjadi manajer hebat,” kata Hughton.

Bersama Jones, Luton mengalami transformasi. Dari kesebelasan papan tengah di divisi empat Inggris menjadi pesaing gelar juara. Pada 2017/2018, the Hatters naik ke divisi tiga, League One setelah menduduki peringkat dua klasemen akhir.

Jones pergi ke Stoke City, tapi Luton tetap bersinar. Hingga pekan ke-41 League One 2018/2019, mereka berada di puncak klasemen. Unggul enam poin dari pesaing terdekat, Barnsley. Jauh dari kejaran Portsmouth, Charlton, Blackpool, dan Coventry, yang lebih dikenal ketimbang the Hatters.

Sosok yang mengantarkan Luton ke puncak klasemen? Mick Harford. Sosok yang juga mengantarkan mereka ke kompetisi semi-profesional, berjanji membangun kembali klub sebelum hengkang menangani Queens Park Rangers.

Akhir Penantian Panjang

Harford mengakui bahwa keberhasilannya tidak lepas dari warisan Jones. “Nathan Jones yang membentuk kesebelasan ini. Saya bahkan jarang menyaksikan kami bertanding saat menjabat sebagai kepala perekrutan. Lebih sering berada di pinggir lapangan saat mereka latihan. Namun itu juga yang membuat saya tidak mengubah banyak komposisi tim,” kata Harford.

Harford memang bukan faktor tunggal kebangkitan Luton. Namun sebenarnya ia bisa disebut sebagai faktor utama. Semenjak Harford kembali ke Luton, the Hatters berhasil menghasilkan pemain seperti Max Aarons dan James Justin. Aarons kini bersinar dengan Norwich City di Championship. Sementara Justin menjadi salah satu tulang punggung the Hatters meski baru berusia 19 tahun.

“Saat kami membeli menyelamatkan Luton Town di Confrence, posisi yang dihadapi sangat sulit. Kami harus membuang banyak elemen klub. Termasuk Harford yang merupakan ikon the Hatters. Senang rasanya melihat kondisi saat ini,” kata Presiden Luton David Wilkinson yang menyelamatkan klub dari deduksi 30 poin.

Menatap Premier League

Foto: FootballLeagueWorld

Harford melewati pencapaian Nathan Jones dengan tidak terkalahkan dalam 28 laga secara beruntun. Melangkah ke divisi dua Inggris, Championship, Luton kini bisa fokus ke hal lain. Mereka mulai mempersiapkan stadion baru dengan kapasitas 23.000 orang. Impian untuk ke Premier League juga mulai lahir.

“Stadion baru adalah hal yang fantastis untuk klub. Hal ini memberi semangat kepada kami untuk main di Premier League. Itu adalah hal yang realistis sekarang dan kami berusaha agar hal itu menjadi kenyataan,” kata penyerang the Hatters, Danny Hylton.

Masalah perekrutan pemain dan membangun skuad, Harford akan kembali ke posisi aslinya pada musim 2019/2020. “Kita harus mengucapkan terima kasih kepada Mick Harford. Dialah yang membuat era baru Luton terlihat cerah. Memecahkan rekor di sini. Ia akan kembali ke pos kepala perekrutan pada musim panas,” kata Gary Sweet.

Mantan pemain asuhan Harford, Sam Parkin mengatakan Harford adalah pelatih yang cermat dalam memilih pemain. Bahkan Nathan Jones tidak akan mendapatkan pemain-pemain Luton saat ini jika bukan karena Harford.

“Saya tahu Mick pelatih hebat. Dirinya begitu cermat dan memiliki pengetahuan pemain yang luas. Saya yakin pemain Luton saat ini juga berhasil dikontrak karena pengaruhnya,” kata Parkin.

Siapapun nakhoda Luton Town pada 2019/2020. Entah itu di Championship, ataupun masih sebagai peserta League One, selama Mick Harford dapat bekerja dengan leluasa, masa depan the Hatters terlihat cerah. Butuh satu dekade untuk Mick Harford menepati janjinya. Tapi paling penting adalah, dia tetap menepati janjinya.