Nama Ramon Rodriguez Verdejo mungkin tidak begitu dikenal di kalangan suporter sepakbola. Namun, lain kalau ia sudah menggunakan nama panggilannya: Monchi.
Monchi memang bukan bintang ketika masih berkarir di sepakbola. Ia cuma kiper pelapis Juan Carlos Unzue di Sevilla. Karier sepakbolanya tidak panjang, cuma 11 tahun. Ia pensiun pada 1999 di usia 30 tahun.
Tak perlu waktu lama bagi Monchi untuk mendapatkan pekerjaan. Setahun kemudian, ia ditunjuk sebagai Director of Football Sevilla pada 2000. Tujuan utamanya dua: membangun sistem usia muda dan mengimplementasikan kebijakan scouting di dalam maupun di luar Spanyol.
Ini tentu bukan tugas yang mudah. Bagaimana tidak? Monchi tak punya pengalaman sementara Sevilla baru terdegradasi ke Segunda. Untuk itu, ia mempelajari metode dari klub lain dan menjadikannya sebagai inspirasi.
Dua klub yang ia pelajari adalah FC Porto dan Lyon. Keduanya punya kesamaan: mereka menjuarai kompetisi, menjual bintang-bintang mereka, lalu memulainya lagi dari awal. Pelajaran utamanya adalah menerima kehilangan pemain terbaik, tapi memastikan tim menggantinya dengan pemain yang punya kualitas mirip dengan biaya yang lebih sedikit.
Di dua tahun pertama menjabat, Sevilla tak mengeluarkan sepeser pun uang untuk membangun tim yang bisa lolos ke La Liga. Baru pada 2002, Monchi diberikan lampu hijau untuk membuat investasi pertamanya. Ia mengeluarkan 500 ribu euro buat Dani Alves yang didatangkan dari kesebelasan Brasil, Bahia, yang awalnya didatangkan dengan status pinjaman.
Enam tahun kemudian, investasi itu sukses besar. Alves dibeli Barcelona senilai 23,5 juta paun! Angka ini juga menguntungkan buat Barca karena Alves mampu membuktikan diri sebagai salah satu fullback terbaik di dunia.
Revolusi Monchi
Saat ini, Sevilla sudah 20 tahun secara beruntun bertahan di La Liga. Filosofi mereka adalah “menjual untuk tumbuh”. Para pemain bintang tak pernah bertahan lama, tapi biasanya cukup lama untuk bisa mengangkat trofi.
Sevilla mengangkat trofi? Buat Anda yang lupa, Sevilla adalah juara Copa del Rey 2007 dan 2010, juara Piala UEFA 2006 dan 2007, serta pemegang rekor juara Europa League dengan memenanginya pada 2014, 2015, 2016, dan 2020. Uniknya, di tahun Sevilla juara, ada Monchi di sana. Padahal, Monchi sempat pindah ke Roma antara 2017 hingga 2019.
Hanya dari biaya transfer, Monchi membantu Sevilla meraih keuntungan hingga 180 juta paun.
Salah satu rekrutan terbaik Sevilla adalah Ivan Rakitic. Ia direkrut senilai 2,5 juta euro dari Schalke pada 2011. Tiga tahun kemudian, Rakitic dibeli Barca senilai 20 juta euro. September 2020 lalu, Sevilla memulangkan Rakitic dengan nilai transfer 1,5 juta euro.
Dibantu Big Data
Pandemi virus corona bikin sejumlah hal berubah, termasuk yang biasa dilakukan Monchi. Kini, data yang berbasis penelitian dan pengembangan, dimaksimalkan. Proses pemantauan bakat berubah pula dengan cepat. Statistik dan metrik seperti expected goals (xG) juga digunakan sebelum beraktivitas di bursa transfer.
Monchi juga mesti adu cepat dengan klub sepakbola lain yang ingin hasil maksimal. Caranya adalah dengan mempekerjakan orang-orang yang cenderung tak memiliki latar belakang sepakbola untuk posisi penting seperti analis transfer. Meski demikian, itu tak menjadi masalah asalkan hasilnya jelas.
“Kami mempercayai big data lebih besar saat ini, karena kami punya departemen big data yang lebih berkembang. Meskipun platformnya belum 100 persen selesai, itu banyak membantu kami saat menganalisis pemain yang menarik. Data kami tidak setahun lalu tidak seakurat sekarang,” terang Monchi.
