Andrea Pirlo pindah ke Amerika Serikat untuk bergabung dengan klub baru Major League Soccer (MLS), New York City FC pada 6 Juli 2015. Saat itu, dia baru menyelesaikan empat musim tugasnya di Juventus dengan gelar scudetto Serie A Italia beruntun. Penggemar klub franchise dari Manchester City yang baru berdiri dua tahun sebelumnya itu pun menyambut sang veteran dengan suka cita.
Gelandang Italia tersebut memang sudah uzur masa itu, usia 36 tahun. Namun, seperti kebanyakan pemain bintang Eropa lainnya yang baru pergi ke MLS setelah memasuki penghujung karier mereka, kedatangan Pirlo tetap dinantikan banyak orang. Terutama fans sepakbola di Amerika Serikat yang tak sabar menyaksikan langsung sang maestro, meski mungkin hanya sisa kemampuan terbaiknya.
Peran Kunci
Pirlo melewatkan dua pertandingan sejak penandatanganan kontrak, sebelum menjalani debut pada pertengahan musim 2015; karena MLS berlangsung dari awal hingga akhir tahun. Namanya masuk dalam daftar skuat New York City FC menghadapi tamunya, Orlando City SC pada pekan 21, 26 Juli 2015. Ketika itu, mereka sedang unggul 2-1 atas tim lawan yang diperkuat oleh legenda Brasil, Kaka.
“Kami menginginkan Pirlo!” teriak penonton.
Pelatih The Pigeons, Jason Kreis akhirnya mengabulkan keinginan tersebut, dan sorak-sorai langsung meningkat sepuluh kali lipat ketika sang bintang tua masuk ke lapangan Yankee Stadium pada menit ke-57. Sambutan meriah itu rupanya berhasil diikuti penampilan mengesankan; “semua yang disentuh Pirlo berubah jadi emas”, tulis Planet Football.
Pemain nomor 21 yang sudah identik dengan sosoknya di lapangan tersebut memainkan peran kunci dalam dua gol selanjutnya bagi New York City FC, yang berkontribusi pada kemenangan dramatis 5-3.
“Itu luar biasa karena saya tahu (para penggemar] ingin saya bermain. Saat saya masuk ke lapangan, sungguh luar biasa mendengar semua tepuk tangan. Sangat emosional,” kata Pirlo usai pertandingan.
Titik Terendah
“Kami mendapat pemain dengan semangat kompetitif dan mental juara,” kata Kreis saat itu, penuh harapan.
“Dia tak hanya menjuarai Piala Dunia, dia adalah Pemain Terbaik Serie A dalam tiga dari empat musim terakhir,” tambahnya.
Setelah sebelumnya hanya finish kedelapan dari 10 tim, pada kampanye kedua Pirlo sempat terlihat peningkatan tim, dan lebih banyak hal bagus dari sang pemain.
Juni 2016, Pirlo mencetak satu-satunya golnya di MLS melalui tendangan bebas lawan Philadelphia Union. Total 32 penampilan dengan enam assist dicatatkannya musim itu, dan mereka finish kedua. Namun, pada kenyataannya, sang gelandang tak pernah benar-benar dominan. Meski sentuhannya masih ada, tapi “semangat kompetitif” yang disebutkan pelatih sebenarnya sudah tidak terlihat lagi.
Titik terendahnya terjadi pada musim 2017, saat New York City FC kalah 4-0 dari Toronto FC. Ketika mereka tertinggal 1-0 menit ke-67 dan Pirlo berada di pinggir tembok pertahanan, tepat di seberang wajah yang dikenalnya, pemain mungil Sebastian Giovinco yang empat tahun sebelumnya pernah dibantunya melalui situasi bola mati yang hampir sama ketika masih sama-sama membela Juventus.
Tapi kali ini, rekan senegaranya itu melakukan tendangan bebas manis untuk menambah keunggulan timnya, sementara Pirlo yang sudah 38 tahun hanya tampak terdiam. Meskipun tetap tidak akan bisa menghentikan bola bahkan dengan lompatan, namun telah melalaikan tugas bertahan secara terang-terangan tentu tak bisa dimaafkan. Dia langsung diganti, sedangkan Giovinco menjadi bintang sejati.
Keputusan Bisnis
Pada akhir musim 2017 itu, New York City FC masih mampu mempertahankan posisi runner-up. Tapi, Pirlo hanya berperan dalam 15 pertandingan, dan sisanya lebih banyak duduk di bench selain juga absen karena cedera. Tiga musimnya di AS memang tak sukses besar. Namun, itu bukanlah kesalahan dirinya, karena penandatangannya tampak lebih merupakan keputusan bisnis daripada sepakbola.
Ketika Pirlo bergabung di pertengahan musim perdana klub, hanya semusim setelah main di final Liga Champions 2014/2015 untuk Juventus, dia diberi status Designated Player; ketiga di New York City FC setelah David Villa dan Frank Lampard yang direkrut musim sebelumnya. Dalam aturan MLS, pemain ini dapat dibayar besar tanpa memperhitungkan batas gaji yang ketat, bertujuan menarik fans Eropa.
Saat itu, ketiga superstar tersebut masing-masing dibayar 6 juta Dolar AS per tahun, atau sekitar 115 ribu Dolar AS per minggu. Villa memang berhasil membayarnya kembali dengan banyak gol. Namun, Pirlo, dan juga Lampard, yang diharapkan bekerja sama, tampak lebih sulit untuk menemukan bagian terbaik dari kerja sama, karena sebenarnya klub sendiri telah salah dengan memasangkan mereka.
Meski begitu, Pirlo tetap sudah berkontribusi bagi New York City FC. “Saya pikir (dia) sangat berarti bagi klub ini,” kata Patrick Vieira, pelatih yang menggantikan Kreis sejak awal musim 2016.
“Dia telah jadi contoh yang sangat bagus untuk para pemain muda tim kami,” tambahnya setelah pertandingan terakhir sang pemain pada 2017. Setelah itu, Pirlo gantung sepatu dengan 60 penampilannya di MLS.
Sumber: Planet Football, Wikipedia