Malam Ketika Zinedine Zidane Tunjukkan Sinarnya di Eropa

Zinedine Zidane dikenal sebagai salah satu maestro sepakbola dunia. Dia telah memenangkan banyak trofi sepanjang 17 tahun kariernya sebagai pesepakbola profesional, sebelum berlanjut jadi pelatih mantan klubnya, Real Madrid sejak 2016, 10 tahun setelah gantung sepatu. Dari trofi liga domestik hingga juara Liga Champions, serta memenangkan Piala Dunia dan Euro sudah pernah dirasakannya.

Karier pemain kelahiran Marseille, Prancis, 23 Juni 1972 itu bermula dari akademi Cannes, sebelum promosi ke tim utama pada 1989. Tiga musim kemudian, dia direkrut Bordeaux, sebelum membela Juventus pada 1996-2001, dan berlanjut ke Madrid. Mengenang awal kariernya, bersama Bordeaux-lah Zidane mulai menunjukkan sinarnya di Eropa dalam sebuah pertandingan musim 1995/1996.

Malam Penting di Piala UEFA

19 Maret 1996 malam, Bordeaux bersiap menjamu wakil Italia, AC Milan di Stade du Parc Lescure, markas lama mereka sebelum pindah ke Stade de Bordeaux, atau sekarang dikenal sebagai Matmut Atlantique. Pertandingan malam itu merupakan leg kedua perempat final Piala UEFA 1995/1996, di mana pada leg pertama di Negeri Pizza, tim tuan rumah sudah berhasil mengantongi keunggulan 2-0.

Milan adalah salah satu tim terkuat di Eropa pada masa itu, baru saja memenangkan Scudetto Serie A Italia tiga musim beruntun sejak 1992 dan melengkapinya dengan trofi Liga Champions 1993/1994. Pada akhir musim 1995/1996 itu, mereka juga kembali menjadi kampiun di liga domestik. Sementara Bordeaux hanya tim kecil, dan bahkan harus berjuang di Ligue 1 Prancis untuk finish ke-16 musim itu.

Dengan dukungan skuat luar biasa; Franco Baresi, Paolo Maldini, Roberto Donadoni, George Weah, Roberto Baggio hingga Paolo Di Canio, ditambah dengan keunggulan 2-0 pada leg pertama, membuat anak-anak asuh Fabio Capello memasuki leg kedua dengan nyaman, dan mungkin tampak arogan. Para pemain I Rossoneri tampil sangat santai, bahkan nyaris tidak melakukan pemanasan jelang laga.

Dua Assist

Capello menurunkan hampir semua pemain terbaiknya di malam itu, termasuk duo Prancis, Marcel Desailly dan Patrick Vieira muda, kecuali Di Canio yang masuk di babak kedua. Sedang skuat Gernot Rohr, pelatih Bordeaux saat itu didominasi pemain muda, termasuk Zidane yang masih usia 23 tahun. Namun, yang terjadi di lapangan ternyata jauh dari apa yang telah dibayangkan oleh banyak orang.

Hanya dalam 14 menit sejak wasit meniup peluit tanda dimulainya pertandingan, Les Girondins bisa memimpin melalui gol Didier Tholot setelah memanfaatkan umpan Bixente Lizarazu.

“Kami tahu tim kami bukan yang terbaik di dunia, tapi kami merasa bahwa kami berada dalam permainan kami sejak awal. Kami menyukai skenarionya,” kata bek tengah Bordeaux di pertandingan itu, Jean-Luc Dogon.

Pada babak kedua, Zidane bersama rekan seusianya, striker Christophe Dugarry membawa timnya terbang lebih tinggi. Keduanya, meski masih muda, memang sudah menunjukkan bakat besar dan flamboyan di lapangan. Dalam waktu singkat hanya enam menit, kolaborasi mereka menghasilkan tontonan luar biasa, yang membuat Bordeaux berbalik unggul dengan agregat skor 3-2 atas Milan.

Dugarry mengubah skor jadi 2-0 di menit ke-64 melalui assist Zidane. Namun, gol paling spektakuler adalah gol ketiga di menit 70, ketika maestro muda berjuang di lini tengah menciptakan peluang bagi Dugarry, yang melepaskan tembakan ke sudut atas lawan dari tepi kotak penalti.

Begitulah Zidane, serta Dugarry dan Lizarazu mulai menunjukkan sinarnya di Eropa, hanya dua tahun sebelum mereka memenangkan Piala Dunia 1998, juga bersama Desailly dan Vieira yang malam itu ada di kubu lawan.

Awal Petualangan Zidane

“Itu adalah misi mustahil untuk mencetak tiga gol melawan tim Italia di Eropa pada tahun 1990-an,” kenang Dogon.

“Saya pikir pertandingan lawan Milan ini membantu pertumbuhan Zidane, Lizarazu dan Dugarry sebagai pemain. Mereka sudah memiliki bakat, tapi kemudian mereka melihat bahwa tidak ada yang mustahil ketika Anda menggabungkan semua bahan sebagai satu tim,” sambungnya.

Bagi Zidane sendiri, perjalanannya di Bordeaux, baik untuk klub maupun di kota tersebut, “lebih dari sekadar kenangan”. “Di sinilah segalanya dimulai bagi saya, sebagai seorang pria lebih dulu, lalu saya menemukan diri saya sebagai seorang pemain,” kata pria yang akrab disapa Zizou itu.

Bahkan, dia juga menjalani debut internasional di Parc Lescures melawan Republik Ceko pada 17 Agustus 1994.

Hingga akhir musim, Bordeaux terus melaju sampai final, sebelum kalah dari Bayern Munchen. Itulah awal petualangan bagi Zidane, juga Lizarazu dan Dugarry, setelah pertandingan lawan Milan malam itu mengukuhkan talenta mereka untuk siap bersaing di level tertinggi Eropa. Di musim panas 1996, Zidane pun pindah ke Juventus dan bertahan selama lima musim, sementara Lizarazu terbang ke Spanyol untuk Athletic Bilbao sebelum ke Munchen, sedangkan Dugarry ke Milan hingga Barcelona.

Sumber: Planet Football & Transfermarkt