Data yang dimaksud Monchi adalah jumlah informasi yang terkandung di dalamnya. Soalnya, dulu, laporan pantauan di Microsoft Word saja sudah disebut sebagai data. Pun dengan biodata pemain apakah dia dominan kaki kiri atau kanan, itu juga data.
“Jelas, kini kami punya data yang diproses lebih baik, lebih banyak informasi, dan kami bersedia untuk mengandalkannya. Keyakinan datang karena digunakan. Anda tak menggunakan sesuatu yang tak Anda percayai.”
Data memang penting, tapi Monchi juga tidak menghilangkan pendapat subjektif seorang pemandu bakat. Untuk itu pendekatan yang dilakukan adalah dengan menggabungkan keduanya.
Data ini bukan cuma buat perekrutan pemain. Monchi dan timnya berencana menjadikan data sebagai alat penting bagi departemen lain di klub seperti bagian tiket ataupun penjualan.
Mengikuti Monchi
Kesuksesan Monchi di Sevilla bikin banyak klub mencoba mereplikasi, seperti Benfica, Sporting Lisbon, Monaco, dan Ajax Amsterdam. Mereka bahkan lebih untung ketimbang klub dari Andalusia ini.
Meski demikian, pembelian pemain tetap menjadi strategi tim lain. Contohnya, Chelsea yang punya Kai Havertz, Hakim Ziyech, Timo Werner, Ben Chilwell, dan Edouard Mendy, yang direkrut senilai 222 juta paun.
Monchi menyadari ini. Pejabat klub di Chelsea sadar soal kemampuan finansial serta penghasilan mereka. “Jika Anda melakukan investasi, itu karena anggaran Anda memungkinkan,” kata Monchi.
Para pemain yang direkrut Chelsea ini adalah para pemain muda. Mereka punya masa depan bagus untuk mengangkat klub, sekaligus memungkinkan untuk menguntungkan secara finansial di dalam dan di luar lapangan.
Soal Direktur Sepakbola
Monchi sendiri pernah menghabiskan enam bulan di London pada 2013. Tujuan utamanya adalah melakukan penelitian sekaligus meningkatkan kemampuan berbahasa Inggrisnya.
Monchi menilai kalau klub-klub di Inggris punya model bisnis yang maju, dan itu yang ingin ia implementasikan di Sevilla.
“Mereka mampu membuat sepakbola benar-benar menguntungkan lewat televisi, marketing, dan rasa memiliki. Semua yang membuat sepakbola Inggris punya pendapatan dua kali lipat dari Spanyol saat itu.”
Saat ini, kesebelasan di Inggris sudah memiliki direktur sepakbola, termasuk Manchester United, yang terbilang lambat soal ini. Monchi menyadari kalau setiap klub punya sejumlah kebijakan soal transfer, seperti Manajer Umum, Pelatih Kepala, atau Direktur Olahraga.
“Aku memilih opsi yang terakhir, jelas, karena itu yang paling seimbang,” terang Monchi.
Ketika United belum punya direktur sepakbola, Monchi yakin kalau MU punya ahli yang profesional untuk membuat keputusan di klub.
“Kita bicara soal kesebelasan top, aku punya sedikit atau bahkan tak ada yang bisa diajarkan pada mereka.”
Melalui Banyak Pengorbanan
Bisa ke tahap seperti ini memerlukan banyak pengorbanan bagi Monchi. Yang paling utama adalah waktu dengan keluarganya. Soalnya, ia selalu memprioritaskan urusan klub.
“Enam jam tidur itu cukup buatku. Aku bangun cepat untuk berolahraga, tapi di saat itu aku juga bekerja karena HP dan komputerku menyala.
Ia biasanya tidur selama enam jam. Setelahnya ia berolahraga sembari mengecek kabar lewat HP dan komputernya sudah menyala. Disconnect itu tidak masuk akal di posisiku.”
“Ini akan terus berjalan sepanjang aku merasa bahagia. Aku belum menandai tanggal di kalender. Hari ini aku datang bekerja dengan ambisi yang sama. Aku akan pergi saat aku merasa cemas ketika aku membuka pintu kantor.”
“Aku beruntung punya teman-teman yang tak marah ketika aku berjanji akan menelepon kembali, dan aku melakukannya lima hari kemudian,” tutup Monchi.
Sumber: BBC.