Premier League resmi mengeluarkan sebuah program bertajuk “Project Restart” sebagai bagian dari rencana mereka untuk melanjutkan kompetisi Premier League musim 2019/2020 yang ditunda akibat pandemi virus COVID-19. 8 Juni menjadi tanggal yang ditetapkan otoritas liga untuk memulai kembali kompetisi yang saat ini masih menyisakan 92 pertandingan tersebut.
Hal ini disambut baik oleh beberapa kesebelasan. Arsenal, Brighton and Hove Albion, dan West Ham United mulai membuka kembali fasilitas latihan mereka. Tottenham Hotspur juga sudah kembali membuka beberapa lapangan.
Jika tidak ada perubahan, Manchester United akan meminta para pemainnya untuk kembali ke pusat latihan pada 18 Mei. Untuk pemain yang datang dari luar negeri, 4 Mei ini menjadi waktu kembalinya mereka agar bisa dikarantina dua pekan. Beberapa kesebelasan benar-benar sudah tidak sabar untuk kembali berjuang.
Kemunculan “Project Restart” juga disambut baik oleh penonton. Mereka yang sudah dua bulan terakhir kehilangan hiburan menonton sepakbola, kini bisa kembali melihat jagoan mereka bertanding. Selain itu, sepakbola juga bisa menjadi cara untuk membangkitkan kembali mental mereka yang terpuruk akibat lockdown. Meski ada beberapa aturan yang menyesuaikan dan kemungkinan akan bermain tanpa penonton, namun setidaknya mereka bisa mengetahui nasib jagoannya apakah akan menjadi juara, masuk zona Eropa, atau lolos tidaknya dari zona degradasi.
Meski begitu, ada beberapa pihak yang tidak setuju terkait program tersebut. CEO Watford, Scott Duxbury, sudah lebih dulu bersuara. Ia berpendapat kalau sepakbola saat ini tidak terlalu penting jika dibandingkan dengan perjuangan untuk melawan pandemi. Sekjen FIFPro, Jonas Hoffmann juga berpendapat demikian.
Tantangan juga datang dari beberapa pemain yang bermain di Premier League. Salah satu sumber dalam dari sebuah klub berkata kepada ESPN kalau ada beberapa pemain Premier League yang tidak nyaman dengan gagasan ini. Mereka bahkan beranggapan kalau Premier League tidak serius dalam mengatasi hal ini serta menganggap kalau sepakbola jauh lebih penting ketimbang pandemi.
Beberapa pemain ini khawatir kalau mereka bisa membawa virus bagi keluarganya. Terutama kepada istri mereka yang sedang hamil atau kepada anak-anak mereka yang masih kecil. Inggris sendiri masih menjadi salah satu negara dengan kasus positif COVID tertinggi di dunia. Nomor empat di bawah USA, Spanyol, dan Italia.
Beberapa dari mereka juga sudah berani buka-bukaan secara langsung. Sergio Aguero misalnya. Penyerang Manchester City ini tidak ingin mempertaruhkan kesehatannya demi bermain sepakbola di tengah kondisi dunia yang belum pasti kapan pandemi ini akan berakhir. Selain itu, virus Corona yang bisa menyerang orang tanpa menimbulkan gejala juga membuatnya khawatir.
“Ada orang yang terinfeksi COVID-19 tetapi tidak menunjukkan gejala, dan dia bisa menularkannya kepada orang lain. Itulah sebabnya saya ingin tetap tinggal di rumah karena mungkin saja saya sudah terinfeksi COVID-19 tapi saya tidak tahu. Begitu juga dengan pemain lain,” kata pencetak 16 gol di liga Inggris musim ini.
Selain Aguero, striker Brighton and Hove Albion, Glenn Murray, juga merasa kalau sepakbola belum pantas untuk kembali digelar dalam waktu dekat. Apalagi jika digelar tanpa penonton. Murray merasa kalau sepakbola adalah olahraga yang jauh lebih nikmat dinikmati bersama dengan penggemar dan alangkah baiknya Premier League baru bisa digelar bersamaan dengan diperbolehkannya penonton untuk kembali ke stadion.
“Semua pemain sepakbola ingin menyelesaikan liga. Tapi itu harus bergantung timing kapan virus ini selesai dan seberapa cepat kita dapat mengatasi ini. Saya nonton Liga Italia saat tanpa penonton dan permainannya tidak sama. Lebih baik menunggu sampai suporter diperbolehkan untuk kembali mengisi stadion. Jadikan suasaan perayaan bisa dinikmati dengan penggemar karena tanpa penggemar, sepakbola tidak akan sama,” kata Murray.
Ungkapan serupa juga dikeluarkan oleh bek Chelsea, Antonio Rudiger. Penggawa timnas Jerman ini juga merasa kalau memperlambat penyebaran virus jauh lebih baik dibanding menggelar pertandingan sepakbola.
“Harapan terbesar saya saat ini adalah angka infeksi bisa lebih rendah. Tapi bukan berarti Premier League bisa dilanjutkan. Sepakbola bukan prioritas saat ini karena yang paling penting adalah memperlambat penyebaran virus,” ujarnya.
Kekhawatiran tiga pemain ini sebenarnya bisa dimaklumi. Banyak dari penderita COVID-19 yang tidak menunjukkan tanda-tanda sakit atau yang disebut Orang Tanpa Gejala (OTG). Ditakutkan orang-orang dengan status OTG ini bisa menularkan virus kepada orang yang jauh lebih rentan untuk terkena virus ini.
Lagipula, sulit rasanya untuk melihat sepakbola bisa dijalankan dalam waktu dekat. Mereka bisa berkaca dari kasus di Jerman. Saat Bundesliga siap dimulai kembali dalam waktu dekat, tiga pemain FC Koln justru positif Corona. Meski pihak Bundesliga merasa liga masih bisa digelar, namun tetap saja tidak etis ketika segala sesuatunya belum berjalan normal. Atau bercermin dari apa yang menimpa Paolo Dybala. Pemain Juventus ini dua kali terkena Corona hanya dalam waktu satu setengah bulan terakhir.
Penting bagi pejabat federasi sepakbola, dalam hal ini FA, untuk mencari kapan waktu yang tepat untuk memulai kembali kompetisi. Waktu yang tepat untuk melihat sepakbola bukan sekadar komoditas melainkan juga permainan yang bisa menyenangkan hati semua penikmatnya termasuk diantaranya para pemain.
Kita tentu tidak ingin melihat para pemain yang berjuang dengan lambang klub di dada bermain dengan wajah ketakutan karena dunia yang mereka tempati saat ini belum benar-benar bersih dari pandemi.