Romario dikenal dengan kemahirannya mengolah si kulit bundar dan tampak mudah menyarangkan bola ke gawang lawan. Semua dipertontonkannya selama bersama tim nasional Brasil dan Barcelona di era 1990-an. Tapi, juga ada bagian yang telah merusaknya; selain dikenal tukang pesta, dia dijuluki “Baixinho”, merujuk pada perawakannya yang kecil tapi kekar dan cenderung mudah tersulut emosi.
Di era yang hampir bersamaan, ada pula Diego Simeone, yang telah mengakui menyukai seni gelap, menggambarkan dirinya bermain seperti seorang pria yang “memegang pisau di antara giginya”. Pusat dari semua rangkaian triknya di lapangan hijau adalah kemampuan bawaan untuk merasakan kelemahan mental lawan dan mengeksploitasinya ketika ada kesempatan untuk merugikan mereka.
Trik Diego Simeone itu tentu masih teringat jelas di benak fans Inggris adalah ketika David Beckham menerima kartu merah dalam pertandingan melawan Argentina Piala Dunia 1998. Tapi, lebih empat tahun sebelumnya, Romario sudah lebih dulu jadi korbannya. Tulisan ini akan mencoba membawa kenangan duel Romario vs Diego Simeone dalam laga Sevilla vs Barcelona pada 16 Januari 1994 itu.
Kegilaan Sang Bintang
Romario, saat itu menjelang usianya yang ke-28 tahun, sudah menjadi bintang Eropa setelah lima musim bersama PSV Eindhoven. Musim panas 1993, dia bergabung dengan dengan The Dream Team Johan Cruyff di Barcelona. Dan, duel panas antara dirinya dengan Simeone itu terjadi pada musim perdananya di La Liga Spanyol, dalam laga tandang pekan ke-19 di Ramon Sanchez Pizjuan Stadium.
Seminggu sebelum pertandingan itu, Romario baru saja menjadi pahlawan besar dalam kemenangan El Classico untuk Lau Blaugrana. Mereka sukses mencukur musuh bebuyutan, Real Madrid dengan lima gol tanpa balas di Camp Nou. Romario tidak pernah lebih baik, mencatatkan hat-trick kelas atas, termasuk gol ketiganya dengan gerakan yang terus dikenang sebagai “la cola de vaca” hingga kini.
Tetapi, sepekan kemudian, itu tak bisa menjamin tempatnya dalam starting line-up saat Barcelona tandang ke markas Sevilla. Cruyff membiarkannya duduk di bangku cadangan, sebuah kebijakan yang membingungkan banyak orang. Namun, pelatih Belanda itu punya alasan; menahan ego Romario yang sudah semakin besar sekaligus menjaga semangatnya untuk membuat perbedaan di laga itu.
Setengah jam jelang akhir pertandingan, Romario diturunkan; dia benar-benar tampak bersemangat. Tapi, ada satu hal yang mungkin tak pernah diperhitungkan Cruyff, yang bisa memanfaatkan kondisi mental sang striker, yaitu keberadaan Simeone di sisi Sevilla. Pada akhirnya, secara tak langsung sang pelatih telah ikut mendorong Romario melakukan kegilaan yang menjadikannya korban Simeone.
Kemampuan Shithousery
Simeone sedikit lebih muda saat itu, belum lagi usia 24 tahun. Itu adalah musim keduanya di Sevilla, setelah tiba dari Pisa. Sempat menyia-nyiakan waktunya selama dua tahun di klub kecil Italia itu, termasuk di Serie B pada musim terakhirnya, “El Cholo” mulai mengasah kemampuan shithousery dengan memprovokasi lawan, yang mendefinisikannya sebagai pemain dan kini sebagai pelatih.
Gelandang itu dengan cepat merasakan ada sesuatu yang salah dengan Romario setelah masuk di menit ke-60, ketika laga masih 0-0. Simeone melihat musuhnya itu jelas kesal karena mengawali pertandingan di bench, dan mulai melakukan segala upaya untuk memperburuk situasi. Menurut pengakuan Romario, ibunya telah dihina dengan menyebutnya “kecoak”, sebelum dirinya ditendang.
Hanya 15 menit kemudian, api di kepala Romario semakin berkobar. Ketika sebuah umpan silang masuk ke kotak penalti Sevilla, dia terbang untuk mengambil peluang. Tapi, itu bukan keinginan mencetak gol, melainkan tentang pembalasan. Saat itu, dari jauh perhatiannya hanya tertuju pada Simeone, hingga akhirnya dia mengirimkan kepala tinjunya ke sisi kiri wajah pemain Argentina itu.
Rencananya itu berhasil dengan sempurna, ketika sang musuh ambruk akibat keganasan itu. Sebuah kartu merah segera diacungkan wasit Miguel Angel Marin Lopez ke arah Romario. Tapi, dia mengaku tidak bersalah dengan semua keyakinannya yang seperti seorang anak sekolah yang nakal. Federasi sepakbola Spanyol kemudian menambah hukumannya jadi larangan bermain di lima pertandingan.
Pengakuan Kedua Pemain
Meski mengerikan, tapi rekan satu tim dan sahabatnya, termasuk pemain gila lain, Hristo Stoichkov malah bangga pada Romario, dan menggambarkannya sebagai pukulan “layak untuk Mike Tyson”.
Cryuff, yang mungkin merasa bersalah sudah menyulut emosi Romario usai menyimpannya di laga itu, juga ikut membela. Dia pun mengaku ingin menggantikan sang pemain untuk memukul Simeone.
Tetapi, beberapa hari setelah pertandingan, Romario menunjukkan penyesalannya. “Dia (Simeone) menggoda saya dan menendang saya. Saya melawan dan wasit baru saja menendang saya keluar,” ucapnya.
Tapi, semua sudah terjadi, dan Barcelona sempat kelabakan dengan absennya Romario. Untung saja mereka bisa menjuarai liga, meski harus bersaing ketat dengan Deportivo La Coruna.
Bertahun-tahun kemudian, Simeone akhirnya mengakui apa yang telah dilakukannya pada Romario dalam pertandingan itu.
“Romario kesal dengan masalah di Barcelona, dan itu membuatnya sedikit rentan. Kami bertindak di tepi. Memprovokasi dan menguji lawan yang baik adalah bagian dari sepak bola pada masa itu,” ungkap Simeone ketika ditanya tentang peristiwa itu dalam sebuah wawancara.
Sumber: Planetfootball