Imbituba adalah kota pelabuhan yang terletak 750 kilometer barat daya Sao Paulo, Brasil. Di sana, Jorginho lahir pada 20 Desember 1991.
Pada usia 15 tahun, Jorginho pindah ke Italia. Ia memilih Italia bukannya tanpa alasan. Soalnya, kakek buyutnya, Giacomo Frello, berasal dari Lusiana, Veneto. Di sana, ia bergabung dengan akademi Hellas Verona yang juga berbasis di Veneto, sekitar 1 setengah jam berkendara.
Sejak 2007 ia berlatih bersama Hellas Verona. Tiga tahun kemudian, debut profesionalnya dimulai. Tidak sulit bagi Jorginho untuk merebut pos di lini tengah di klub yang ia bela, bahkan hingga hari ini.
Namun, ada satu pertanyaan. Mengapa ia memilih timnas Italia dan bukan negara kelahirannya, Brasil?
Jorginho membawa Italia juara Euro 2020. Akan tetapi, di pertandingan penting itu, ia gagal mengeksekusi penalti, yang bikin harapan Italia untuk juara sempat tertunda. Untungnya, tendangan Bukayo Saka berhasil ditepis Gianluigi Donnarumma.
Momen itu sempat membuat Jorginho khawatir. Ia bahkan sulit untuk menggambarkannya dengan kata-kata soal apa yang ia rasakan saat tendangan penaltinya ditepis kiper Inggris. Namun, Jorginho mengatakan kalau ia tak akan melupakan bagaimana Italia menolongnya ketika ia membutuhkannya.
Jorginho sebenarnya sudah berkostum Italia sejak berusia 20 tahun dengan memperkuat Italia U-21. Dua tahun kemudian, ia mengungkapkan keinginannya untuk bermain di timnas, baik untuk Brasil maupun Italia.
Baru pada 2016 ia mendapatkan panggilan ke timnas senior Italia oleh Antonio Conte. Ia dimasukkan ke dalam daftar 30 pemain sementara untuk Euro 2016. Namun akhirnya, ia tak jadi disertakan.
Ada kabar kalau pelatih Brasil, Tite, akan memanggil Jorginho di musim gugur 2017. Soalnya, ia belum main buat timnas Italia di pertandingan kompetitif. Namun, kabar ini segera dibantah oleh mantan pemain Napoli tersebut. Ia menyangkal akan pindah kewarganegaraan, karena ia cuma memilih Italia.
Pilihan ini disebut Jorginho bukanlah sesuatu yang sulit.
“Bermain untuk Italia sungguh spesial buatku. Memilih Italia sungguh mudah. Brasil tak pernah memberiku kesempatan untuk memenuhi mimpiku. Italia memilihku untuk bermain bersama mereka, meskipun aku lahir di negara lain. Itu adalah kesepakatan besar buatku,” cerita Jorginho.
“Juga, kakek buyutku adalah seorang Italia, yang memungkikan bagiku untuk bermain buat Italia. Ia merasa sebagai orang Italia. Aku menghabiskan hampir separuh hidupku di sini. Setiap hari, aku mencintai negara ini lebih dan lebih.”
“Dan aku tak akan pernah lupa bahwa ketika aku membutuhkan bantuan, Itala membantuku. Jadi bagaimana bisa aku berpaling ketika Italia membutuhkanku?”
Di Hellas Verona, awalnya Jorginho hidup dengan uang 20 euro perpekan. Ia pun hampir menyerah menjadi pesepakbola profesional. Namun kecintaannya terhadap sepakbola membuatnya terus berjuang.
“Aku menelepon ibuku, menangis. ‘Ibu, aku selesai. Ini terlalu berlebihan buatku. Aku merindukanku. Aku pulang’. Di kepalaku, aku sudah kembali ke Imbituba.”
“Namun, ibu bilang: ‘Pintu akan tertutup’. Aku seperti: ‘Apa?”
“Ibu bilang: ‘Kamu tak akan pulang. Kalau kamu berdiri di depan pintu rumah, aku tak akan membukanya’. Aku terkejut. Bisakah Anda bayangkan ibumu bilang seperti itu?”
“Aku menelepon ayah. Sejak mereka berpisah, aku pikir aku bisa tinggal dengannya. Namun, dia bilang padaku kalau pintunya juga tertutup.”
“Lalu orang tuaku bersama dan meneleponku. Mereka bilang sesuatu seperti: ‘Jorge, kamu tengah berlatih bersama para profesional dan kamu ingin menyerah sekarang? Setelah segala yang kamu derita? Itu tak masuk akal. Percayalah. Berjalanlah. Mimpimu akan menjadi nyata.”
Jorginho untungnya mendengarkan saran orang tuanya. Ia kemudian mendapatkan kesuksesan di atas lapangan bersama Napoli, Chelsea, juga Italia.
Kesuksesan itu pun salah satunya karena kehadiran Roberto Mancini sebagai pelatih Azzurri. Ia memberikan pujian padanya sebagai kunci dari kesuksesan Italia.
“Sejumlah pelatih memaksa pemain untuk beradaptasi dengan gaya mereka. Mancini mengadaptasi gayanya pada para pemain. Dia melihat kami tak begitu fisikal, tapi kami bisa mengumpan dan bergerak. Kami bisa bermain. Aku bisa bilang kalau itu berhasil dengan sangat baik.”
Jorginho menceritakan kalau kegagalannya menjalankan tugas saat menjadi eksekutor terakhir Italia menghadapi Inggris, adalah momen yang tak akan pernah ia lupa. Soalnya, ia begitu percaya diri ketika akan mengeksekusi bola. Bagaimana tidak? Ia sudah menggunakan trik tersebut sejak di Napoli!
“Namun, Pickford telah mempelajariku dengan baik, penghargaan untuknya. Saat bola tak masuk, aku seperti, tidak, ini tak mungkin. Dan kemudian aku mengatakan sejumlah hal yang tak seharusnya diulangi di sini.”
“Sulit untuk digambarkan apa rasanya mengecewakan satu negara. Aku hanya berharap Gigio menyelamatkanku. Demi Tuhan, ayolah. Ketika dia melakukannya, aku langsung jatuh ke bawah. Aku tak percaya kalau kami adalah juara Eropa.”
“Jelas sejak kami juara, kegagalanku tidaklah masalah. Tapi kalau boleh jujur, itu tak akan pernah meninggalkanku. Gagal penalti itu cukup buruk. Untuk melakuaknnya di final, dan di final seperti itu, percayalah: semua orang yang bilang kalau dia melupakannya, itu bohong.”
Pilihan Jorginho memilih Italia terbayar dengan trofi yang akhirnya ia dapatkan. Bayangkan kalau ia memilih Brasil, ia tak akan pernah mengangkat trofi Euro. Tentu saja.
Sumber: Football-Italia